Peluang Profit dari Perusahaan Otomotif Terbesar Keempat di Dunia

Ketika tiga hari lalu kita membahas prospek saham Grab Holdings Ltd (GRAB) di Bursa Amerika Serikat (US), padahal GRAB itu sendiri bukan perusahaan US melainkan Singapura, maka sebenarnya penulis sekaligus hendak menunjukkan bahwa di pasar saham US itu kita tidak hanya bisa berinvestasi pada saham dari perusahaan US saja, melainkan juga dari perusahaan-perusahaan terbesar di seluruh dunia. Nah, jadi setelah dari Singapura sekarang kita beralih ke Eropa, untuk membahas satu perusahaan yang juga merupakan salah satu yang terbesar di dunia di bidangnya: Stellantis NV. Okay kita langsung saja.

***

Jadwal Seminar Tatap Muka How to Invest in US Stock, Jakarta, Sabtu 18 Januari 2025, pukul 11.00 – 17.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini, tersedia diskon bagi yang mendaftar sebelum tanggal 1 Januari 2025.

***

Stellantis NV (STLA) adalah perusahaan yang, meski sebagian besar investor mungkin belum tahu itu perusahaan apa, namun per akhir 2023 lalu merupakan pemain otomotif terbesar keempat di dunia dari sisi nilai pendapatan, di belakang Toyota, Volkswagen Group, dan Hyundai Group. STLA adalah pemilik dari banyak merk-merk mobil populer di Eropa seperti Fiat, Maserati, Peugeot, dst. Perusahaan berdiri pada tahun 2021 sebagai hasil merger antara dua raksasa otomotif Eropa, yakni Fiat Chrysler Automobiles NV (FCA) asal Italia, dan Peugeot SA asal Perancis. FCA sendiri berdiri pada tahun 2012 juga sebagai hasil merger antara Fiat SpA asal Italia, dan Chrysler Group asal Amerika Serikat. Sehingga Stellantis merupakan gabungan antara dua perusahaan otomotif terbesar di Italia dan Perancis, plus satu perusahaan otomotif salah satu yang terbesar di US, dan itulah kenapa meskipun perusahaan terdaftar dan berkantor pusat di Eropa, tepatnya di Belanda, namun mereka juga memegang merk-merk mobil populer asal US seperti Chrysler, Jeep, dan Dodge. STLA terdaftar di tiga bursa saham sekaligus yakni Borsa Italiana, Euronext Paris, dan New York Stock Exchange atau NYSE (dan kita bisa beli sahamnya melalui NYSE ini), dan menjual produk-produknya ke seluruh dunia termasuk Jeep dan Maserati di Indonesia. STLA dipimpin oleh John Elkann yang merupakan cucu dari mendiang Gianni Agnelli, pemilik dari Fiat Group dan klub sepakbola Juventus FC. Dan Mr. Elkann adalah juga chairman di Ferrari NV (RACE), perusahaan pemilik merk mobil sport Ferrari yang terkenal itu, yang juga dimiliki oleh Keluarga Agnelli namun tidak ditempatkan di bawah STLA.

Oke, lanjut, dan sekarang kita bahas tentang sektor otomotif itu sendiri. Kalau anda perhatikan, dalam beberapa tahun terakhir ini di seluruh dunia termasuk Indonesia, kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) sudah mulai menggantikan kendaraan berbahan bakar minyak, dan banyak yang memprediksi bahwa kedepannya semua mobil dan motor bensin akan ‘punah’ sama sekali, digantikan oleh EV. Dan dalam hubungannya dengan pasar modal US, maka imbasnya investor lebih menyukai saham-saham dari perusahaan EV seperti Tesla, Inc (TSLA), Rivian Automotive, Inc (RIVN), dan Nio, Inc (NIO), ketimbang perusahaan otomotif tradisional seperti Toyota Motor Corp (TM), General Motors Co (GM), dan Ford Motor Co (F) yang dianggap sudah ‘ketinggalan jaman’, dan itulah kenapa valuasi saham TSLA dkk jauh lebih mahal dibanding TM dkk. Karena meskipun Toyota dkk juga ikut masuk ke pengembangan EV, tapi progress-nya sejauh ini tidak secepat yang dikerjakan oleh Tesla dkk, yang sejak awal sudah langsung fokus ke EV saja.

