Membedah Prospek Saham Adaro Minerals Indonesia (ADMR)

Bulan Maret 2024 lalu penulis katakan di blog ini bahwa setelah turun signifikan di sepanjang tahun 2023 lalu, maka di tahun 2024 ini terdapat peluang saham-saham batubara akan naik lagi, simply karena penurunan harga batubara Newcastle yang ketika itu berada di posisi $120 per ton sudah maksimal, sehingga kemungkinan kedepannya dia akan naik lagi. Anda bisa baca lagi analisanya disini. Skip enam bulan kemudian, ternyata benar sekarang ini harga Newcastle sudah kembali naik ke level $140 – 150 per ton, dan demikian pula saham-saham batubara sudah mulai naik panggung lagi. Nah, tapi tahukah anda bahwa ada satu perusahaan/emiten batubara yang sahamnya bisa dibilang belum jalan, padahal kinerja fundamentalnya terbilang jauh lebih baik dibanding emiten-emiten batubara lain yang lebih populer?

***

Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi terbaru Q2 2024 sudah terbit dan sudah bisa dipesan disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.

***

Yup, emiten itu adalah PT Adaro Minerals Indonesia, Tbk (ADMR), dan berikut analisanya.

ADMR, seperti yang mungkin sudah anda ketahui, merupakan anak usaha dari PT Adaro Energy, Tbk (ADRO) di bidang tambang batubara metalurgi (metallurgy coal), atau disebut juga batubara kokas (coking coal). Yang dimaksud batubara kokas adalah batubara dengan kandungan kalori/energi yang lebih tinggi dibanding batubara thermal biasa, sehingga harga jualnya juga lebih mahal, biasanya digunakan untuk bahan bakar pabrik peleburan baja, smelter nikel, dan smelter alumunium. Perusahaan didirikan oleh Grup Adaro dengan nama PT Jasapower Indonesia pada tahun 2007, dilanjut ADRO pada tahun 2010 mengakuisisi lima lokasi tambang batubara kokas, yakni 1. Lahai Coal, 2. Meruwai Coal, 3. Juloi Coal, 4. Kalteng Coal, dan 5. Sungai Barito Coal, dan pada tahun 2016 kelima tambang tersebut ditempatkan di bawah PT Jasapower. Pada saat itu seluruh lokasi tambangnya belum ada yang berproduksi kecuali Lahai Coal yang sudah berproduksi sejak tahun 2015-nya, namun hanya sebanyak 100 ribu ton saja. Barulah pada tahun 2019 Meruwai Coal juga ikut berproduksi sebanyak lebih dari 1 juta ton. Tahun 2021, PT Jasapower berubah nama menjadi PT Adaro Minerals Indonesia, sebelum kemudian go public di tahun 2022-nya dengan ticker ADMR. Lanjut pada tahun 2023, volume produksi ADMR sudah tembus 5 juta ton, dan di tahun 2023 ini perusahaan juga mulai membangun smelter alumunium di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Namun hingga artikel ini ditulis smelter tersebut belum beroperasi karena masih dalam tahap konstruksi, sehingga pendapatan perusahaan masih sepenuhnya berasal dari penjualan batubara kokas, serta jasa terkait.

Hingga tahun 2024 ini, maka sampai dengan Q2 2024 kemarin ADMR mencetak laba bersih $249 juta, tumbuh 51% dibanding periode yang sama tahun 2023, dan menariknya laba ADMR di tahun 2023 itu juga tumbuh signifikan dibanding tahun 2022-nya, padahal booming batubara mencapai puncaknya di tahun 2022 tersebut. Jadi bisa dibilang bahwa kinerja ADMR mampu untuk tetap tumbuh sendiri sejak tahun 2022 tersebut sampai sekarang ketika kinerja emiten batubara lainnya di BEI, termasuk induknya ADRO, kembali turun (hingga Q2 2024, laba bersih ADRO turun 10% dibanding periode yang sama tahun 2023). And why is that? Apakah itu karena harga batubara kokas ini masih naik sendiri ketika harga batubara biasa turun? Well, nggak juga, karena manajemen ADMR menyebut bahwa harga jual batubara mereka di sepanjang tahun 2023 lalu turun 14% dibanding tahun 2022, dan hingga Q2 2024 ini kembali turun 8% dibanding periode yang sama tahun 2023.

Okay, jadi kenapa pendapatan dan laba bersih ADMR bisa terus naik? Jawabannya adalah karena volume produksi serta penjualan batubara perusahaan konsisten bertumbuh dari tahun ke tahun, dengan persentase pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding penurunan harga batubara itu sendiri. Termasuk hingga Q2 2024 dimana volume penjualan ADMR tercatat 2.6 juta ton, naik 43% dibanding 2023, sehingga tentu saja laba bersihnya tetap naik meskipun harga jual batubara kokas itu turun 8%. Manajemen ADMR sendiri mentargetkan volume penjualan 4.9 – 5.4 juta ton hingga akhir tahun 2024, tumbuh signifikan dibanding 4.5 juta ton di tahun 2023. Sehingga jika di sisi lain harga batubara kokas tidak lanjut turun, dan mestinya demikian karena harga batubara thermal Newcastle dalam enam bulan terakhir ini sudah mulai naik lagi (Catatan: Meskipun tadi disebut bahwa harga batubara kokas lebih tinggi dibanding batubara biasa, namun keduanya naik dan turun secara berbarengan), maka perusahaan hampir pasti akan tetap mencatat kenaikan pendapatan dan laba bersih hingga akhir tahun nanti, an outstanding feat mengingat kinerja laba perusahaan batubara lainnya di BEI rata-rata masih turun di tahun 2024 ini.

Kenapa ADMR Berbeda

Kemudian penulis juga memperhatikan hal-hal berikut. Pertama, berbeda dengan batubara thermal biasa yang sering diserang isu akan digantikan oleh energi baru dan terbarukan (EBT), maka batubara metalurgi justru diuntungkan oleh sentimen EBT tersebut, dan ini karena batubara metalurgi tidak digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap seperti halnya batubara thermal. Melainkan, sesuai namanya, digunakan untuk bahan bakar smelter untuk memproduksi baja, nikel, dan alumunium, di mana ketiga jenis mineral logam tersebut dibutuhkan untuk pembuatan mobil listrik, turbin untuk pembangkit listrik tenaga angin, panel surya untuk pembangkit listrik tenaga surya, dan tentunya untuk membuat barang elektronik dll yang kita gunakan setiap hari. Kemudian karena kita tahu bahwa Pemerintah Indonesia sendiri sedang menggenjot hilirisasi nikel dll, maka kebutuhan batubara metalurgi ini akan terus meningkat. Jadi ADMR tidak perlu khawatir akan kekurangan pelanggan, selain karena dia adalah satu dari hanya sedikit saja perusahaan batubara metalurgi di Indonesia, sehingga pesaingnya hanya ada sedikit (salah satu kompetitor ADMR adalah PT Tuah Turangga Agung, anak usaha PT United Tractors, Tbk (UNTR)).

Kedua, barusan disebutkan bahwa perusahaan batubara metalurgi di Indonesia hanya sedikit, and why is that? Jawabannya adalah karena lokasi tambang batubara jenis ini berada di tengah-tengah Pulau Kalimantan yang sangat jauh dari mana-mana (dan memang lima lokasi tambang milik ADMR semuanya terletak di Provinsi Kalimantan Tengah), sehingga hanya perusahaan yang punya modal besar yang bisa mengirim alat berat dll melintasi hutan, gunung, dan lembah ke lokasi tambangnya. Kemudian batubara yang dihasilkan juga harus diangkut ke pelabuhan yang jaraknya sangat jauh, dan tidak semua perusahaan punya cukup uang untuk membangun peralatan serta infrastruktur untuk keperluan pengangkutan tersebut. Simpelnya, betul bahwa harga batubara metalurgi lebih mahal dibanding batubara biasa tapi di sisi lain nilai investasinya juga lebih tinggi, dan bagi perusahaan dengan modal kecil maka it's not worth the effort.


Peta lokasi kelima tambang batubara kokas milik ADMR, semuanya di tengah-tengah Pulau Kalimantan (untuk No.6, itu bukan tambang melainkan smelter alumunium).


Nah tapi untuk ADMR, maka thanks to dukungan dari Grup Adaro itu sendiri, perusahaan sejak awal sudah memiliki fasilitas lengkap untuk aktivitas eksplorasi serta produksi di tiap-tiap lokasi tambangnya, dan juga memiliki kapal tongkang dan kapal vessel serta fasilitas pendukungnya (truk, derek terapung, kantor terapung) untuk mengangkut batubara melalui Sungai Barito menuju pelabuhan di hilir sungai milik PT Indonesia Bulk Terminal, yang juga dimiliki oleh Grup Adaro. Jadi sepertinya setelah proses ‘bercocok tanam’ yang cukup lama (seperti disebut di atas, Grup Adaro sudah akuisisi lima tambang batubara kokas sejak tahun 2010, tapi barulah di tahun 2019 tambangnya berproduksi), maka ADMR sekarang ini tinggal panen raya saja, dan alhasil margin labanya menjadi sangat tinggi. Apalagi ADMR ini hampir tidak punya utang di mana hingga Q2 2024, perusahaan membayar bunga utang bank sebesar $11 juta, yang justru lebih kecil dibanding penghasilan bunga deposito dll (ADMR pegang cash $399 juta, cukup besar dibanding total asetnya $1.6 triliun) sebesar $14 juta. Alhasil sampai dengan Q2 2024 tersebut ADMR mencatat return on equity disetahunkan 40.7%, yang menjadikannya salah satu emiten batubara paling profitable di BEI.

Lanjut ketiga, karena usia tambang-tambang milik ADMR masih sangat muda/baru beroperasi sejak tahun 2019 lalu, maka normalnya volume produksinya akan terus naik dari tahun ke tahun, dan memang sejak tahun 2019 sampai 2023 kemarin volume produksi ADMR sudah naik 5 kali lipat dari 1 juta menjadi 5 juta ton. Yang perlu dicatat lagi, sampai dengan tahun 2024 ini sejatinya baru dua dari lima lokasi tambangnya yang sudah berproduksi, yakni Lahai Coal dan Meruwai Coal, sedangkan tiga lainnya masih dalam tahap eksplorasi. Sehingga, meskipun manajemen ADMR tidak menyebut berapa target produksinya untuk tahun 2025 dan seterusnya, namun penulis perkirakan bahwa dalam 4 – 5 tahun kedepan volume produksi ADMR akan meningkat 2 – 3 kali lipat menjadi 10 – 15 juta ton. Kemudian kalau harga batubara metalurgi itu sendiri pada akhirnya kembali naik, maka bisa dihitung sendiri berapa nilai pendapatan serta laba bersih perusahaan dalam jangka panjang.

Kesimpulan

Kesimpulannya, ADMR ini mengingatkan penulis dengan Indofood CBP (ICBP) yang kinerja fundamentalnya jauh lebih baik dibanding Indofood Sukses Makmur (INDF) sebagai induknya, sehingga valuasi sahamnya juga selalu lebih tinggi, but still sahamnya tetap naik dalam jangka panjang. Therefore, penulis menilai bahwa PER 6.5 dan PBV 2.7 kali pada harga saham Rp1,305 sudah cukup murah bagi ADMR, dimana meski valuasi ADRO sebagai induknya lebih murah lagi, tapi tidak hanya kinerja ADMR ini lebih baik namun prospeknya juga lebih cerah, di mana seperti disebut di atas volume produksi ADMR bisa meningkat menjadi 6, 7, 8 juta ton di tahun-tahun mendatang, which is mencerminkan pertumbuhan 20, 40, hingga 60%. Sedangkan volume produksi ADRO sendiri di tahun 2023 lalu secara keseluruhan sudah mencapai 66 juta ton, sehingga jika ingin naik 20% juga maka tahun ini ADRO harus memproduksi 79 juta ton batubara, yang tentu saja kurang realistis. Jadi ADMR ini bisa disebut sebagai growth stock yang cocok untuk investasi jangka panjang, dalam hal ini jika dibandingkan dengan induknya ADRO yang relatif sudah mature. Mungkin perlu juga dicatat bahwa berbeda dengan ADRO yang rutin bayar dividen, maka ADMR sampai sejauh ini belum pernah bayar dividen, karena perusahaan memang masih punya banyak proyek eksplorasi dll.

Tinggal sekarang soal risikonya, dan penulis menyoroti dua hal. Pertama, meski tadi disebut bahwa sahamnya bisa untuk jangka panjang, namun tetap dia merupakan perusahaan batubara yang kinerjanya akan sangat dipengaruhi oleh naik turunnya harga jual batubara itu sendiri. Sehingga, meskipun penulis masih melihat bahwa harga batubara kedepannya akan naik, apalagi sebentar lagi suku bunga The Fed akan turun (jika suku bunga turun biasanya harga komoditas naik), tapi jika harga batubara turun maka kinerja ADMR bisa ikut turun. Kedua, dari pendapatan ADMR sebesar $607 juta hingga Q2 2024, maka $218 juta aka sepertiganya berasal dari pihak berelasi yakni Adaro International Singapore Ltd (AIS), yang merupakan sesama anak usaha Grup Adaro di bidang perdagangan batubara, di mana AIS ini bertugas untuk jualan/mencari pelanggan bagi ADMR di pasar internasional, sehingga ADMR bisa fokus ke aktivitas tambang itu sendiri. But maybe, margin laba ADMR akan lebih besar jika dia bisa langsung jualan tanpa lewat perantara seperti itu.

Terlepas dari itu maka seperti disampaikan di atas kinerja ADMR tetap terhitung sangat baik, dan akan lebih baik lagi kedepannya tidak hanya karena volume produksi dan penjualannya akan terus meningkat, tapi juga karena adanya kemungkinan harga batubara metalurgi akan kembali naik. Nah, tertarik untuk bergabung?

***

Ebook Market Planning edisi September 2024 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Kuartal II 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 26 Oktober 2024

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI