Prospek Elnusa (ELSA): Anak Emas Pertamina Yang Sahamnya Masih Undervalue

PT Elnusa, Tbk (ELSA) melaporkan laba bersih Rp443 miliar hingga Q2 2024, tumbuh 77.1% dibanding periode yang sama tahun 2023, yang mana jika labanya lanjut naik sampai akhir tahun nanti maka genap tiga tahun sudah kinerja perusahaan konsisten bertumbuh sejak tahun 2021. Lalu seiring dengan kinerja fundamentalnya yang apik tersebut maka saham ELSA juga sukses naik signifikan dari posisi 250 di bulan Agustus 2021 hingga sekarang sudah tembus 500, aka memberikan profit dua kali lipat bagi investornya dalam waktu tiga tahun, belum termasuk dividen. Namun demikian jika melihat prospek kinerja perusahaan kedepannya plus valuasi sahamnya yang masih murah, maka saham ELSA mungkin masih bisa naik tinggi lagi. Pertanyaannya, sampai harga berapa?

***

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 24 Agustus 2024, pukul 08.00 – 10.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

***

Sekilas tentang perusahaan, ELSA berdiri pada tahun 1969 dengan nama PT Elektronika Nusantara dan ketika itu bergerak di bidang jasa navigasi dan sistem radar pelayaran, jasa penyediaan alat-alat pengeboran minyak, dan jasa seismic data processing, dengan klien blok-blok minyak lepas pantai milik PT Pertamina, dan pada perkembangannya perusahaan diakuisisi oleh Pertamina itu sendiri. Tahun 1984 nama perusahaan berubah menjadi PT Elnusa, lanjut pada tahun 2008 go public dengan ticker ELSA. Secara struktur perusahaan maka ELSA ditempatkan dibawah PT Pertamina Hulu Energi (PHE), anak usaha PT Pertamina di bidang hulu migas, sesuai dengan bidang usaha ELSA yakni jasa pendukung aktivitas pengeboran minyak. Namun demikian dalam beberapa tahun terakhir maka ELSA juga memperluas bidang usahanya ke jasa logistik/pengangkutan BBM dari depo Pertamina ke SPBU-SPBU di sejumlah wilayah di Indonesia. Alhasil hingga pada Q2 2024, maka dari pendapatan ELSA sebesar Rp6.3 triliun, Rp3.1 triliun diantaranya berasal dari jasa hulu migas, sedangkan Rp3.2 triliun selebihnya berasal dari jasa logistik. Kemudian Rp5.3 triliun atau 83% pendapatan perusahaan berasal dari pihak berelasi, dalam hal ini sesama anak-anak usaha Grup Pertamina, termasuk induknya PHE.

Dan terkait fakta bahwa mayoritas pendapatan ELSA berasal dari Grup Pertamina, maka hal inilah salah satunya yang membuat penulis dulu kurang menyukai ELSA (Elnusa pernah saya bahas di tahun 2016 disini), karena itu berarti bagus tidaknya kinerja ELSA hampir sepenuhnya ditentukan oleh manajemen Pertamina itu sendiri, di mana jika nanti misalnya Pertamina memutuskan untuk tidak memberikan kontrak pekerjaan kepada ELSA seperti biasanya, maka kinerja perusahaan hampir pasti akan langsung drop. Mungkin perlu juga dicatat bahwa ELSA hanyalah sebagian kecil dari cakupan bisnis Pertamina yang sangat luas dan besar, sehingga meskipun naik turunnya harga minyak dunia bisa berpengaruh terhadap kinerja Pertamina secara keseluruhan, tapi belum tentu akan berpengaruh terhadap kinerja ELSA, karena balik lagi: Jika Pertamina misalnya lebih memprioritaskan anak usahanya yang lain (dan Pertamina punya banyak sekali anak usaha di luar ELSA), maka pendapatan ELSA akan turun lagi.

Nah, tapi sekarang kita ke bagian menariknya: Sejak tahun 2019 lalu, Pemerintah melalui Kementerian ESDM mentargetkan untuk kembali menumbuhkan volume produksi migas (oil lifting) nasional yang sebelumnya terus turun, di mana perusahaan yang ditunjuk untuk proyek tersebut adalah, tentu saja, PHE. Dan meski target tersebut sampai hari ini masih belum tercapai di mana per 31 Maret 2024 realisasi oil lifting Indonesia tercatat 567 mbopd (million barrels of oil per day), aka masih turun dibanding tahun 2019 sebesar 746 mbopd, namun Pemerintah melalui PHE masih terus mengejar target pertumbuhan volume produksi migas dengan cara optimalisasi/aktivasi kembali sumur-sumur minyak tua, dan juga eksplorasi sumur minyak baru. Yang itu artinya? Yup, ELSA sebagai anak usaha PHE di bidang jasa pendukung hulu migas dalam lima tahun terakhir telah memperoleh banyak kontrak baru, dan akan terus memperoleh kontrak tersebut kedepannya. Dan memang untuk kinerja laba bersih ELSA itu sendiri, maka meski sempat turun pada tahun 2020 dan 2021 karena efek pandemi, tapi di tahun 2022, 2023, dan sampai barusan Q2 2024 sudah naik lagi menjadi (disetahunkan) Rp886 miliar, aka lompat signifikan dibanding tahun 2019 sebesar Rp276 miliar. Kemudian untuk dividennya juga naik terus dari Rp12 per saham untuk tahun buku 2019, hingga kemarin mencapai Rp27 per saham untuk tahun buku 2023.

