Postingan

Menghitung Nilai Wajar BRI Syariah Pasca Merger

Gambar
Setelah pada 13 Oktober lalu, Bank BRI Syariah (BRIS) mengumumkan secara resmi kepastian rencana merger-nya dengan Bank Syariah Mandiri (BSM), dan Bank BNI Syariah (BNIS), maka seminggu kemudian, pada 21 Oktober, perusahaan merilis informasi rancangan merger tersebut, yang menjelaskan tentang mekanisme penggabungan, siapa dapat apa, berapa jumlah saham baru yang akan diterbitkan, dan seterusnya. Dari informasi inilah, kita kemudian bisa dengan jelas menganalisa prospek BRIS pasca merger-nya nanti, dan berikut analisa selengkapnya.

Bank BTN: Kinerja Kuartal III 2020 Membaik!

Gambar
Bank BTN (BBTN) hingga Kuartal III 2020 melaporkan laba bersih Rp1.1 trilyun, naik signifikan dibanding periode yang sama di tahun 2019 sebesar Rp801 milyar, dan menariknya itu terjadi ketika perusahaan masih membukukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) senilai Rp1.6 trilyun, dimana angka beban ini masih lebih besar dibanding tahun-tahun sebelumnya (apa itu CKPN? Baca lagi penjelasannya disini ). Dengan kata lain, jika CKPN ini tidak ada, maka harusnya laba BBTN lebih besar lagi. Disisi lain, dengan PBV hanya 0.8 kali, maka sebagai saham bank BUMN dengan reputasi baik dan populer, maka BBTN praktis murah. An opportunity?

Link Net

Gambar
PT Link Net, Tbk (LINK) hingga Kuartal II 2020 kemarin melaporkan laba bersih Rp456 milyar, turun dibanding periode yang sama di tahun 2019 sebesar Rp527 milyar, namun laba tersebut mencerminkan ROE 21.1%, alias cukup besar, atau bahkan sangat besar jika dibandingkan dengan ROE dari emiten-emiten lainnya di Bursa Efek Indonesia, yang rata-rata drop karena efek resesi. Disisi lain, sebagai perusahaan penyedia layanan internet, maka prospek LINK memang justru semakin baik seiring dengan adanya trend work from home . Nah, tapi jika demikian, lalu kenapa sahamnya tetap turun signifikan (hampir 50%) sepanjang tahun 2020 ini? Dan kenapa pula beredar berita bahwa LINK ini hendak dijual oleh pemiliknya?

Telkom

Gambar
Saham PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk, atau PT Telkom (TLKM) menjadi pusat perhatian setelah pada bulan September kemarin terus turun hingga sempat menyentuh 2,540 secara intraday, yang merupakan posisi terendahnya dalam 5 tahun terakhir. Sehingga banyak yang kemudian menyebut bahwa TLKM sekarang sudah murah, tapi benarkah demikian? Lalu bagaimana dengan rencana IPO anak usaha TLKM, PT Mitratel?

Penyebab Saham SOHO Naik Terus: Multibagger?

Gambar
Salah satu saham pendatang baru di bursa, PT Soho Global Health, Tbk (SOHO), belakangan menjadi pusat perhatian setelah  autoreject atas terus menerus, hingga harganya naik dari Rp1,820 ketika sahamnya melantai di bursa pada tanggal 8 September kemarin, hingga sempat menyentuh 16,300 pada Rabu, 23 September, alias melejit hampir 9 kali lipat hanya dalam waktu dua minggu! Dan hebatnya itu terjadi ketika IHSG, seperti yang kita ketahui, cenderung turun sepanjang September ini. Nah, jadi apakah SOHO ini memang bagus? Dan apa sebenarnya yang menyebabkan kenaikannya yang tidak wajar tersebut?

Kumpulan Video Webinar Value Investing

Gambar
Dear investor, pada hari Sabtu, 19 September kemarin, penulis menyelenggarakan kelas online untuk diskusi & tanya jawab seputar investasi saham, dan khususnya value investing. Dan Alhamdulillah kelasnya berjalan lancar selama total 2.5 jam, dan terutama penulis juga antusias karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bagus-bagus semua :D Nah, jadi agar teman-teman yang lain juga bisa memperoleh materi yang disampaikan, maka penulis sengaja merekam kelasnya, dan bisa anda tonton pada link berikut:

Bank Banten (BEKS) Prank!

Gambar
Pada Senin, 14 September kemarin, terkait rencana perusahaan untuk reverse stock dan right issue, Bank Banten (BEKS) merilis laporan dari Kantor Jasa Penilai (KJP) Maulana, Andesta, & Rekan, mengenai perhitungan nilai wajar dari 100% saham perusahaan, dimana perhitungannya menggunakan metode perbandingan perusahaan Tbk, dan discounted cashflow (DCF). Dan hasilnya, pihak KJP menyimpulkan bahwa nilai wajar dari saham BEKS adalah.. well.. Rp4,68 per saham, atau jika dibulatkan Rp5 per saham. Yup, anda tidak salah baca: Lima perak!

Indonesia di Masa Lalu, Hari Ini, dan 10 Tahun yang Akan Datang

Gambar
Ketika saya untuk pertama kalinya belajar tentang dunia keuangan, dan khususnya investasi saham pada tahun 2009 lalu, maka saya mendengar satu pepatah dari negeri China yang masih saya ingat sampai hari ini, ‘Waktu terbaik untuk menanam pohon adalah 20 tahun yang lalu. Dan waktu kedua terbaik untuk menanam pohon adalah sekarang.’ Sebagai investor saham itu sendiri, saya mengartikan pepatah itu sebagai, jika kita ingin sukses, maka kita harus mulai saat ini juga. Karena waktu yang sekarang ini akan dianggap sebagai ‘waktu terbaik untuk berinvestasi’ pada 20 tahun yang akan datang.

Prospek Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA), Setelah Suspensinya Dibuka

Gambar
Setelah disuspensi selama dua tahun, persisnya sejak Juli 2018 lalu, maka pada hari Senin, 31 Agustus kemarin, Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali membuka perdagangan saham PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk (AISA). Dan sayangnya sahamnya tanpa ampun langsung turun, yakni dari harga 168 ketika disuspen hingga sekarang sudah 147, dan kemungkinan masih akan lanjut turun mengingat hingga Kuartal I 2020, perusahaan masih membukukan defisiensi modal, alias ekuitas negatif. Disisi lain, berdasarkan laporan dari Kantor Jasa Penilai Publik, Suwendho Rinaldy & Rekan, disebutkan bahwa nilai wajar dari 100% saham AISA adalah Rp559 milyar, atau jauh diatas market cap perusahaan di level Rp201 milyar (pada harga saham 147). Nah, jadi jika penilaian tersebut benar, bukankah ini peluang? Lalu jika saya sejak awal sudah pegang saham AISA ini sejak tahun 2017 – 2018 lalu, maka apakah sekarang sebaiknya saya hold saja, tambah posisi/beli lagi, atau justru cut loss ?

Prospek Global Mediacom (BMTR) Setelah ‘Diakuisisi’ Lo Kheng Hong

Gambar
Pada tanggal 11 Agustus lalu, PT Global Mediacom, Tbk (BMTR) melakukan private placement dengan menerbitkan 700 juta lembar saham baru pada harga pelaksanaan Rp200 per saham, sehingga perusahaan memperoleh tambahan modal Rp140 milyar, sedangkan jumlah saham beredarnya meningkat menjadi 16,035 juta lembar. Yang menarik adalah, anda tahu, siapa yang menyetor dana Rp140 milyar diatas? Yup, beliau adalah Pak Lo Kheng Hong, value investor legendaris yang sudah sangat terkenal di mata investor ritel. Menariknya lagi, LKH diketahui sudah mulai mengkoleksi saham BMTR sejak setidaknya awal Agustus 2020, dan dengan transaksi PP diatas maka LKH kemudian memegang setidaknya 767 juta saham BMTR, pada harga beli antara Rp199 – 204 per saham. Pertanyaannya, why??