Prospek Cerah Saham ESSA Terkait Rencana Pembangunan Pabrik Amoniak Baru

PT Surya Eka Perkasa, atau yang sekarang berubah nama menjadi PT Essa Industries Indonesia, Tbk (ESSA) sudah merilis laporan keuangan untuk periode Q2 2024, dengan hasil yang cukup baik: Laba bersihnya tercatat $20.6 juta, lompat lebih dari 400% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, dengan ROE disetahunkan 10.5%. Dan kalau melihat aktivitas perusahaan yang tengah membangun pabrik baru untuk menambah kapasitas produksinya, maka prospeknya juga cerah. Nah, jadi apakah sahamnya sudah boleh buy?

***

Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi terbaru Q2 2024 akan terbit Kamis, 8 Agustus 2024, dan sudah bisa dipesan disini. Tersedia diskon preorder bagi yang memesan sebelum tanggal 8 Agustus, dan gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.

***

Sejarah ESSA dimulai pada tahun 2006 ketika founder perusahaan yakni Boy Garibaldi Thohir bersama sejumlah mitra kerjanya, memperoleh izin untuk membangun kilang liquefied petroleum gas atau LPG (gas elpiji) di Palembang, Sumatera Selatan, di mana kita tahu gas elpiji ini banyak digunakan untuk bahan bakar kompor gas masyarakat Indonesia. Maka berdirilah PT Surya Eka Perkasa, dan pada tahun 2008 kilang tadi sudah selesai dibangun dan mulai beroperasi, di mana gas elpiji yang dihasilkan dijual ke PT Pertamina. Pada tahun 2012 perusahaan menggelar IPO dengan ticker ESSA dan harga perdana Rp610, yang kalau disesuaikan dengan stocksplit-nya pada tahun 2017 dengan rasio 1:10, setara Rp61 per saham. Pasca IPO, perusahaan kembali mengebut ekspansi dengan menambah kapasitas produksi LPG-nya sebesar 50%, di tahun 2014.

Lalu lanjut di tahun 2015, ESSA untuk pertama kalinya diversifikasi di luar bisnis LPG dengan membangun pabrik gas amoniak (ammonia, yang biasa digunakan untuk bahan baku pupuk) di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, di mana konstruksi pabrik tersebut sudah selesai dan mulai beroperasi pada tahun 2018. Maka pada tahun 2018 inilah pendapatan perusahaan untuk pertama kalinya lompat menjadi $148 juta (dibanding $34 juta pada tahun 2017), dan demikian pula laba bersihnya meroket menjadi $41 juta, dari hanya $2 juta di tahun 2017. Ini karena ternyata pendapatan ESSA dari amoniak jauh lebih besar dibanding elpiji, dan demikian pula margin labanya lebih besar. Maka praktis sahamnya sukses terbang hingga tembus 400 pada awal tahun 2019, atau lompat hampir tiga kali lipat dibanding posisi terendahnya di akhir tahun 2017, yakni 150.

However memasuki tahun 2019, pendapatan ESSA sejatinya masih kembali naik menjadi $222 juta seiring meningkatnya volume produksi amoniak dari pabrik barunya di Sulawesi, namun laba bersihnya justru anjlok menjadi hanya $3 juta saja, kemungkinan karena penurunan harga minyak (crude oil) ketika itu dari $75 menjadi $50 – 55 per barel, yang otomatis ikut menurunkan harga jual amoniak dan LPG. Kemudian karena di tahun 2020-nya perusahaan berbalik menderita rugi karena efek pandemi, maka jadilah sahamnya ikut jeblok dan balik lagi ke 120 – 140. Barulah memasuki 2021 dan 2022, kinerja perusahaan kembali tumbuh pesat dan bahkan pada tahun 2022 ESSA sukses mencetak rekor pendapatan $731 juta serta laba bersih $139 juta, thanks to kembali normalnya aktivitas produksi serta melejitnya harga jual amoniak seiring booming komoditas secara umum ketika itu (pada tahun 2022 tersebut harga minyak, batubara dll juga sama naik semua).

Dan alhasil sahamnya juga terbang hingga sempat menyentuh 1,500-an pada bulan April 2022, atau naik sepuluh kali lipat! (ten bagger) hanya dalam waktu kurang dari dua tahun. Dan penulis sendiri masih ingat ketika itu sempat kasih warning ke teman-teman investor untuk jangan kejar sahamnya, karena tidak hanya valuasi ESSA pada harga 1,500 itu sudah mahal, tapi kinerjanya yang tampak luar biasa bagus itu bisa kembali turun sewaktu-waktu, yakni jika harga jual amoniak/LPG turun lagi. Dan ternyata benar di tahun 2023-nya pendapatan ESSA turun lagi menjadi $345 juta, demikian pula labanya drop menjadi $35 juta, imbas dari penurunan harga jual amoniak dari $900-an menjadi $350-an per ton. Lalu sahamnya? Ya otomatis ikut turun sampai mentok di 500, awal tahun 2024 kemarin.

