Selain JPFA, Saham Pakan Ayam Ini Juga Masih Undervalue

Awal Mei 2024 kemarin kita sudah membahas PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk (JPFA), yang merupakan perusahaan pakan ayam yang kinerjanya pada Q1 2024 sukses turnaround dengan membukukan laba Rp665 miliar, atau jauh lebih baik dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang minus alias rugi Rp250 miliar. Dan sejauh ini saham JPFA memang sudah naik lumayan dari ketika itu di Rp1,215, hingga sekarang sudah Rp1,540. Nah, selain JPFA, sebenarnya penulis juga melirik satu lagi emiten pakan ayam lainnya, yang meski secara ukuran perusahaan lebih kecil dan kinerjanya secara historis juga tidak begitu bagus, namun di sisi lain valuasinya lebih murah. Yup, emiten itu adalah PT Malindo Feedmill, Tbk (MAIN), dan berikut ulasannya.

***

Hingga akhir Juli 2024, Avere Investama mencatat kinerja profit +9.0% berbanding IHSG -0.2%, dihitung sejak awal tahun. Untuk melihat daftar saham yang kami pegang serta alokasi dananya, klik disini.

***

PT Malindo Feedmill berdiri pada tahun 1997 sebagai perusahaan pakan ayam, ketika itu dengan status PMA (penanaman modal asing) di mana perusahaan didirikan oleh Leong Hup International (LHI) asal Malaysia, dan sampai hari ini MAIN tetap dimiliki oleh LHI. Di kemudian hari perusahaan mengembangkan usahanya dengan membangun beberapa pabrik pakan ayam di sejumlah daerah, go public pada tahun 2006 dengan ticker MAIN, masuk ke usaha pembibitan dan peternakan ayam, dan sejak tahun 2013 juga masuk ke usaha pengolahan daging ayam menjadi chicken nugget dengan merk ‘Sunny Gold’. Sehingga dari jenis usahanya, maka MAIN ini sama persis dengan JPFA dan juga PT Charoen Pokphand (CPIN). Namun dengan total aset hanya Rp5.7 triliun, plus pangsa pasarnya di segmen pakan ayam juga hanya 8%, maka skala bisnis MAIN jauh lebih kecil dibanding dua kompetitornya tersebut. Kemudian secara kinerja maka MAIN juga tidak sebagus JPFA atau CPIN, di mana antara tahun 2021 hingga 2023, MAIN hanya mencetak laba bersih paling besar Rp65 miliar saja, yang mencerminkan ROE 3%, atau jauh dibawah ROE JPFA yang di kisaran 10 – 15% tiap tahunnya.

Meski demikian seperti halnya JPFA, maka MAIN juga sukses turnaround pada Q1 2024 dengan mencetak laba bersih Rp88 miliar, yang mencerminkan ROE disetahunkan 15.7%, di mana kalau menurut manajemen maka itu disebabkan oleh meningkatnya permintaan daging ayam dan produk turunannya, karena momen bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri. Namun penulis punya analisa berbeda: Seperti halnya JPFA dan CPIN, kinerja MAIN juga terbilang positif di Q1 2024 karena satu faktor utama yang sama, yakni penurunan harga jagung yang merupakan bahan baku utama pembuatan pakan ayam dari puncaknya di $813 pada April 2022, hingga sempat menyentuh $413 per bushel di bulan Februari 2024.

Dan kabar baiknya, meski harga jagung kemarin sempat rebound sampai $472 di bulan Mei, namun ketika artikel ini ditulis dia turun lagi ke $424 per bushel, dan kelihatannya trendnya masih akan turun seiring terus meningkatnya volume produksi jagung di seluruh dunia (sumber: Statista). Yang itu artinya, dengan asumsi penjualan MAIN di periode Q2 2024 masih kembali naik, dan itu adalah asumsi yang masuk akal mengingat di periode tersebut masih ada momentum Idul Fitri (tanggal 9 – 10 April) serta Idul Adha, maka hampir pasti perusahaan akan mencetak laba bersih yang lebih besar lagi pada laporan keuangannya untuk Q2 2024 nanti. Manajemen MAIN sendiri untuk tahun 2024 ini sudah memutuskan untuk tidak belanja modal dan lebih berupaya meningkatkan efisiensi/menurunkan beban pokok serta biaya operasional, dan menurut penulis itu adalah hal yang positif, karena salah satu problem utama MAIN selama ini adalah memang di rendahnya margin laba (hanya 2 – 3% dibanding pendapatannya, alias lebih kecil dibanding JPFA sebesar 5%) karena tingginya beban itu tadi. Sehingga jika manajemen sukses dalam upayanya tersebut, maka bisa diharapkan kedepannya kinerja perusahaan akan lebih baik.

Jadi sekarang tinggal soal valuasi sahamnya. Seperti halnya JPFA, saham MAIN juga sudah naik lumayan dalam dua bulan terakhir dari Rp540 hingga sekarang Rp700. Namun dengan PER yang masih hanya 4.5 dan PBV 0.7 kali pada harga 700 tersebut, maka valuasinya masih terhitung rendah, dan kalau kita pakai PER 7 kali saja sebagai patokan harga wajarnya, maka target konservatifnya adalah 1,100, dan tentunya MAIN bisa naik lebih tinggi dari itu jika kinerjanya di Q2 nanti lebih baik lagi sesuai proyeksinya di atas.

Kesimpulannya, MAIN masih bisa dikejar, meski memang risikonya disini adalah jika LKnya nanti ternyata tidak sebagus yang diperkirakan. Sehingga jika anda baru mau masuk maka boleh gunakan separuh dana dulu, lalu masuk lagi nanti akhir Juli ketika LKnya rilis dan hasilnya benar bagus, dalam hal ini jika sahamnya pada saat itu masih berada di 700-an, atau maksimalnya 850 deh (PER 5.4 kali). Kalau lebih dari itu maka baru sebaiknya jangan dikejar lagi, karena sudah terlalu mepet dengan targetnya di 1,100 itu tadi. Semoga beruntung!

***

Hingga akhir Juli 2024, Avere Investama mencatat kinerja profit +9.0% berbanding IHSG -0.2%, dihitung sejak awal tahun. Untuk melihat daftar saham yang kami pegang serta alokasi dananya, klik disini.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?