Saya Sudah Invest di Saham US, Tapi Bagaimana Jika Dow Jones Crash??

Ketika penulis mulai berinvestasi di saham-saham Amerika Serikat (US) beberapa waktu lalu, maka ada satu pertanyaan yang mengganjal: Kita tahu bahwa New York Stock Exchange (NYSE) dan juga Nasdaq sudah bubble di mana valuasi saham-saham mega caps di sana sudah sangat mahal dengan PER mencapai puluhan kali, jauh lebih mahal dibanding misalnya ASII atau BBRI di Indonesia, dan memang Warren Buffett sendiri kemarin sudah profit taking dari Apple (AAPL) dan mengumpulkan cash, sehingga ia secara tidak langsung mengatakan bahwa pasar saham US akan turun. Nah, jadi bagaimana jika Indeks S&P500, Dow Jones, dan Nasdaq besok-besok beneran turun atau bahkan crash? Bukankah jika demikian maka kita sebaiknya jangan dulu belanja saham?

***

Jadwal Seminar Tatap Muka How to Invest in US Stock, Jakarta, Sabtu 18 Januari 2025, pukul 11.00 – 17.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

***

Dan penulis sendiri butuh waktu cukup lama untuk menjawab pertanyaan di atas, tapi sekarang saya sudah punya jawabannya. Aaaand here we go!

Pertama, seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, meski betul bahwa valuasi AAPL sekarang ini sudah mahal dengan PER lebih dari 35 kali, dan demikian pula saham-saham the magnificent seven yang lain juga sudah overvalue semua, tapi itu bukan berarti semua saham di NYSE/Nasdaq sudah mahal, melainkan banyak juga yang masih relatif murah. Contohnya yang sudah pernah dibahas disini seperti SoFi Technologies, Inc (SOFI), dan Alibaba Group (BABA), di mana kedua saham tersebut masih dihargai pada PBV kurang dari 3 kali. Jadi betul bahwa AAPL dkk sudah mahal dan karena itulah kita jangan beli sahamnya, tapi itu bukan berarti kita tidak bisa beli atau hold saham lain yang valuasinya masih terdiskon. Contohnya balik lagi ke Opa Warren, di mana meski betul saham AAPL sudah dijual sebagian, tapi ia diketahui masih hold saham The Kraft Heinz Co. (KHC). Dan berapa PBV KHC ini? Well, cuma 0.8 kali pada harga $31.0 per saham. Dan meski PER-nya mencapai 27.8 kali, tapi forward PER-nya juga hanya 9.9 kali, which is clearly undervalue, meski juga perlu dicatat bahwa Berkshire Hathaway (BRK) berstatus sebagai pemegang saham pengendali di KHC, jadi Opa Warren mungkin memang tidak bisa menjual sahamnya.

Kedua, mahalnya valuasi saham-saham di NYSE/Nasdaq juga tercermin dari kenaikan Indeks S&P500 (SPX) yang sangat tinggi di sepanjang tahun 2024 ini, yakni mencapai +28.4% hingga penutupan 6 Desember kemarin, dan jika dilihat lebih jauh ke belakang maka SPX juga sudah naik total lebih dari +90% dihitung sejak Desember 2019 lalu, demikian pula Nasdaq Composite Index (IXIC), dan Dow Jones Industrial Average (DJI), masing-masing sudah naik +127.4% dan +58.7% dalam lima tahun terakhir.

Nah, tapi tahukah anda bahwa masih ada satu lagi indeks penting yang kenaikannya sama sekali belum setinggi tiga major indexes yang disebut di atas? Yup, indeks tersebut adalah Russell 2000 Index (RUT), yang mencerminkan pergerakan dari 2,000 saham small caps (saham dengan market cap kurang dari $2 miliar) di US yang sudah dipilih berdasarkan kriteria tertentu, albeit sejumlah saham mid caps dengan market cap lebih besar dari $2 miliar juga ikut masuk perhitungan indeksnya, dan itu adalah karena ketika ada saham small caps yang naik tinggi hingga market cap-nya menjadi lebih dari $2 miliar maka sahamnya tidak serta merta dikeluarkan dari indeks. Nah, tapi intinya kalau anda cek lagi, maka RUT secara keseluruhan baru naik 47.1% dalam lima tahun terakhir, dan alhasil ada banyak saham komponen RUT ini yang secara valuasi masih murah, bahkan jauh lebih murah jika dibanding valuasi AAPL dkk. Jadi tugas kita tinggal seleksi lagi saham-saham di kategori small caps ini, yang mana di antara mereka yang memiliki kinerja fundamental bagus serta prospek cerah.

Okay Pak Teguh, tapi valuasi murah saja tidak jadi jaminan sahamnya tidak akan turun kan? Buktinya pada tahun 2022 lalu ketika SPX, IXIC, dan DJI semuanya turun masing-masing -19.4%, -33.1%, dan -8.8%, maka RUT juga sama jeblok -21.6%. Nah, kabar baiknya bahkan dalam situasi bear market seperti di tahun 2022 lalu maka tidak semua saham US turun, melainkan banyak juga yang naik sendiri, dan biasanya kenaikannya memang selaras dengan valuasinya yang masih murah, kinerja bagus, dan prospeknya cerah/terdapat sentimen positif tertentu terkait perusahaan atau sektornya. Contohnya Occidental Petroleum (OXY) yang sahamnya juga dimiliki oleh Opa Warren, yang disepanjang tahun 2022 menghasilkan profit +117.3% (sahamnya naik dari $29 ke $63) belum termasuk dividen, dan itu selaras dengan kinerja perusahaan yang cetak laba bersih $12.4 miliar, lompat dibanding $1.5 miliar di tahun 2021, seiring dengan kenaikan harga minyak dunia ketika itu, dan memang valuasi OXY pada harga $29 itu tergolong murah dengan PBV hanya 1 koma sekian kali. Demikian pula saham jagoan Opa Warren yang lain yakni Chevron Corp (CVX), yang juga naik +53.0% di sepanjang tahun 2022 seiring lompatan kinerjanya imbas kenaikan harga minyak ketika itu.

Logo OXY. Sumber: GetLogo.net

Intinya sih, seperti halnya tidak semua saham US naik dalam situasi bull market seperti sekarang, contohnya ya saham OXY dan CVX itu tadi yang justru turun di sepanjang tahun 2024 ini seiring penurunan harga minyak, maka juga tidak semua saham US turun dalam situasi bear market seperti di tahun 2022 lalu, melainkan akan selalu ada perusahaan berkinerja bagus yang sahamnya tetap mampu naik sendiri. Jadi katakanlah kita menganggap bahwa di tahun 2025 nanti SPX dkk akan turun, maka itu bukan berarti kita jual seluruh saham lalu full cash, karena bahkan Opa Warren pun tidak menjual seluruh sahamnya. Melainkan, kita tetap bisa beli saham-saham yang kinerjanya masih tumbuh signifikan, prospek kedepannya cerah, dan tentunya valuasinya masih murah, lalu hold saja sampai akhir tahun. That way, kita akan tetap profit besar.

Tinggal pertanyaannya sekarang, saham-saham US apa saja yang kira-kira bisa naik sendiri di tahun 2025 nanti, bahkan jika Dow Jones dkk turun? Well karena tulisan kali ini sudah cukup panjang maka kita akan bahas itu minggu depan. Just stay tune!

***

Jadwal Seminar Tatap Muka How to Invest in US Stock, Jakarta, Sabtu 18 Januari 2025, pukul 11.00 – 17.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

Anonim mengatakan…
Dear Pak Teguh, izin bertanya untuk broker atau sekuritas yang dipakai Pak Teguh untuk membeli saham US apa ya? Adakah rekomendasi broker/sekuritas yang OK, simple dan easy to use?

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?