Analisa Fundamental Sudah Mati? Investor Mending Beli Saham Bandar Saja?

Pak Teguh, ada yang bilang analisa fundamental di Bursa Efek Indonesia (BEI) itu sudah mati, value investing is dead, bisa lihat sendiri saham-saham berkinerja bagus termasuk yang blue chip sekalipun cenderung turun, sedangkan saham-saham milik grup konglomerasi tertentu justru naik banyak sampai ratusan persen, tak peduli meski valuasinya amat sangat mahal. Jadi lebih baik kita sebagai investor ikut arus saja dengan beli saham-saham grup tersebut. Menurut bapak gimana?

***

Ebook Market Planning edisi Januari 2025 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda bisa memperolehnya disini, gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member, dan tersedia diskon selama IHSG masih di bawah 7,500.

***

Jawab:

Betul belakangan ini ramai lagi istilah value investing is dead, tapi sebetulnya ini bukan kali pertama istilah tersebut muncul. Dulu di tahun 2021 ketika terjadi euforia bank digital di mana saham-saham seperti Bank Jago (ARTO), Allo Bank Indonesia (BBHI), Bank Neo Commerce (BBYB), Bank MNC Internasional (BABP) naik sangat tinggi, demikian pula ada perusahaan bank digital baru IPO langsung terbang seperti Bank Aladin Syariah (BANK), maka banyak juga yang bilang value investing is dead. Ini karena saham-saham bank digital tersebut sama sekali tidak memiliki kinerja fundamental yang bagus, malah banyak juga yang justru rugi, prospeknya gak jelas, udah gitu secara valuasi juga sangat mahal, sehingga para investor aliran value investing termasuk kami di Avere Investama gak mungkin beli saham ARTO dkk. Nah, tapi ketika ARTO kemudian justru naik berlipat-lipat ketika mayoritas saham-saham lainnya di BEI gak kemana-mana di tahun 2021 tersebut, maka kemudian muncul istilah itu tadi: Analisa fundamental gak ada gunanya, mending kita beli saham bank digital saja.

Tapi sekarang anda bisa lihat sendiri, berapa harga saham ARTO dkk jika dibandingkan dengan puncaknya di tahun 2021 lalu??

Kemudian sebelum tahun 2021 itu pun, maka penulis masih ingat dulu di awal dekade 2010-an ramai orang bilang, daripada beli saham ini itu yang beneran berfundamental bagus, mending beli Bumi Resources (BUMI) saja! Atau juga saham-saham milik Grup Bakrie lainnya. Dan memang pada saat itu ketika saham seperti Astra International (ASII), Unilever (UNVR), hingga Bank BRI (BBRI) naiknya tampak pelan-pelan, maka BUMI ini naik paling kenceng sendiri, yakni dari 400 di tahun 2008 hingga sempat hampir tembus 4,000 di tahun 2011, aka dalam waktu tiga tahun lompat nyaris 10 kali lipat! Jadi ya ngapain beli ASII? TLKM?? Udah paling bener BUMI saja, atau saudara-saudaranya yang masih satu grup seperti Darma Henwa (DEWA), Energi Mega Persada (ENRG), Bakrie Sumatera Plantations (UNSP), dst. Alhasil BUMI kemudian mendapat julukan legendaris yang semua investor angkatan lawas pasti hafal: Saham sejuta umat.

Nah, tapi balik lagi, berapa harga saham BUMI hari ini?? Padahal saham ini pernah menjadi primadona investor, atau lebih tepatnya spekulan, pada masanya.

Sehingga, ketika sekarang ramai lagi ajakan untuk beli saham-saham dari perusahaan milik grup konglomerasi tertentu, plus pernyataan bahwa value investing is dead, maka penulis harus katakan: Jangan lupa dulu ketika ramai bank digital. Sedangkan bagi anda investor yang lebih berpengalaman, maka jangan lupa dengan bagaimana dulu Grup Bakrie juga pernah menguasai bursa. Dan actually tidak hanya Bakrie, tapi pernah ada juga grup-grup besar lainnya yang saham-saham mereka naik tinggi secara tidak wajar (istilahnya digoreng) tapi ujungnya jeblok, atau lebih buruk lagi: Perusahaannya bangkrut/sahamnya delisting. Contohnya, anda masih ingat Grup Benny Tjokro dengan saham Hanson International (MYRX), Rimo International (RIMO), Armidian Karyatama (ARMY), Sinergi Megah Internusa (NUSA), Bliss Properti (POSA)? Silahkan cek sendiri, apakah saham-saham tersebut hari ini masih diperdagangkan atau tidak.

Strategi Untuk Saham BREN dkk

Hanya memang, berbeda dengan era 2010 - 2020 di mana kita investor fundamentalis masih memiliki banyak pilihan saham bagus yang tetap bisa naik sendiri, tak peduli saham-saham bandar merajalela, maka setelah pandemi kita tahu ada banyak 'emiten fundamental' termasuk yang besar-besar seperti HM Sampoerna (HMSP), Telkom (TLKM), dan UNVR, yang kinerja labanya turun, dan alhasil sahamnya pun turun, dan penurunan mereka turut menyeret saham-saham blue chip lain yang sebenarnya kinerjanya masih bagus seperti ASII dan BBRI, sehingga menyeret IHSG secara keseluruhan untuk ikut turun. Jadi pada situasi inilah, keputusan untuk masuk ke saham-saham konglomerat yang sudah dua tahunan ini terbang tinggi seperti Barito Renewables (BREN), Amman Minerals (AMMN), dan Pantai Indah Kapuk (PANI), tampak masuk akal. Karena kalau kita bilang saham-saham itu tidak layak investasi, maka apakah itu artinya fundamental UNVR lebih bagus? Toh kinerja UNVR kalau untuk sekarang ini juga sama saja gak bagus bukan?? (gara-gara efek boikot yang gak berkesudahan).

Sehingga kalau ada investor yang akhirnya ikut arus dengan membeli BREN dkk, then I don’t blame them. Karena nyatanya kita bisa lihat sendiri mayoritas saham-saham lainnya di BEI gak kemana-mana, tak peduli meski kinerja fundamentalnya bagus, tidak hanya sejak tahun 2024 kemarin tapi lebih lama lagi.

Nah, tapi kalau anda termasuk yang ikut arus tersebut, maka penulis bisa kasih satu saran: Ingat bahwa seperti dulu ramai saham bank digital, Grup Bakrie, Benny Tjokro dst, maka meski kita tentunya tidak bisa menebak kapan, namun suatu hari nanti ‘saham-saham non fundamental’ yang anda beli tersebut juga akan anjlok, atau bahkan bisa delisting sama sekali seperti dulu MYRX dkk. Sehingga kalau suatu hari nanti saham yang anda pegang mulai turun signifikan maka segera jual, tak peduli posisinya profit atau cut loss! Jadi jangan pernah berpikir untuk menjadikan saham-saham tersebut sebagai investasi jangka panjang, pokoknya jangan! Atau anda akan bernasib sama seperti entah berapa ribu investor yang uangnya habis sama sekali (baca: rugi 100%) di banyak saham gorengan yang juga pernah berjaya di masa lalu.

Okey Pak Teguh, kalau bapak sendiri gimana? Apakah bapak juga ada beli BREN dkk tapi dengan strategi seperti yang bapak sebut di atas, yakni buat jangka pendek saja? Well, jawabannya tidak. Dulu di tahun 2016 penulis pernah satu kali bertindak melenceng dari ajaran guru besar kita semua, Warren Buffett, dengan membeli saham BUMI. Dan meski hasilnya tetap profit (meski gak banyak), tapi saya tidak akan lupa bagaimana selama berbulan-bulan itu saya tiap malam sulit untuk tidur nyenyak, karena saya sepenuhnya sadar bahwa BUMI ini very-very high risk. Padahal dana kelolaan kami ketika itu masih kecil, jauh lah kalau dibanding hari ini.

