Warren Buffett Terus Kumpulkan Cash, Pertanda US Market Bakal Crash?
Pada tanggal 4 November kemarin seperti yang kita ketahui Donald Trump resmi dinyatakan sebagai Presiden terpilih Amerika Serikat (US) periode 2024 – 2028, dan tak lama setelah itu bursa saham US langsung terbang di mana indeks S&P500 untuk pertama kalinya dalam sejarah sukses tembus level 6,000, demikian pula indeks Dow Jones dan Nasdaq Composite semuanya cetak all time high. However investor terbesar sepanjang masa, Warren Buffett (WB), justru diketahui terus menjual saham-sahamnya, di mana per 30 September 2024 Berkshire Hathaway (BRK) memegang cash senilai.. $320.3 miliar termasuk US treasury bills, tapi belum termasuk investasi jangka pendek yang juga bisa dianggap setara cash, yang mana itu merupakan angka rekor cash terbesar dalam sejarah perusahaan. WB juga diketahui kembali menjual saham Apple Inc. (AAPL), albeit belum seluruhnya di mana hingga Q3 2024, BRK masih memegang AAPL senilai $69.9 miliar.
***
Live
Webinar How to Invest in US Stocks, Sabtu 16 November 2024, pukul 08.00 – 10.00
WIB. Untuk mendaftar klik disini.
***
Jadi pertanyaannya, apakah WB mengetahui sesuatu yang investor lain tidak ketahui? Dan apakah ini pertanda bahwa pasar saham US bakal segera crash? Untuk menjawab itu maka mari kita lihat lagi faktor-faktor pentingnya, satu per satu.
Posisi aset BRK di Q3 2024. US Treasury Bills bisa dianggap sebagai cash. |
Pertama, sebagai perusahaan investasi dengan buanyak sekali anak usaha maka normalnya nilai aset cash yang dipegang BRK akan naik terus dari setoran dividen dll, atau dengan kata lain bahkan meski WB tidak jualan saham tapi tetap isi celengannya di BRK akan terus bertambah dari waktu ke waktu. Di sisi lain nilai total aset BRK juga hampir selalu bertumbuh dari tahun ke tahun hingga sekarang sudah lebih dari $1 triliun. Sehingga daripada melihat total nilai kasnya, maka akan lebih relevan jika yang kita lihat adalah persentase nilai kas dibanding total nilai aset BRK. Dan penulis sudah buat datanya sejak tahun 2000 sampai sekarang, sebagai berikut (klik gambar untuk memperbesar). Angka dalam miliaran Dollar kecuali persen.
Nah, perhatikan: Kalau yang kita lihat adalah persentase kas dibanding total aset, maka BRK pegang cash terbesar di tahun 2001 yakni 41.7%, dan yang paling kecil persis setahun berikutnya di 2002 yakni 7.5%. Menariknya, kita tahu bahwa Bursa Wallstreet mengalami dot com bubble antara tahun 1995 – 2000 di mana indeks S&P naik lebih dari tiga kali lipat selama kurun waktu lima tahun tersebut, sebelum kemudian crash pada tahun 2000 di mana indeks S&P500 turun -10.1%, lalu lanjut turun -13.0% di 2001, dan turun lagi -23.4% di 2002. Sehingga kemungkinan besar inilah yang dilakukan WB: Sebelum pasar saham US akhirnya crash di tahun 2000, maka WB sudah tahu sebelumnya bahwa crash itu cepat atau lambat akan terjadi dan makanya pada saat itu BRK memegang cash yang sangat banyak hingga 28.8% dari total asetnya. Dan ketika pasar saham US akhirnya mulai turun di tahun 2000 tersebut maka ia tetap hold cash-nya sampai tahun 2001, atau bahkan WB kembali jualan saham hingga cashnya bertambah menjadi 41.7%, lalu barulah di tahun 2002 ia belanja besar-besaran sehingga pada tahun ini nilai cashnya turun hingga tinggal sisa 7.5%. An excellent decision, di mana ternyata benar di tahun 2003-nya indeks S&P kembali naik setelah tiga tahun sebelumnya turun terus, dan terus naik di tahun-tahun selanjutnya hingga baru kembali turun di tahun 2008.
Kedua, saat ini cash yang dipegang BRK mencapai 27.9% dari total asetnya, dan itu memang tergolong besar di mana BRK hanya pernah tiga kali pegang cash yang lebih besar, yakni di tahun 2000 sebesar 28.8%, 2001 41.7%, dan 2004 39.6%. Menariknya, meski betul bahwa di tahun 2002 pasar saham US turun signifikan dengan indeks S&P jeblok sampai -23.4% (sehingga keputusan WB untuk hold cash besar di tahun 2001-nya terbukti tepat), namun pada tahun 2005 ternyata S&P masih naik dan demikian pula di tahun 2006 dan 2007 kembali naik, sehingga keputusan WB untuk pegang cash besar di tahun 2004 bisa dikatakan keliru (WB terlalu cepat profit taking dari saham-sahamnya), di mana meski pasar saham US akhirnya benar turun tapi itu baru terjadi di tahun 2008-nya.
Sehingga dari sini kita bisa analisa sebagai berikut: Setiap kali BRK pegang cash besar, dalam hal ini sebanyak 25% dari total asetnya atau lebih, maka itu bisa kita anggap sebagai sinyal bahwa pasar saham US akan turun, namun untuk timing-nya tidak bisa kita tebak secara persis di mana penurunan itu bisa terjadi tahun depan, atau tahun depannya lagi. Meski demikian dalam kasus di mana koreksi itu baru terjadi beberapa tahun kemudian seperti di 2008 (padahal WB sudah pegang cash besar sejak tahun 2004-nya), maka di tahun-tahun setelah 2004 itu S&P hanya naik relatif sedikit saja, dalam hal ini +3.0% di 2005, +13.6% di 2006, dan +3.5% di 2007. Jadi pada akhirnya keputusan WB untuk hoarding cash di tahun 2004 tetap terbukti tepat, terutama setelah di tahun 2008-nya terjadi market crash di mana S&P turun sampai menyentuh 1,094, aka lebih rendah dibanding posisinya di akhir tahun 2004 yakni 2,008.
Kesimpulannya, kalau kita asumsikan bahwa untuk kali ini pun keputusan WB untuk mengumpulkan cash terbilang tepat, maka pasar saham US akan turun di 2025 nanti, tapi penurunannya tidak akan sedalam tahun 2008 lalu di mana indeks S&P sempat jeblok -60% dari puncaknya, melainkan maksimalnya sekitar -20% saja, dan actually baru saja pada tahun 2022 kemarin indeks S&P juga turun -19.4%. Di sisi lain ada juga kemungkinan pasar saham US tetap lanjut naik di 2025 ini, tapi jika demikian maka kenaikannya tidak akan terlalu tinggi melainkan sekitar +5% saja. Either way, penulis tidak melihat bahwa pasar saham US akan crash seperti di tahun 2008 lalu karena di Amerika pada saat ini tidak sedang terjadi krisis seperti di 2008, hanya memang valuasi saham-saham disana sudah kelewat mahal saja.
Sehingga, bagi anda yang sudah mulai berinvestasi di saham Amerika maka boleh hold semua pegangan, tentunya dengan asumsi valuasinya masih murah (valuasi META, NVDA dkk memang sudah mahal, tapi ada banyak saham kecil yang masih murah, contohnya SOFI), dan sentimennya positif. Mungkin perlu juga dicatat bahwa ketika di tahun 2022 lalu Bursa Wallstreet ambruk di mana seperti disebut di atas, indeks S&P500 turun -19.4%, namun ada banyak saham seperti Occidental Petroleum (OXY), sebuah perusahaan minyak yang sahamnya juga dipegang oleh WB, yang justru naik sampai +119%, dan demikian pula saham-saham energi lainnya seperti Exxon Mobil (XOM), Schlumberger (SVB), Hess Corp (HES) semuanya naik lebih dari +80% karena sentimen kenaikan harga minyak ketika itu. Jadi untuk tahun 2025 nanti, maka terlepas dari apakah S&P akan lanjut naik atau turun, namun penulis perkirakan saham perusahaan keuangan seperti SOFI akan tetap lanjut naik karena sentimennya masih bagus terkait penurunan suku bunga The Fed.
Okay Pak Teguh, lalu bagaimana dengan pasar saham Indonesia? Apakah jika
pasar saham US besok-besok turun maka IHSG juga akan ikut jeblok? Kabar baiknya
jika benar indeks S&P500 turun katakanlah -20% maka justru IHSG akan naik,
contohnya ya lihat saja tahun 2022 kemarin di mana IHSG naik tipis +4.1%. Sedangkan
jika pasar saham US masih lanjut naik tapi dengan kenaikan yang tidak setinggi tahun
2023 dan 2024 ini, maka IHSG juga sama akan naik. However in both cases kemungkinan
kenaikan IHSG akan tipis saja karena hal-hal
yang sudah dijelaskan disini, dan nanti kita akan bahas ini lebih lanjut.
Tapi intinya untuk saham-saham Indonesia yang anda pegang juga boleh di-hold,
dan actually mumpung sekarang IHSG lagi turun lagi setelah pada
Agustus dan September kemarin sempat cetak all time high terus, maka ini
juga merupakan kesempatan untuk masuk, lalu tunggu saja sampai 6 – 12 bulan ke
depan. Semoga lancar!
Untuk minggu depan kita akan bahas prospek IPO PT Adaro Andalan Indonesia, Tbk.
***
Ebook
Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham
pilihan edisi Q3 2024 sudah terbit! Dan sudah bisa dipesan
disini, gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan
penulis.
Komentar