Prospek Saham BUMN Setelah Pembentukan Danantara

Pada hari Kamis, 13 Februari kemarin, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan rencana peluncuran sovereign wealth fund (SWF) dengan nama Danantara, yang dijadwalkan akan dilakukan pada tanggal 24 Februari. Yang dimaksud dengan SWF itu sendiri, atau kalau di Indonesia disebut Badan Pengelola Investasi atau BPI, adalah lembaga yang mengelola penempatan investasi milik negara pada aset riil maupun aset keuangan, seperti saham, obligasi, logam mulia, hingga investasi alternatif seperti private equity dan/atau hedge fund, di seluruh dunia. Namun demikian dalam konteks Danantara maka seluruh investasinya akan ditempatkan di Indonesia, dalam rangka mendukung pembangunan di dalam negeri.

***

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 1 Maret 2025, pukul 08.00 – 10.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

***

Kemudian, meski cerita tentang Danantara ini sudah beredar luas sejak lama, namun belum ada sumber resmi dari Pemerintah itu sendiri yang secara rinci menjelaskan, sebenarnya Danantara ini apa sih? Tujuannya apa? Direksi dan komisarisnya siapa saja? Mekanisme pengelolaan dananya bagaimana? Dan bahkan website resminya, danantara.id, juga masih dalam tahap konstruksi ketika artikel ini diposting. Meski demikian, jika kita runut pernyataan-pernyataan dari Presiden serta pejabat terkait di media tentang Danantara itu sendiri, maka bisa disimpulkan sebagai berikut.

Unofficial logo of Danantara

Jadi, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara, adalah perusahaan super-holding yang akan membawahi setidaknya tujuh BUMN besar di Indonesia, yakni Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI, PLN, Pertamina, Telkom, dan MIND ID, di mana saham milik Pemerintah di tujuh BUMN tersebut akan dialihkan ke Danantara, dengan mekanisme yang mirip seperti dulu Inalum, Antam, PT Timah, dan PT Bukit Asam digabung menjadi satu perusahaan holding tambang, yang kemudian diberi nama MIND ID (Cerita pembentukan MIND ID bisa dibaca lagi disini). Dengan cara inilah, Danantara akan otomatis menjadi perusahaan investasi yang amat sangat besar dengan total asset under management lebih dari $500 miliar, yang merupakan gabungan aset dari BUMN-BUMN dibawahnya, namun ini bukan berarti Bank Mandiri dkk akan dibubarkan melainkan perusahaan akan tetap beroperasi seperti biasa. Sama seperti dulu ketika MIND ID dibentuk, maka PT Aneka Tambang dkk juga tetap beroperasi seperti biasa. Hanya bedanya, jika sebelumnya para BUMN ini setor dividen ke Pemerintah, maka mereka nantinya akan setor dividen ke Danantara, untuk kemudian akan diinvestasikan kembali ke berbagai sektor strategis. Danantara sendiri akan dipimpin oleh Muliaman Darmansyah Hadad, ex deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) sekaligus ex Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta sejumlah nama lain baik dari kalangan politisi maupun profesional.

Dan berikut beberapa komentar penulis.

Pertama, tujuan utama pembentukan Danantara ini kemungkinan untuk mem-by pass peran APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dalam hal menggunakan dividen yang disetor BUMN untuk pembangunan. Jadi kan selama ini ketika BUMN bayar dividen maka yang menerimanya adalah Pemerintah, di mana dividen tersebut kemudian dicatat sebagai penerimaan negara bukan pajak di APBN. Sehingga ketika dividen tersebut hendak dibelanjakan lagi untuk membangun infrastruktur dll, maka juga harus melalui proses perumusan APBN. Nah, tapi dengan sekarang dividen tersebut disetor ke Danantara, maka Danantara bisa dengan segera menggunakan uangnya untuk berinvestasi dan/atau mendanai program-program Pemerintah termasuk Makan Bergizi Gratis (MBG), proyek strategis nasional termasuk Ibukota Nusantara (IKN), dan seterusnya. Jadi terdapat efisiensi waktu serta birokrasi disini.

Kemudian, meski pembentukan Danantara berpotensi menimbulkan celah untuk korupsi oleh pengelolanya, terutama karena pengawasan terhadap Danantara ini sangat berbeda dibanding pengawasan terhadap APBN yang dilaksanakan secara berlapis oleh eksekutif, legislatif, hingga BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), tapi penulis coba ambil sisi positifnya: Jika Danantara kedepannya bisa secara rutin merilis laporan yang diaudit oleh auditor independen terkait penggunaan dana dividen BUMN yang mereka terima, serta bagaimana hasil investasinya apakah untung atau rugi berapa persen, maka itu akan membantu masyarakat untuk ikut mengawasi Danantara ini, dan dengan demikian akan meredakan kekhawatiran akan potensi tindak pidana korupsi itu tadi.

Kedua, terkait dampak pembentukan Danantara terhadap BUMN-BUMN yang nantinya akan menjadi anak usaha dari Danantara itu sendiri, maka penulis melihat dua kemungkinan. Pertama, BUMN akan diarahkan untuk bekerja lebih keras untuk menghasilkan pendapatan dan laba bersih yang lebih besar, sehingga otomatis akan bisa setor dividen lebih besar pula. Dan jika demikian, plus dengan asumsi bahwa Danantara memang mampu mendorong anak-anak usahanya untuk berkinerja lebih baik, maka prospek BUMN di bawah Danantara juga jadi lebih baik. However, masih ada kemungkinan kedua: BUMN diharuskan untuk setor dividen lebih besar, tidak peduli kinerjanya bagus atau tidak. Misal kita ambil contoh Bank BRI (BBRI), penyumbang dividen terbesar yang untuk tahun buku 2023 membayar dividen senilai total Rp48 triliun, setara 80% laba bersihnya. Maka jika Danantara menuntut setoran lebih besar, kedepannya BBRI akan menaikkan rasio dividennya menjadi 85%, 90%, atau bahkan 100% laba bersihnya, dan jika demikian maka BBRI akan menjadi perusahaan mature yang ekuitasnya tidak akan bertumbuh lagi, karena tidak ada lagi sisa laba bersihnya yang bisa digunakan untuk ekspansi perusahaan. Dan jika Danantara memilih untuk mengambil ‘jalan pintas’ seperti ini, maka prospek jangka panjang BUMN menjadi tidak bagus.

Di sisi lain kalau ada yang bilang bahwa ini bisa bikin BUMN bangkrut, maka itu jelas berlebihan. Karena kalaupun kita anggap manajemen Danantara ini gak becus kelola dana, namun peran mereka disini lebih ke pengelola hasil dividen yang disetor oleh BUMN, jadi bukan ikut campur ke detail operasional BUMN itu sendiri, sekali lagi sama seperti PT Aneka Tambang dkk yang tetap memiliki direksi dan komisarisnya masing-masing yang bekerja secara independen, meski perusahaan sekarang berada di bawah naungan MIND ID.

Anyway, kembali karena keterbatasan informasi, maka penulis belum bisa berkomentar lebih jauh kecuali seperti yang sudah disampaikan di atas, dan bahkan itupun bisa saya revisi lagi nanti jika ada informasi baru. Jadi melalui postingan ini penulis menyarankan ke Pemerintah (Komdigi? Kantor Komunikasi Kepresidenan? KemenBUMN?) untuk segera merilis informasi resmi serta rinci yang menjelaskan soal Danantara ini, sekaligus untuk meredakan banyak isu dan rumor negatif di masyarakat. Jadi jangan Danantara ini tau-tau diluncurkan, padahal website-nya saja masih zonk. Kami tunggu.

***

Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi Q4 2024 sudah terbit! Dan sudah bisa dipesan disini. Tersedia diskon selama IHSG masih dibawah 7,500, serta gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

Anonim mengatakan…
pak teguh, kalo itu kan untuk di sahamnya.. nah kalo untuk rdpunya sendiri gimana pak? apakah jadi tidak dijamin pemerintah karena sudah tdk ada tanggung jawab atau bagaimana pak?...
Teguh Hidayat mengatakan…
Dana tabungan masyarakat di bank-bank BUMN tetap dijamin oleh LPS seperti biasa.
Anonim mengatakan…
Danantara dibuat untuk membantu bumn sakit atau sedang sakit, dengan cara inject dana ke Bumn Karya nya

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q4 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 1 Maret 2025

Prospek Saham Adaro Minerals Indonesia (ADMR): Better Than ADRO?

Video Terbaru How to Invest in US Stocks - 2025

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Live Webinar Value Investing in US Stocks, Sabtu 15 Maret 2025

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI