Pemerintah Hapus Utang Petani & Nelayan: Analisa Dampaknya ke Saham Perbankan
Kamis kemarin tanggal 24 Oktober 2024, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo, dalam acara Diskusi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto berencana mengeluarkan Perpres untuk menghapus/memutihkan utang sekitar 6 juta pengusaha UMKM, petani, dan nelayan di bank, dan seketika hal ini menjadi sentimen negatif untuk saham perbankan di mana BBRI, BBNI, dan BMRI di hari Kamis tersebut serentak turun meski tidak banyak. Nah, tapi apakah betul bahwa kebijakan Pemerintah ini akan merugikan perbankan?
***
Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi Q3 2024 sudah terbit, bisa dipesan disini. Tersedia diskon preorder bagi yang memesan sebelum 8 November, serta gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.
***
Dan untuk jawaban pastinya, maka tentu kita harus tunggu dulu sampai Perpres itu tadi terbit. Nah, tapi dalam hal ini kita bisa baca lagi pernyataan dari Pak Hashim yang dikutip oleh banyak media, dan penulis bisa simpulkan poin-poin intinya sebagai berikut.
Pertama, kita lihat dulu kronologisnya sampai kenapa Perpres ini diperlukan. Jadi dulu ketika terjadi krisis tahun 1998 dan 2008, maka ada banyak pelaku usaha di tanah air yang tidak mampu membayar utangnya ke bank hingga pihak bank itu sendiri menderita rugi besar, dan memang seperti yang kita ketahui di tahun 1998 lalu ada banyak bank yang sampai bangkrut/dilikuidasi. Termasuk Bank BCA (BBCA) juga hampir saja bubar kalau bukan karena diakuisisi oleh Grup Djarum. Nah, ketika di kemudian hari ketika krisisnya mereda maka kinerja perbankan juga pelan-pelan mulai pulih, terutama karena sebagian besar kerugian karena gagal bayar ini juga sudah di-cover oleh Bank Indonesia (BI), dan/atau asuransi perbankan.
Kedua, meski masalah utang para pelaku usaha di era krisis di atas dianggap sudah clear, namun ternyata nama-nama mereka tetap di-blacklist dalam SLIK-OJK (Sistem Layanan Informasi Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan), yang menyebabkan mereka sampai hari ini tidak bisa lagi mengajukan kredit ke bank, entah itu untuk kredit KPR atau kredit usaha. Akibatnya banyak di antara mereka yang beralih ke rentenir atau pinjol ilegal, dan imbasnya usaha yang mereka miliki bukannya berkembang melainkan justru semakin terpuruk. Jadi inilah yang hendak diperbaiki oleh Pemerintah, di mana yang akan diputihkan adalah nama baik si debitur itu sendiri.
Okay Pak Teguh, jadi bagaimana dampak Perpres ini ke emiten perbankan? Well, pertama kembali kita harus garis bawahi bahwa yang dihapuskan itu bukan utang-utang petani dan nelayan pada saat ini, melainkan utang di masa lalu yang sejak awal memang sudah dhapusbukukan oleh para perusahaan perbankan itu sendiri, dan juga penghapusan nama-nama mereka dalam daftar blacklist OJK, sehingga para pengusaha kecil ini bisa kembali mengajukan pinjaman ke bank untuk berbagai keperluan. Dan menurut penulis ini akan berdampak pada dua hal. Pertama, pihak bank jadi lebih leluasa dalam menyalurkan kredit mereka termasuk ke pihak-pihak yang sebelumnya kena blacklist, di mana jika prosesnya berjalan lancar maka omzet kreditnya akan meningkat, dan otomatis pendapatan bunga serta laba bersihnya juga akan ikut naik. Jadi alih-alih merugikan, Perpres ini sejatinya justru bisa menguntungkan kinerja emiten perbankan.
Namun kedua, terdapat risiko bahwa para pihak yang sebelumnya di-blacklist ini kembali gagal membayar utangnya, dalam hal ini jika kembali terjadi krisis seperti tahun 1998 dan 2008 lalu. Nah, tapi penulis cukup yakin bahwa pihak bank bisa untuk tetap melakukan seleksi ketat sebelum menyalurkan kreditnya (baca: Tidak semua debitur yang sebelumnya kena blacklist ini bisa kembali ngutang ke bank, melainkan mereka tetap harus di-survey dll), sehingga risikonya tetap terbatas. Jadi dalam hal ini penulis tetap melihat bahwa Perpres ini lebih banyak menguntungkan perbankan, ketimbang merugikan.
Jadi kesimpulannya jika anda ada pegang saham bank maka hold saja, malah boleh tambah lagi jika besok-besok sahamnya turun lebih rendah lagi, lalu tunggu saja sampai akhir tahun nanti di mana biasanya emiten perbankan akan naik lebih tinggi lagi karena efek window dressing, dll. Atau kalau mau amannya maka boleh tunggu sampai mereka rilis LK Q3 2024 dulu, sebentar lagi.
***
Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi Q3 2024 sudah terbit, bisa dipesan disini. Tersedia diskon preorder bagi yang memesan sebelum 8 November, serta gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.
Komentar