Nah, tapi terlepas dari fluktuasi kinerja pendapatan serta laba bersihnya karena naik turunnya harga jual dari gas amoniak/LPG itu sendiri, namun secara operasional ESSA masih terus bertumbuh terutama untuk segmen amoniak di mana di sepanjang tahun 2023 kemarin, ESSA memproduksi 739 ribu ton amoniak, aka naik signifikan dibanding produksi tahun 2018 (tahun ketika ESSA pertama kali memproduksi amoniak) sebesar 321 ribu ton, dan kedepannya volume produksi tersebut akan terus naik seiring penambahan kapasitas, termasuk ESSA saat ini juga sedang membangun pabrik amoniak kedua dengan merk dagang ‘blue ammonia’, dengan kapasitas produksi 700 ribu ton per tahun, yang ditargetkan akan tuntas dan mulai beroperasi pada awal tahun 2027 nanti. Kemudian meski dulu ESSA banyak berekspansi menggunakan utang, tapi pelan-pelan utang tersebut terus dikurangi hingga pada Q2 2024, total liabilitasnya tersisa $155 juta saja, atau jauh dibawah ekuitasnya sebesar $393 juta, dan itulah kenapa sekarang ini margin labanya lebih besar, karena beban bunga utangnya sudah turun signifikan. Sehingga asalkan volume produksi amoniaknya terus naik (kalau produksi LPG-nya sendiri kemungkinan mentok di kisaran 70 – 75 ribu ton per tahun, karena kapasitas pabriknya yang di Palembang sudah tidak ditambah lagi), plus harga jualnya juga stabil/tidak turun lebih lanjut, maka laba bersih ESSA akan naik lagi. Dan memang sampai dengan Q2 2024 barusan, seperti disebut di atas laba bersih ESSA kembali naik banyak dibanding tahun sebelumnya, dan harusnya akan tetap tampak naik sampai akhir tahun nanti, yakni seiring kembali naiknya harga jual amoniak. Sedangkan untuk sahamnya sendiri? Ya otomatis sudah naik lagi dari 500-an hingga sekarang sudah di 800-an, atau naik lebih dari 60% hanya dalam waktu enam bulan.

Tinggal beberapa hal. Pertama, meski disebut bahwa prospek jangka panjang ESSA ini sangat menarik karena adanya pembangunan pabrik amoniak baru, tapi seperti disebut di atas pabrik tersebut baru akan beroperasi tahun 2027, sehingga sebelum itu kinerja perusahaan akan tetap sepenuhnya bergantung pada naik turunnya harga jual amoniak, karena untuk volume produksinya normalnya hanya bisa naik sedikit saja. Kedua, berbeda dengan misalnya harga batubara yang bisa kita cek setiap saat di sini, maka untuk harga amoniak ini tidak ada sumber yang cukup reliable, namun kita bisa memperkirakan angkanya berdasarkan harga jual minyak. Dan memang setelah harga minyak turun sampai mentok di $67 per barel tahun 2023 kemarin kesininya dia pelan-pelan naik lagi (terakhir tembus $80 per barel), sehingga normalnya harga amoniak juga ikut naik, dan itulah kenapa kinerja ESSA juga mulai naik lagi di tahun 2024 ini. Harapannya tentu harga minyak kedepannya akan lanjut naik, dan jika demikian maka ESSA akan mencetak laba bersih lebih besar lagi. Tapi jika harga minyak tidak lanjut naik atau justru berbalik turun, maka laba perusahaan akan turun.

Dan ketiga, dengan PER 21.8 dan PBV 2.3 kali pada harga saham 855, maka ESSA tentu saja tidak cukup murah apalagi jika dibandingkan dengan saham komoditas lainnya yang ada di BEI, meski dalam hal ini ESSA mungkin memang tidak bisa disamakan dengan saham perusahaan batubara/minyak karena dia memproduksi jenis komoditas yang berbeda, yakni amoniak. Tapi jika disuruh memilih maka penulis lebih suka saham-saham batubara, sedangkan ESSA baru cukup menarik jika kita bisa masuk pada harga let say 500 – 550. Dan actually enam bulan lalu ESSA memang sempat turun sampai kesitu.

Nevertheless dengan melihat kinerja terbarunya yang masih sangat baik dan bertumbuh, plus sentimen harga minyak itu sendiri yang meski belum kembali naik tapi juga tidak turun lagi, dan harusnya gak bakal turun balik lagi ke $60-an per barel simply karena faktor inflasi (penjelasannya bisa baca lagi link artikel batubara di atas), maka penulis tidak melihat skenario ESSA bakal turun lagi ke 500-an, melainkan bisa saja dia lanjut naik sampai entah berapa. Jadi jika anda sudah pegang sejak awal maka hold saja. Namun demikian jika anda baru mau masuk, maka kita bisa tunggu dulu emiten komoditas lainnya merilis LK Q2 2024, sebentar lagi, di mana jika kinerja mereka juga sama bagusnya plus valuasinya lebih murah, maka sahamnya bisa langsung kita sikat!

***

Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi terbaru Q2 2024 akan terbit Kamis, 8 Agustus 2024, dan sudah bisa dipesan disini. Tersedia diskon preorder bagi yang memesan sebelum tanggal 8 Agustus, dan gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?