Jadi maksud penulis adalah, meski tadi dikatakan bahwa kinerja pendapatan serta laba bersih ELSA bakal ‘terserah’ apa kata Pertamina saja, sehingga kalau Pertamina mengurangi jatah pekerjaan untuk ELSA maka pendapatan serta laba bersihnya akan turun, namun nyatanya dalam beberapa tahun terakhir ini Pertamina justru terus memberikan pekerjaan lebih banyak untuk ELSA, di mana porsi pendapatan ELSA dari sesama anak usaha Grup Pertamina meningkat dari 76% pada tahun 2020 lalu menjadi sekarang 83%, dan kemungkinan akan kembali meningkat di tahun-tahun selanjutnya. Beberapa project terbaru perusahaan di tahun 2024 ini: 1. Melanjutkan pekerjaan seismik untuk aktivitas eksplorasi migas di sumur-sumur minyak di Rokan Hilir, Karawang, Bone, dan Seram Timur, 2. Bekerjasama dengan PT Pertamina Geothermal Energi, Tbk (PGEO) dan dua anak usaha Pertamina lainnya untuk menyediakan jasa solusi teknologi pada proyek pembangunan pembangkit listrik panas bumi, 3. Bekerjasama dengan PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP), dan PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI), untuk menyediakan jasa pendukung aktivitas hulu migas bagi aset-aset PIEP dan PDSI di luar negeri, 4. Bekerjasama dengan PT Pertamina Lubricants untuk mensuplai bahan kimia tertentu untuk produk oli pelumas ‘Perta Series’, 5. Menyediakan jasa pengelolaan gas plant facility untuk blok minyak Jambi Merang milik PHE, dan seterusnya.

Sehingga tidak hanya kinerja ELSA tercatat bagus dan konsisten bertumbuh sejak tahun 2021 lalu, namun kinerja konsisten tersebut harusnya masih akan berlanjut hingga beberapa tahun ke depan. Dan satu lagi: Meski saham ELSA sudah naik signifikan sejak tahun 2021 seiring kinerjanya yang memang bagus, namun dengan PER hanya 4.1 dan PBV 0.8 kali pada harga saham 500, maka sahamnya terhitung masih undervalue. Dan memang saham ELSA ini sejak dulu valuasinya selalu murah yakni karena kinerjanya yang kurang bagus di masa lalu, karena sebelum tahun 2019 pihak Pertamina tidak punya target apa-apa di bidang hulu migas. Nah, tapi karena kinerja perusahaan pada hari ini sudah jauh lebih baik plus prospeknya juga cerah, maka sahamnya juga harus dihargai sama dengan saham-saham lain di BEI yang juga berfundamental bagus, dalam hal ini PER 7 – 9 kali, setara harga saham Rp900 – 1,100.

Tinggal sekarang soal risikonya. Pertama, meski sampai hari ini Pertamina terus saja kasih job untuk ELSA, tapi tetap ada kemungkinan suatu hari nanti BUMN minyak tersebut pada akhirnya mengurangi upayanya di sektor hulu migas, dan jika itu terjadi maka kinerja ELSA akan langsung drop. Dan kedua, meski kinerja perusahaan tidak terlalu dipengaruhi oleh harga minyak, namun nyatanya sahamnya bisa fluktuatif mengikuti naik turunnya harga minyak dunia, dan salah satu alasan kenapa saham ELSA hanya naik sedikit dalam setahun terakhir (meskipun laba bersihnya naik banyak), adalah karena harga minyak juga gak kemana-mana di rentang $75 – 85 per barel. Jadi kalau misalnya harga minyak kedepannya masih disitu-situ saja, maka jangankan sahamnya naik sampai 1,100, untuk sekedar naik ke 700 pun mungkin peluangnya cukup berat, malah bisa saja ELSA ini justru turun kalau harga minyak sewaktu-waktu turun.

Terlepas dari itu maka tetap ELSA ini sangat menarik dari sisi risk and reward, plus belakangan ini perusahaan sedang menggodok rencana merger dengan PT Pertamina Drilling Services Indonesia, yang notabene merupakan anak usaha Pertamina di bidang yang sama (jasa pengeboran minyak), di mana jika merger itu terealisasi maka bisa menjadi sentimen positif untuk sahamnya. Jadi, yep, mari kita lihat perkembanganya dalam beberapa waktu kedepan.

Disclosure: Ketika artikel ini diposting, Avere Investama sedang dalam posisi hold ELSA pada harga beli Rp416. Untuk melihat saham-saham apa saja yang kami pegang, klik disini.

***

Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi terbaru Q2 2024 sudah terbit dan sudah bisa dipesan disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Kuartal II 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 26 Oktober 2024

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI