Kenapa IHSG Susah Naik? Lalu Apa Saran Untuk Investor?
Hingga 31 Desember 2024 kemarin, IHSG ditutup di posisi 7,080, turun -2.7% di sepanjang tahun 2024. Jadi jika anda sebagai investor merasa bahwa tahun 2024 kemarin sulit untuk meraih keuntungan, maka penulis bisa katakan, it’s not on you, tapi memang pasar sahamnya yang sedang turun. However jika kita tarik lebih jauh ke belakang maka terdapat fakta menarik: IHSG hanya naik total +12% dalam lima tahun terakhir (2020 – 2024), yakni dari posisi 6,300 hingga 7,080, dan ini sangat berbeda dengan misalnya periode 2010 – 2014 di mana IHSG naik total +106% dari posisi 2,534 ke 5,227. Perlambatan pertumbuhan IHSG baru mulai terjadi pada periode 2015 – 2019 di mana IHSG juga hanya naik total +21% selama lima tahun, dan kembali melambat di periode 2020 – 2024 ini dengan total kenaikan +12% seperti disebut di atas. So what happened?
***
Ebook Market Planning edisi Januari 2025 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda bisa memperolehnya disini, gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member, dan tersedia diskon selama IHSG masih di bawah 7,500.
***
Dan sebelum kita membahas soal IHSG itu sendiri, penulis juga hendak menunjukkan fakta lain: Indeks LQ45, yang lebih mencerminkan arah pasar Indonesia karena merupakan rangkuman pergerakan dari 45 saham bluechip paling likuid di bursa, turun signifikan di sepanjang tahun 2014, tepatnya -14.8%. Dan kalau ditarik hingga lima tahun ke belakang, maka antara 2020 – 2024, Indeks LQ45 turun total -18.5%, aka jauh lebih buruk dibanding IHSG yang masih naik +12.4% pada periode yang sama. Malah posisi Indeks LQ45 pada akhir 2024 yakni 827, itu sudah lebih rendah dibanding posisinya pada bulan April 2013 lalu yakni 857. Sehingga jika kita lihatnya Indeks LQ45 ini, maka kesimpulannya, jangankan naik, pasar saham Indonesia justru turun, tidak hanya di 2024 tapi sudah sejak April 2013, alias sudah hampir 12 tahun. Dan memang kalau anda lihat lagi harga-harga saham di BEI, maka kecuali big four banking (BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI), dan saham-saham milik grup konglomerat tertentu, maka hampir semua saham lainnya di BEI justru turun signifikan, atau kalaupun naik tapi hanya naik sedikit saja, tidak hanya di tahun 2024 ini tapi sudah sejak tahun-tahun sebelumnya.
Sehingga, meski tentunya akan selalu ada saja investor, trader, dan juga asset management (reksadana) yang mencatatkan kinerja investasi positif, tapi sebagian besar pelaku pasar justru menderita kerugian dari saham-saham di BEI dalam lima, sepuluh tahun terakhir. Dan penulis sendiri harus mengakui bahwa kami di Avere Investama dalam lima tahun terakhir ini menghasilkan kinerja yang tidak sebagus di masa lalu (sebelum pandemi, kami rata-rata profit lebih dari 30% per tahun), termasuk sempat merugi di tahun 2023 lalu.
Kinerja profit/loss Avere Investama termasuk dividen dibandingkan IHSG, lima tahun terakhir. |
Jadi pertanyaannya sekali lagi, sebenarnya apa yang terjadi? Dan apakah pasar saham Indonesia akan tetap seperti ini untuk kedepannya? Lalu apa saran untuk investor? Nah, mari kita cek lagi fakta-fakta pentingnya, satu per satu.
Pertama-tama kembali ke tahun 2012 lalu di mana penulis untuk pertama kalinya mengadakan seminar investasi saham, di mana salah satu materinya adalah sebagai berikut: IHSG bisa saja turun di tahun-tahun tertentu, tapi pada akhirnya dia akan naik lagi. Dan jika dirata-ratakan dalam jangka panjaaaang sejak diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 1983 lalu dengan posisi awal 100, hingga tahun 2012 di posisi 3,000an, maka IHSG rata-rata naik 10 – 12% per tahun, sudah termasuk tahun-tahun krisis seperti 1998 dan 2008. Kemudian jika dirata-ratakan pula, maka IHSG memang akan turun setiap tiga tahun sekali. Yang itu artinya, jika kita melihat IHSG turun pada satu tahun tertentu maka tidak usah panik, karena itu justru merupakan kesempatan di mana IHSG akan naik banyak di dua tahun berikutnya. And indeed, meskipun setelah itu pada tahun 2013 dan 2015-nya IHSG sempat turun masing-masing -1% dan -12%, tapi di tahun-tahun setelahnya IHSG selalu naik lebih tinggi, dalam hal ini naik masing-masing 22% dan 15% pada tahun 2014 dan 2016.
However ketika dikatakan bahwa ‘IHSG naik rata-rata 10 – 12% per tahun’, maka kalau melihat kinerja IHSG sejak tahun 2020 sampai hari ini, jelas kalimat tersebut perlu direvisi. Karena faktanya IHSG bukan naik rata-rata 12% per tahun, melainkan hanya naik total 12% dalam lima tahun (jadi rata-ratanya cuma 2.3%, alias kalah dibanding inflasi). Dan kalau ada pertanyaan, kenapa IHSG bisa sangat-sangat underperform seperti itu? Maka jawabannya ada banyak faktor, tapi inilah yang penulis hendak tunjukkan: Sebenarnya ini bukan kali pertama IHSG jalan di tempat seperti itu, melainkan dulupun antara tahun 1990 hingga 1997, IHSG flat di rentang 600 – 700, sebelum kemudian anjlok ke posisi 100 di tahun 1998 karena krisis moneter ketika itu, lalu naik hingga balik lagi ke posisi 700 di tahun 2003. Sehingga, yep, dulu juga IHSG pernah gak kemana-mana selama total 13 tahun, yakni dari 1990 hingga 2003, di mana dia baru cetak all time high lagi pada tahun 2004-nya. Sebaliknya ada juga masa-masa di mana IHSG naik sangat banyak, yakni periode 1983 – 1990 di mana IHSG melejit dari 100 hingga 600, dan tentunya periode 2004 – 2014 ketika IHSG terbang dari 700 hingga tembus 5,000, sehingga sukses ‘melahirkan’ banyak investor legendaris seperti Bapak Lo Kheng Hong (LKH), Bapak Haiyanto, dst. Unfortunately bagi investor yang baru masuk pasar sejak tahun 2015 sampai hari ini, maka penulis sendiri harus mengakui bahwa investasi saham akhir-akhir ini sangat sulit, beda banget dengan zaman saya masih pemula dulu di awal dekade 2010-an.
Menariknya, ternyata tidak hanya IHSG yang bisa selama bertahun-tahun gak kemana-mana atau malah justru turun, melainkan Warren Buffett pun pernah menyebut bahwa Indeks Dow Jones di Amerika Serikat pernah selama 17 tahun jalan di tempat, dan pada masa-masa itu sangat sulit bagi investor manapun untuk meraup keuntungan, tapi di sisi lain ada juga masa-masa di mana Dow Jones dkk naik banyak. Sehingga bagi para full time investor, maka mereka mau tidak mau harus siap dengan situasi sulit tersebut, tidak hanya selama 1 – 2 tahun tapi bisa jauh lebih lama dari itu. Di sisi lain jika kita selama itu mampu bertahan (sesekali rugi gak apa-apa, asal jangan sampai modalnya habis sama sekali), maka ketika akhirnya nanti periode paceklik ini berakhir, kita akan bisa menjadi LKH-LKH berikutnya!