Sehingga sejak tahun 2024 kemarin, yang kami lakukan adalah diversifikasi ke pasar saham Amerika (US) di mana kaidah value investing disana masih berlaku, sembari menunggu pasar saham di dalam negeri kembali normal, meski kembali saya tegaskan bahwa ini bukan berarti kami pindah sama sekali, melainkan kami juga akan tetap berinvestasi di BEI seperti biasa, dan juga tetap pada saham-saham yang berfundamental bagus/valuasinya murah. Sedangkan bagi anda yang juga berkomitmen untuk tidak ‘ikut arus’ tapi di sisi lain tidak berminat dengan saham US, maka seperti yang penulis sampaikan kemarin, anda bisa diversifikasi ke instrumen yang lebih aman seperti 1. SBN (surat berharga negara), 2. Reksadana pendapatan tetap, dan 3. Reksadana pasar uang. Karena meski betul bahwa potensi profitnya hanya 4 – 5% per tahun, tapi itu tetap lebih baik dibanding IHSG yang hanya naik rata-rata 2.3% per tahun dalam lima tahun terakhir (2020 – 2024). Nanti saya bahas ini lebih lengkap deh.

Terakhir sebagai penutup, meski tadi di atas penulis katakan bahwa kita tidak bisa menebak kapan saham-saham konglomerat itu akan turun lagi, tapi biasanya salah satu tandanya adalah kalau sudah ada yang bilang value investing is dead itu tadi (tahun lalu istilah ini belum muncul, baru sekarang ramai lagi di medsos). Jadi mari kita lihat apakah di 2025 ini, saham-saham fundamental pada akhirnya akan mendapat gilirannya untuk naik. Mudah-mudahan.

Minggu depan kita akan bahas update prospek saham Bank BNI (BBNI), yang sudah rilis LK Q4 2024, dan hasilnya bagus.

***

Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi Q4 2024 akan terbit hari Senin, 10 Februari, dan sudah bisa dipesan disini. Tersedia diskon bagi yang memesan sebelum tanggal 10 Februari, serta gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

Anonim mengatakan…
Impact positive bagi investor aliran FA, selalu update berita kekinian. Krn itu bagian dari FA eksternal. Krn investor FA selalu rajin membaca. Antisipasi LK dampak FA eksternal. Krn FA eksternal, berdampak pd FA internal

- Pelaut tahu kapan berlayar. Krn tahu kapan badai datang (membaca cuaca)
- ⁠Petani Tahu Kapan menanam (siklus)
- ⁠Investor aliran FA tahu Analisis FA eksternal. Tahu kapan siklus ekonomi. Tahu kapan krisis ekonomi. Tahu sekali Emiten & Bisnisnya, industrinya, kompetitornya. Sustainibilitynya. Investor aliran FA murni : Tahu beberapa saham, bisa balik modal dari Deviden, kenaikan harga saham adalah bonus.

So, jika saham bagus semakin turun sangaat menyenangkan ( bahkan krisis ekonomi) krn bisa belanja saham bagus besar2an lagi krn focus pada deviden & emiten yg tetap sustain pertumbuhan RENI (Rev, Ebitda, Net Income).
Investor Aliran FA jarang melihat chart (krn itu impact), namun focus mengasah kemampuan membaca masa depan.
Anonim mengatakan…
Jika investor yg merasa aliran FA, nanti sering melihat chart, itu salah. Dia bukan investor aliran FA. Seharusnya investor aliran FA murni sering melakukan analisis FA Eksternal. Krn Analisis FA eksternal : Analisis masa depan, yg akan berdampak pada FA Internal (semua informasi dari IDX, terutama LK).
Anonim mengatakan…
FA eksternal Khusus Saham di luar : DeepSeek adalah Kompetitor saham Tech di USA bidang AI. Saham2 Tech USA akan siklus down (FA internal khususnya LK akan terdampak). Melakukan analisis FA eksternal (sumber dgn rajin membaca) adalah tugas utama investor FA murni. Yuks selalu mengasah kemampuan membaca masa depan krn itu akan berdampak pada chart yg akan terjadi dan LK yg akan release
Anonim mengatakan…
Saya Barnet : Mengajak para investor aliran FA murni selalu mengasah kempuan FA eksternal krn akan berdampak pada FA Internal dan chart yg akan terjadi

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q4 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 1 Maret 2025

Prospek Saham Adaro Minerals Indonesia (ADMR): Better Than ADRO?

Video Terbaru How to Invest in US Stocks - 2025

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Live Webinar Value Investing in US Stocks, Sabtu 15 Maret 2025

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI