Postingan

It’s Not About Which Stock You Buy, It’s About Patience

Gambar
Pada tahun 1984, Warren Buffett (WB) memberikan seminar di kampus Columbia University, Amerika Serikat, dimana disitu ia memaparkan kinerja dari tujuh fund manager penganut metode value investing, termasuk dirinya sendiri. Menariknya, salah satu fund manager tersebut yakni Rick Guerin, mencatatkan rata-rata return 32.9% per tahun antara tahun 1965 – 1983, atau jauh diatas kinerja fund manager lainnya, termasuk mengalahkan kinerja WB yang hanya 29.5% per tahun (antara tahun 1957 – 1969). Guerin bahkan pernah membukukan profit 180.1% di tahun 1967, ketika indeks S&P hanya naik 23.9% di tahun tersebut.

Prospek IPO Bank BRI Syariah

Gambar
IPO Bank Rakyat Indonesia Syariah, atau Bank BRI Syariah (BRIS) yang merupakan anak usaha dari Bank BRI (BBRI), terbilang menarik perhatian banyak investor karena dua hal: 1. Karena BBRI-nya, dan 2. Karena syariah-nya. Secara fundamental, BBRI sejak dulu sudah bisa dinobatkan sebagai bank terbaik di Indonesia, sehingga sahamnya menjadi menu wajib bagi banyak fund manager dan juga investor ritel. Namun bagi anda yang memegang rekening saham syariah, maka anda tidak bisa turut membeli saham bank konvensional seperti BBRI ini. Jadi bagaimana kalau kita ambilnya BRIS saja? Tapi hey, apakah kinerja BRIS ini sama bagusnya dengan induknya?

Ekuitas Tidak Riil??

Gambar
Jika anda membeli beberapa saham senilai total Rp10 juta, dan beberapa waktu kemudian saham-saham anda tersebut naik rata-rata 10%, maka sekarang di software online trading (OLT) anda tertulis aset Rp11 juta, naik dari sebelumnya Rp10 juta. Pertanyaannya, apakah nilai portofolio anda benar-benar menjadi Rp11 juta seperti yang tampak di OLT? Jawabannya, tidak. Karena jika besok-besok ada saham anda yang naik atau turun, maka nilai porto anda akan berubah lagi . Porto anda baru akan fix bernilai sekian juta Rupiah, jika anda sudah menjual dan  merealisasikan profit dan/atau rugi dari semua saham yang anda pegang.

Investor Pemula vs Berpengalaman, Bedanya Apa?

Gambar
Sebagai investor saham berpengalaman , apa saja ciri-ciri khas yang anda miliki, baik itu terkait aktivitas anda di stock market maupun di kehidupan sehari-hari, yang membedakan anda dengan trader saham/orang lain pada umumnya, dan terutama jika dibandingkan dengan anda sendiri ketika dulu masih newbie ?

Wijaya Karya Gedung

Gambar
Wika Gedung (WEGE) menjadi salah satu saham anyar di BEI yang menarik untuk diperhatikan setelah perusahaan melaporkan laba bersih Rp295 milyar untuk tahun penuh 2017, dimana kalau kita bandingkan dengan ekuitasnya setelah dikurangi dana hasil IPO-nya (karena perusahaan baru menggelar IPO pada November 2017, sehingga dana hasil IPO-nya masih belum digunakan), yakni 1,698 – 833 = Rp865 milyar, maka laba tersebut mencerminkan return on equity (ROE) 34.1%, alias sangat besar baik itu jika dibandingkan dengan emiten-emiten konstruksi yang lain, ataupun dibandingkan dengan semua emiten di BEI secara umum. Disisi lain dengan PBV 1.5 kali pada harga saham 264, maka valuasi WEGE juga tidak bisa dikatakan mahal. Prospek kedepan?

Value Investing Advanced Class: Surabaya, Medan, Bali

Gambar
Dear investor, sesuai  request,  penulis (Teguh Hidayat) menyelenggarakan kelas investasi saham dengan tema:  ‘Value Investing – Advanced Class’ , di  Surabaya, Medan, dan Bali . Tidak seperti kelas seminar yang biasanya, pada sesi kelas kali ini kita tidak lagi membahas cara membaca laporan keuangan, atau cara menghitung valuasi saham, melainkan  lebih dalam lagi . Berikut  materi selengkapnya yang akan disampaikan di kelasnya nanti :

Mengenal Strategi 'Concentrated Diversification'

Gambar
Salah satu quote terkenal dalam investasi saham adalah, ‘do not put all your eggs in one basket’, yang artinya bahwa seorang investor disarankan untuk tidak menempatkan seluruh dananya hanya pada satu atau dua saham saja, melainkan sebaiknya disebar ke beberapa saham berbeda. Atau dengan kata lain, seorang investor dianjurkan untuk melakukan diversifikasi, biasanya bertujuan untuk mengurangi risiko terjadinya kerugian. Dan di blog ini kita sudah banyak membahas tips-tips dan trik dalam menerapkan diversifikasi portofolio, misalnya pada artikel ini , dan artikel ini .

Harga DMO Batubara, dan Pengaruhnya ke Emiten Tambang

Gambar
Pada hari Jumat, 9 Maret 2018, Pemerintah melalui Kementerian ESDM menerbitkan peraturan domestic market obligation (DMO) terkait harga jual batubara, dimana perusahaan-perusahaan batubara diwajibkan untuk menjual sebagian produksi batubara mereka ke konsumen dalam negeri, dalam hal ini PT PLN, pada harga yang sudah ditetapkan, alias tidak lagi mengikuti harga pasar. Dan berapa persisnya ‘harga yang sudah ditetapkan’ tersebut? Well, maksimal hanya US$ 70 per ton . Karena harga DMO ini jauh lebih rendah dibanding harga batubara acuan (HBA) yakni US$ 102 per ton per Maret 2018, maka jadilah peraturan DMO ini menjadi sentimen negatif bagi saham-saham batubara dan alhasil, dalam seminggu terakhir saham-saham batubara berjatuhan antara 10 hingga 20%, atau lebih dalam lagi.

Mengenal ‘Value Trap’, dan Cara Menghindarinya

Gambar
Menurut Investopedia, value trap adalah satu kondisi dimana sebuah saham tampak murah karena angka-angka indikator valuasinya (PER, PBV, dst) terbilang rendah, namun valuasi yang rendah tersebut sebenarnya nggak bisa dikatakan murah, melainkan memang sudah merupakan valuasi wajarnya , misalnya karena perusahaannya tidak memiliki kinerja fundamental yang bagus, dan juga tidak menawarkan prospek apapun. Bahasa gampangnya, value trap adalah ketika anda menemukan saham yang tampak murah, padahal aslinya murahan.

Modernland Realty

Gambar
Modernland Realty (MDLN) adalah salah satu stockpick penulis di masa lalu, tepatnya di tahun 2012 – 2013 ketika sektor properti tengah booming, dan anda bisa baca lagi ulasannya disini . Namun sayangnya ketika itu hasilnya gak bagus karena kita salah timing masuk di bulan Juni 2013, dimana dalam enam bulan berikutnya IHSG justru drop (dari 5,250 hingga mentok di 3,900), dan MDLN juga ikut turun dari 1,000 (sebelum stocksplit, setara 500) hingga mentok di 650 (setara 325). Dan meski di tahun 2014, seiring dengan pulihnya kondisi market, MDLN kembali naik, tapi kenaikannya berhenti di level 580-an di awal tahun 2015 karena setelah itu industri properti mulai lesu, dimana MDLN bersama juga mayoritas emiten properti lainnya membukukan penurunan kinerja, dan sahamnya ramai-ramai turun lagi.