Nah, lalu bagaimana dengan STLA? Well, sebagai gabungan dari Fiat, Peugeot, dan Chrysler yang tiga-tiganya merupakan perusahaan otomotif lawas, maka STLA juga masuk grup ketinggalan jaman itu tadi, dan itulah kenapa valuasi sahamnya selama ini juga sama murah. However setelah perusahaan pada Semester I 2024 mencatat laba bersih €5.6 miliar, anjlok -48.3% dibanding periode yang sama tahun 2023 sebesar €10.9 miliar, maka jadilah sahamnya jeblok dari $29.40 pada bulan Maret 2024 lalu, hingga sekarang tinggal $13.86. Nah, tapi berapa valuasi STLA kalau pada harga sahamnya sekarang? Cuma PBV 0.47 kali. Sebagai perbandingan ketika artikel ini ditulis, PBV Toyota tercatat 1.02 kali, General Motors 0.81 kali, dan Ford 0.93 kali.

Sehingga, bahkan jika dibandingkan dengan valuasi Toyota dkk, maka valuasi STLA ini tetap jauh lebih murah meski memang itu ada penjelasannya, yakni karena laba bersihnya anjlok tadi. Tapi dari sini kita bisa lihat pula bahwa jika di tahun 2025 nanti laba STLA kembali naik seperti biasanya (sebelum turun di tahun 2024 ini, maka antara tahun 2020 dan 2023 laba bersih STLA konsisten naik terus), maka sahamnya akan naik dengan mudah karena valuasinya yang sudah sangat terdiskon itu tadi. Dan ingat pula bahwa diluar penurunan kinerja keuangannya, maka STLA tidak mengalami masalah apapun dan masih tetap beroperasi bikin mobil seperti biasa.

Jadi pertanyaannya sekarang ada tiga. Pertama, sebenarnya apa penyebab kinerja STLA tiba-tiba turun di tahun 2024 ini? Kedua, apakah di 2025 nanti kinerja tersebut berpeluang untuk tumbuh lagi? Terakhir ketiga sekaligus yang terpenting, apakah STLA ada upaya pengembangan ke EV juga?

Dan jawabannya bisa kita temukan di laporan keuangan perusahaan. Pertama, penurunan laba bersih STLA disebabkan oleh kombinasi dari 1. Penurunan pendapatan sebesar -13.6% imbas dari penurunan volume pengiriman kendaraan terutama untuk pasar di Kawasan Amerika Utara dan Eropa, yang disebabkan oleh keterlambatan produksi dan penyesuaian persediaan (inventory adjustment), karena adanya transisi dari aktivitas produksi kendaraan bensin ke EV, dan 2. Kenaikan biaya restrukturisasi termasuk pengurangan jumlah karyawan, yang dalam jangka panjangnya bertujuan untuk efisiensi.

Kedua, soal apakah labanya bisa naik lagi di 2025 nanti, maka sayangnya tidak ada petunjuk ke arah tersebut, malah ada kemungkinan pendapatan perusahaan akan kembali turun justru karena adanya transisi ke EV itu tadi, yang sejauh ini cukup sukses di mana hingga akhir Oktober 2024, STLA sudah menjadi pemimpin industri EV di Eropa dengan pangsa pasar 35.7%, menggeser Volkswagen Group. Dan ketiga, apakah STLA ada bikin mobil EV juga, maka itu sudah dijawab di atas: Ada, tapi itu justru bikin kinerja perusahaan turun. Sebenarnya kalau untuk jangka panjang hingga tahun 2030, maka STLA sudah memiliki blue print yang terangkum dalam presentasi berjudul Dare Forward 2030, di mana perusahaan mentargetkan pendapatan €300 miliar (berbanding $190 miliar di tahun 2023), laba bersih €30 miliar (berbanding €18 miliar di tahun 2023), dan memproduksi 100% mobil EV untuk pasar Eropa, serta 50% mobil EV untuk pasar Amerika Utara. Namun dalam perjalanannya maka meskipun secara operasional STLA sudah sukses menjadi market leader EV di Eropa, namun pendapatan dan labanya secara keseluruhan justru turun lumayan drastis di 2024 ini. Sehingga kalaupun kita optimis bahwa STLA akan bisa mencapai target jangka panjangnya di atas, namun dalam jangka pendek dan menengahnya maka terdapat risiko penurunan kinerjanya di 2024 ini akan berlanjut di 2025 nanti.

STLA Bakal Bayar Dividen Jumbo??

Nah, tapi sekarang kita ke bagian menariknya. Pertama, terlepas dari penurunan kinerjanya di tahun ini namun saham STLA juga memang sudah turun, dan sudah price in (selaras) penurunan kinerja tersebut. Sehingga kalau di LK berikutnya untuk tahun penuh 2024 yang akan dirilis bulan Februari 2025 nanti perusahaan menunjukkan perbaikan kinerja, dan tetap ada peluang untuk itu, maka sahamnya akan naik lagi dengan mudah. Kedua, kalau melihat keseriusan upaya manajemen untuk masuk ke industri EV, maka STLA secara sentimen lebih mirip dengan Tesla dkk ketimbang Toyota dkk, dan cuma soal waktu sebelum investor menyadari hal itu, plus bonus kualitas fundamental yang biar bagaimanapun masih lebih bagus dibanding Rivian atau Nio yang sampai hari ini masih bakar duit.

Ketiga, manajemen sudah berkomitmen untuk membayar dividen sebesar setidaknya €6.7 miliar atau setara lebih dari $2 per saham, kemungkinan bulan April 2025 nanti, yang mencerminkan yield 14% berdasarkan harga sahamnya saat ini, which is very, very large! Dan keempat, sejak Februari 2024 lalu manajemen sudah mengalokasikan €3 miliar untuk buy back saham di mana sampai dengan bulan Juni-nya mereka sudah menggunakan €2 miliar diantaranya, jadi masih ada sisa €1 miliar lagi. Dan meskipun aksi buy back ini tidak mencegah sahamnya untuk turun, tapi ini jelas menunjukkan bahwa pihak pemilik STLA sendiri cukup optimis dengan prospek jangka panjang perusahaan. Dan kalau mereka berani beli saham STLA pada harga $20 – 30 (harga saham STLA antara bulan Februari dan Juni 2024), maka kenapa kita gak berani beli saham yang sama tapi pada harga $13 saja??

Kesimpulannya, well, jika berdasarkan pertimbangan dividennya saja, maka terdapat peluang STLA akan rebound ke posisi $15 – 17, yang mencerminkan upside 8 – 22% dari harganya saat ini, dan tentunya dia bisa naik lebih tinggi dari itu jika pada laporan keuangan terbarunya yang dirilis Februari 2025 nanti perusahaan mencatatkan kinerja yang lebih baik dari saat ini, mungkin bisa sampai $19 – 20. Kemudian kalau melihat pergerakan harga sahamnya di moment pembayaran dividen sebelumnya di bulan April 2023 dan April 2024 lalu, di mana sahamnya akan sudah naik banyak beberapa bulan sebelum pembayaran dividennya itu sendiri, maka waktu terbaik untuk masuk adalah sekarang (bulan Desember), lalu keluarnya justru di bulan Maret atau April 2025 nanti, sehingga kita tidak ambil dividennya, tapi kita akan dapat capital gain yang nilainya justru lebih besar dari sekedar $2 per saham. Penulis sendiri sering menerapkan strategi seperti ini pada saham-saham dengan dividend yield besar di Indonesia, yang sudah pernah saya jelaskan disini.

Anyway, risikonya disini adalah jika pada Februari 2025 nanti, STLA melaporkan kinerja yang turun lebih dalam lagi dibanding saat ini, dan itu bisa bikin sahamnya lanjut turun bahkan jika pada saat itu manajemen sudah mengumumkan dividennya. Di sisi lain jika dibandingkan dengan SoFi Technologies Inc (SOFI) atau Grab Holdings Ltd (GRAB) yang kita bahas kemarin, maka potensi profit di STLA ini relatif tidak besar, maksimalnya hanya sampai 40% saja yakni jika sahamnya naik ke $19 – 20, dan untuk saat ini juga tidak ada opsi untuk hold sahamnya untuk jangka panjang (baca: Anda harus jual lagi sahamnya pada bulan April 2025 nanti), kecuali jika di LK 2025-nya nanti labanya berbalik naik. Jadi jika anda berminat maka gunakan dana secukupnya saja.

***

Mulai tahun 2025 Avere Investama meluncurkan program US Stocks Copytrade di mana anda bisa mengikuti saham-saham US apa saja yang kami beli, hold, dan jual, lengkap dengan analisa serta strateginya. Info lengkap baca disini.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Prospek Saham Adaro Minerals Indonesia (ADMR): Better Than ADRO?