Alternatif Investasi Selain Saham
Problemnya, kita tidak tahu kapan masa-masa sulit ini akan berakhir, dan bukan tidak mungkin tahun 2025 ini akan sama saja seperti 2020 – 2024 lalu, demikian pula untuk 2026, 2027, dan seterusnya. Karena itulah, meski penulis dan seluruh tim Avere Investama sampai hari ini masih tetap berinvestasi di saham Indonesia seperti biasa, namun sembari menunggu pasar saham di dalam negeri recover maka sudah sejak tahun 2024 kemarin kami mulai diversifikasi ke pasar saham US. Dan demikian pula penulis perhatikan investor profesional lainnya juga diversifikasi ke crypto/bitcoin dll (namun kami tidak invest di crypto, hanya saham saja). However bagi anda investor paruh waktu yang normalnya tidak punya cukup waktu untuk mengerjakan analisa dll, maka inilah sarannya: Anda bisa diversifikasi ke instrumen yang lebih aman seperti 1. SBN (surat berharga negara), 2. Reksadana pendapatan tetap, dan 3. Reksadana pasar uang. Karena meski betul bahwa potensi profitnya hanya 4 – 5% per tahun, tapi itu tetap lebih baik dibanding IHSG yang, seperti disebut di atas, hanya naik rata-rata 2.3% per tahun dalam lima tahun terakhir. Dan jika anda sejak awal sudah investasi di SBN dan reksadana (tapi bukan reksadana saham, karena itu sama saja dengan IHSG), then keep it that way, jadi gak usah buru-buru pindah ke saham.
Berikut kinerja IHSG, indeks reksadana (diambil dari Bareksa.com), dan indeks-indeks penting lainnya di sepanjang tahun 2024. Perhatikan bahwa semua indeks mencatat kinerja negatif kecuali indeks reksadana pendapatan tetap, dan reksadana pasar uang. Mungkin perlu penulis tambahkan pula bahwa di tahun-tahun sebelumnya pun, reksadana pendapatan tetap dan pasar uang mampu untuk secara konsisten menghasilkan profit meski kecil, dalam hal ini 2 – 4% per tahun, tapi itu lebih baik dibanding tidak profit sama sekali. Klik gambar untuk memperbesar.
Okay Pak Teguh, kalau bapak sendiri ada investasi reksadana juga? Nggak, kami akan tetap fokus di saham, dalam hal ini saham Indonesia dan juga US, karena dua hal. Pertama, meski betul sepuluh tahun ini terasa sulit tapi ada juga tahun-tahun di mana kami profit besar misalnya di tahun 2022, thanks to booming batubara ketika itu. Sehingga, meski kami tentunya tidak tahu kapan bisa profit besar lagi, namun peluang profit tersebut akan selalu terbuka entah itu di tahun 2025 ini, atau 2026 nanti. Dan kedua, meski ini memang tidak mudah, namun kami masih mencoba untuk melihat jauuuuh ke depan di mana pada akhirnya nanti kita akan kembali ke masa-masa di mana IHSG terbang tinggi, sama seperti periode 2004 – 2014 lalu. Dan ingat bahwa periode di mana IHSG/Indeks LQ45 flat ini sudah berjalan sangat lama hingga belasan tahun, jadi siapa yang tahu bahwa tahun 2025 ini akan menjadi tahun di mana masa-masa sulit selama ini akhirnya berakhir juga?
Namun demikian sekali lagi, tidak ada jaminan bahwa kinerja IHSG/Indeks
LQ45 yang terbilang buruk selama ini akan berbalik positif di tahun 2025 ini,
sehingga untuk lebih amannya maka anda bisa diversifikasi ke instrumen
investasi yang disebut di atas. Okay, lalu bagaimana dengan crypto? Logam
mulia? Well, itu juga boleh karena nyatanya dua itu juga naik banyak, namun anda bisa lihat sendiri dua
jenis asset class itu pergerakan harganya terbilang fluktuatif, malah lebih
fluktuatif dibanding saham. Jadi jika anda juga seperti penulis yang lebih
mengutamakan safety ketimbang profit itu sendiri, maka tetap SBN dan
reksadana pendapatan tetap/pasar uang lebih disarankan sembari menunggu IHSG
kita pulih lagi. Secepatnya, mudah-mudahan.
***
Mulai tahun 2025 Avere Investama meluncurkan program US Stocks Copytrade di mana anda bisa mengikuti saham-saham US apa saja yang kami beli, hold, dan jual, lengkap dengan analisa serta strateginya. Info lengkap baca disini.
Komentar