Membedah Danantara, Berdasarkan Penjelasan CIO Pandu Sjahrir

Ketika blog ini pada 19 Februari kemarin membahas Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, maka di bagian akhir tulisan saya menyebut bahwa saya akan menunggu Pemerintah untuk segera merilis informasi resmi serta rinci yang menjelaskan soal Danantara ini. Dan Alhamdulillah, per 6 Maret ini website danantara.id sudah mulai berisi sejumlah informasi meski belum detail. Kemudian sejumlah petinggi Danantara, salah satunya Bapak Pandu Sjahrir yang menjabat chief investment officer (CIO), mulai berbicara ke publik untuk memberikan penjelasan serta menjawab pertanyaan, yang bisa anda tonton di video berikut dengan durasi sekitar 40 menit.

Dan penulis sudah menonton videonya secara lengkap dari awal sampai akhir, jadi saya disini akan kasih rangkumannya secara poin per poin, sebagai berikut.

***

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 5 April 2025, pukul 08.00 – 10.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

***

Pertama, cerita Danantara ini berawal ketika Pandu Patria Sjahrir dipanggil langsung oleh Presiden Prabowo Subianto ke istana, untuk ditugaskan sebagai manajer investasi untuk Danantara. Dan tentu saja Pandu bertanya, tugas saya apa pak? KPI-nya bagaimana? (KPI = key performance indicator). Lalu Presiden menjawab, kamu fokus di IRR (internal rate of return), dan manajemen risiko. Bahasa mudahnya, ketika Danantara misalnya akan berinvestasi di perusahaan minyak, maka kamu akan menentukan bahwa lebih untung mana? Investasinya untuk membangun kilang minyak baru, atau menambah kapasitas/merenovasi kilang minyak yang sudah ada? Sekaligus tentunya menghitung risikonya. Pandu kemudian menyatakan siap.

Kedua, Presiden Prabowo mengajak Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Bapak Jokowi, dan juga Ibu Megawati untuk duduk bersama sebagai Dewan Penasihat, namun Ibu Megawati menolak. Di Dewan Penasihat ini juga rencananya akan dimasukkan ormas keagamaan. Lalu ada juga Dewan Pengawas yang berisi sejumlah Menteri, Oversight Committee yang berisi KPK, BPK, hingga PPATK, hingga International Board of Advisor (IBA) yang berisi nama-nama besar di dunia internasional seperti mantan perdana menteri Inggris Tony Blair, dan CEO Bridgewater Associates, Ray Dalio. Untuk IBA ini tidak masuk struktur kepengurusan Danantara, namun pihak Danantara bisa sewaktu-waktu mengontak mereka jika perlu impartial view (pendapat independen, netral, dan objektif) terkait pengelolaan investasi dll. Keterlibatan banyak pihak ini penting karena dengan asset under management $900 miliar atau sekitar Rp14,700 triliun yang merupakan total nilai aset dari seluruh BUMN yang menjadi anak usahanya, maka Danantara akan langsung menjadi salah sovereign wealth fund terbesar di dunia. Pandu menyebutnya sebagai ‘Bayi yang baru lahir sudah langsung jadi besar’.

Ketiga, ada RUU (rancangan undang-undang) BUMN, yang pada intinya mengubah aturan di mana kerugian yang mungkin terjadi dari proses investasi yang dilakukan Danantara dan/atau BUMN sebagai anak-anak usahanya tidak lagi dianggap sebagai kerugian negara, dan karena itulah direktur atau manajer investasinya tidak bisa dipidana, selama kerugian tersebut bukan karena disengaja untuk memperoleh keuntungan pribadi, atau karena ada konflik kepentingan. Sedangkan jika si direktur terbukti memperoleh keuntungan pribadi aka korupsi, maka ia tetap akan diproses hukum.

Keempat, ketika Danantara diluncurkan maka para taipan juga ikut diundang tapi hanya sedikit yang hadir, yakni Franky Wijaya (Grup Sinarmas), dan Prajogo Pangestu namun itupun diwakili oleh anaknya.

Kelima, Danantara akan mengelola dividen yang disetor oleh para BUMN untuk diinvestasikan kembali ke proyek strategis jangka panjang, seperti hilirisasi sumber daya alam, membangun oil refinery untuk ketahanan energi di dalam negeri, dst. Jadi terkait inilah Danantara akan memiliki dua holding, yakni holding operasional yang tugasnya memaksimalkan kinerja BUMN sehingga bisa setor dividen lebih besar, dan juga holding investasi yang tugasnya menginvestasikan kembali dividen yang diterima, dengan fokusnya untuk menghasilkan return aka keuntungan, membuka lapangan kerja, hingga efisiensi cost of capital, alias bagaimana caranya dengan pendanaan yang sekecil-kecilnya bisa tetap menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Holding investasi inilah yang dipimpin oleh Pandu Sjahrir sebagai CIO.

Keenam, jika diperlukan, Danantara juga bisa menerbitkan surat utang/obligasi untuk dijual ke investor dari luar negeri (dengan jaminan aset BUMN itu sendiri), dan sejauh ini minat investor asing sangat tinggi untuk membeli obligasi tersebut.

Ketujuh, bagaimana dengan dana tabungan milik masyarakat yang ada di bank-bank BUMN? Apakah itu juga akan dipegang dan dikelola oleh Danantara sebagai perusahaan induk dari bank-bank Himbara tersebut? Jawabannya, tidak. Dana pihak ketiga (DPK) yang dipegang bank akan tetap dikelola oleh pihak bank, dan Danantara hanya akan mengelola dividen yang disetor oleh bank tersebut yang tentunya diambil dari laba bersih yang dihasilkan, bukan diambil dari DPK itu tadi.

Kedelapan, bagaimana jika investasinya rugi? Tidak ada jawaban pasti, kecuali bahwa kami di Danantara tentunya akan sangat hati-hati serta deliberate (banyak pertimbangan) sebelum memutuskan untuk berinvestasi atau mendanai proyek strategis tertentu. Atau dengan kata lain, memang tidak ada jaminan bahwa hasil investasinya tidak akan rugi, tapi kami akan sebisa mungkin meminimalisir risiko terjadinya kerugian tersebut.

Kesembilan, bagaimana dengan unjuk rasa, kritik masyarakat, dst? Ya itu sudah risiko kami sebagai pejabat publik, sudah makanan sehari-hari.

Terakhir kesepuluh, kalimat penutup? Jadi begini. Ide pembentukan Danantara sebagai superholding BUMN ini sebenarnya sudah dicetuskan oleh Bapak Sumitro Djojohadikusumo, yang pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan (sekaligus ayah dari Presiden Prabowo), sejak tahun 1970-an, dengan konsep dasarnya agar pengelolaan BUMN ini more corporate and less politics, alias lebih profesional dan tidak lagi terlalu dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat politik, namun ditolak oleh Presiden Suharto. Ide ini muncul lagi di tahun 1998 ketika Pak Harto lengser, dan diawali dengan pembentukan Kementerian BUMN, yang sebelumnya merupakan bagian dari Kementerian Keuangan. Sayangnya setelah itu tidak ada kelanjutannya, hingga barulah sekarang di era Presiden Prabowo, pembentukan Danantara ini akhirnya terealisasi. Jadi Danantara ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang tiba-tiba saja muncul melainkan sudah diwacanakan sejak lama oleh para pendahulu kita, dan kami hanya melaksanakannya saja.

Komentar Penulis

Dari poin-poin penjelasan Pandu Sjahrir di atas maka penulis akan memberikan komentar sebagai berikut. Pertama, terkait komentar Pak Pandu bahwa Danantara ini ‘bayi yang baru lahir sudah langsung jadi besar’. Nah, bukankah kalimat itu sendiri terdengar kurang make sense? Karena normalnya yang namanya bayi ya pas lahir kecil dulu, lalu baru pelan-pelan tumbuh jadi besar. Dan anda sendiri mengakui bahwa, meskipun sudah sangat berpengalaman di bidang investasi dan keuangan, tapi anda belum pernah bekerja dengan skala sebesar ini sebelumnya, di mana Danantara seperti disebut di atas akan mengelola aset senilai Rp14,700 triliun. Dan saya juga tidak tahu bagaimana dengan Bapak Dony Oskaria sebagai chief operating officer (COO), serta juga Bapak Rosan Roeslani sebagai chief executive officer (CEO) Danantara, apakah mereka berdua lebih berpengalaman dalam mengelola aset sebesar itu atau tidak? 

Jadi sejatinya akan lebih logis jika Danantara ini tidak langsung mengelola semua BUMN, apalagi yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak seperti Pertamina, PLN, dan perbankan, karena risikonya jadi amat sangat besar. Melainkan, seharusnya Danantara bisa mulai dari dua atau tiga BUMN kecil dulu, dan jika hasil return investasinya bagus maka baru bisa lanjut ke BUMN yang lain yang lebih besar. Sebenarnya, saya setuju dengan RUU BUMN yang pada intinya kerugian investasi yang diderita Danantara/BUMN tidak lagi dianggap sebagai kerugian negara, karena logikanya tidak mungkin semua investasi yang dilakukan akan membuahkan keuntungan, tak peduli sehebat apapun si manajer investasi. Tapi di sisi lain, jika investasinya benar menghasilkan return negatif maka yang dirugikan tetap saja rakyat Indonesia sebagai pemilik tidak langsung dari BUMN-BUMN tersebut. Ingat pula bahwa dengan setoran dividen BUMN dialihkan ke Danantara maka penerimaan APBN kita jadi berkurang, yang itu artinya pengeluaran APBN untuk gaji PNS dll juga kemungkinan harus ikut dipotong (sehingga para PNS belum apa-apa sudah langsung dirugikan).

Sehingga, bapak tidak bisa menggunakan RUU BUMN tersebut sebagai ‘tameng’ kalau-kalau Danantara merugi, dan akan lebih baik jika Danantara mengelola aset yang lebih kecil saja dulu, sehingga kalaupun hasilnya rugi maka ruginya juga kecil. Sedangkan jika hasilnya profit maka barulah Danantara mengelola aset yang lebih besar, secara bertahap.

Kedua, disebutkan bahwa pengelolaan Danantara akan melibatkan tokoh sekelas Tony Blair dan Ray Dalio, dan bahkan sejumlah sumber menyebut bahwa nama Tony Blair masuk di daftar anggota Dewan Pengawas. Namun saya coba cek, belum ada konfirmasi dan/atau klarifikasi resmi dari kedua tokoh tersebut terkait Danantara, dan Pak Pandu juga sudah menyebut bahwa Dewan Pengawas hanya berisi orang Indonesia. Ini, menurut saya, merupakan salah satu miskomunikasi terkait Danantara. I mean, bayangkan bagaimana jika BUMN Jiwasraya yang dulu bangkrut dengan sengaja mencantum misalnya nama Warren Buffett sebagai salah satu personel perusahaan, padahal Opa Warren sendiri gak tahu apa-apa? Bukankah itu absurd??

Sehingga komunikasi publik terkait Danantara ini juga harus diperbaiki, atau masyarakat, investor, kurs Rupiah hingga pasar saham Indonesia akan terus bereaksi negatif terhadap Danantara itu sendiri. Dan jika itu yang terjadi maka kita semua yang akan dirugikan, termasuk anda-anda semua di Danantara.

Terakhir ketiga, saya sangat suka dengan kalimat more corporate and less politics yang bapak sebut sebagai dasar ide pembentukan Danantara, karena kita tahu bahwa pengelolaan BUMN selama ini memang kurang profesional, contohnya ya sekarang lagi ramai kasus dugaan korupsi di Pertamina. Namun ketika melihat nama-nama pengurus Danantara maka mohon maaf, tidak ada satupun figur yang murni profesional melainkan hampir semuanya merupakan politisi/kerabat politisi, serta pejabat publik aktif. Jadi dimana unsur less politics-nya? Kalau kita ambil contoh Temasek Singapura, maka perusahaan dipimpin oleh Lim Boon Heng, seorang ex politisi yang sudah berhenti sepenuhnya dari dunia politik pada tahun 2011, termasuk resign dari semua jabatan publik yang dia pegang, sebelum baru kemudian pada tahun 2013 diangkat sebagai chairman Temasek. Demikian pula Cheng Wai Kung dan Dilhan Pillay Sandrasegara, yang masing-masing menjabat sebagai co-chairman dan CEO Temasek, maka keduanya merupakan profesional keuangan serta lawyer, bukan politisi.

Sehingga ketika kemarin para taipan diundang ke acara peluncuran Danantara tapi hanya sedikit di antara mereka yang hadir, maka mungkin itu karena mereka juga melihat Danantara masih sangat kental unsur politiknya, karena nyatanya mereka yang murni pengusaha/bukan politisi tidak benar-benar dilibatkan. Problemnya disini tidak hanya diduga masih terdapat unsur politik dalam pembentukan Danantara itu sendiri, melainkan kenapa Danantara di-branding sebagai ‘The Next Temasek’, padahal dari komposisi pengurusnya saja berbeda seratus delapan puluh derajat? Jadi lagi-lagi terdapat problem di komunikasi, di mana yang disampaikan ke publik berbeda dengan yang tampaknya dilakukan.

Anyway di luar tiga poin komentar di atas maka sebenarnya banyak lagi yang ingin saya sampaikan berdasarkan penjelasan bapak. Tapi karena tulisannya sudah panjang maka untuk sekarang ini itu saja dulu.

Untuk minggu depan kita akan membahas update analisa untuk Bank BRI (BBRI).

***

Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi Q4 2024 sudah terbit! Dan sudah bisa dipesan disini. Tersedia diskon selama IHSG masih dibawah 7,500, serta gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q4 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 5 April 2025

Prospek Saham Adaro Minerals Indonesia (ADMR): Better Than ADRO?

Video Terbaru How to Invest in US Stocks - 2025

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Live Webinar Value Investing in US Stocks, Sabtu 15 Maret 2025

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI