Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk, atau PT Telkom (TLKM) melaporkan laba bersih Rp24.6 triliun untuk tahun penuh 2023, atau masih tumbuh 18.3% dibanding tahun 2022. Namun khusus untuk Q4 2023, maka laba per lembar sahamnya tercatat hanya Rp51, turun dibanding kuartal-kuartal sebelumnya yang stabil di Rp64 – 68 per saham. Dan entah karena hal tersebut atau lainnya, investor terutama asing dengan cepat melepas saham TLKM di pasar, dimana asing mencatatkan net sell hingga lebih dari Rp2.3 triliun hanya dalam seminggu terakhir, dan imbasnya TLKM langsung drop dari 3,900 hingga sekarang tinggal 3,400-an. Di sisi lain pada harga saham 3,420, maka dengan PER 13.8 dan PBV 2.5 kali, sekilas sahamnya menjadi murah lagi. Jadi apakah ini justru saatnya untuk masuk?

***

Ebook Market Planning edisi Maret 2024 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

***

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, mari kita pelajari lagi TLKM ini sejak awal.

TLKM, seperti yang kita semua ketahui, adalah perusahaan information, communication, and technology (ICT) terbesar di Indonesia, dengan lima pilar usaha berbeda:

  1. Mobile celluler & broadband, yakni layanan internet, telepon, dan SMS untuk ponsel, terutama melalui Telkomsel.
  2. Fixed broadband, yakni layanan internet, televisi kabel, dan wifi melalui saluran kabel yang dipasang di rumah-rumah, terutama melalui IndiHome.
  3. Enterprise, yakni layanan ICT secara lengkap dan terintegrasi untuk pelanggan korporasi, termasuk menyediakan jasa cloud, perangkat, hingga manajemen ATM untuk pelanggan perbankan.
  4. Infrastructure, seperti layanan data center, penyewaan menara telekomunikasi, penyewaan fiber optic dan satelit, hingga penyediaan artificial intelligence atau AI.
  5. Lain-lain, seperti penyediaan digital platform, digital content, video games, hingga manajemen e-commerce untuk pelanggan B2B.

Sehingga, meski kita mungkin tahunya TLKM adalah perusahaan yang jualan kuota internet melalui anak usahanya Telkomsel, tapi sebenarnya cakupan bisnis perusahaan jauh lebih luas dari itu, meski tetap fokus di sektor ICT. Dan kita bisa lihat bahwa perusahaan juga senantiasa berkembang dan berinovasi mengikuti perkembangan teknologi itu sendiri, dimana TLKM juga ikut masuk ke segmen-segmen bisnis yang dulunya tidak ada, seperti e-commerce dan AI. TLKM juga tidak hanya beroperasi di Indonesia, tapi turut berekspansi keluar negeri dengan membuka point of presence dan kantor cabang sampai ke Inggris dan Amerika Serikat, termasuk meluncurkan satelit Merah Putih dan satelit Telkom-3S, yang kemudian menyediakan layanan sinyal internet dll tidak hanya bagi pelanggan perusahaan di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia.

Dan kesemua ekspansi serta pengembangan usaha tersebut berdampak positif terhadap kinerja perusahaan, yang tumbuh cukup konsisten dalam lima tahun terakhir di mana seperti disebut di atas, TLKM mencetak laba bersih Rp24.6 triliun di 2023, naik dibanding Rp18.7 triliun di 2019, dan demikian pula ekuitasnya per akhir 2023 tercatat Rp135.7 triliun, naik dibanding Rp99.7 triliun di 2019. Yang juga perlu dicatat, ada banyak investasi yang ditanamkan oleh TLKM dalam beberapa tahun terakhir, yang baru akan menghasilkan pendapatan dalam jangka panjang. Misalnya, setelah pada tahun 2018 lalu TLKM meluncurkan Satelit Merah Putih senilai Rp2.4 triliun, maka di tahun 2024 inipun TLKM meluncurkan Satelit Merah Putih 2 senilai Rp3.5 triliun, yang baru akan beroperasi mulai semester dua 2024 nanti. Yang itu artinya, jika semuanya berjalan lancar, maka kinerja pendapatan serta laba bersih TLKM akan lanjut bertumbuh dalam jangka panjang.

Karena itulah, ketika dulu pada bulan Oktober 2020, saham TLKM mendadak drop dari 3,500 dari bulan Mei-nya hingga mentok di 2,500 (ketika IHSG dalam periode yang sama justru naik dari 4,500 ke 5,100), maka pada ulasannya disini, penulis katakan bahwa itu justru merupakan kesempatan untuk beli di harga bawah, lalu hold saja untuk jangka panjang. Dan memang TLKM kemudian naik banyak hingga tembus 4,700 di bulan April 2022, atau profit hampir dua kali lipat dalam waktu satu setengah tahun. However, setelah di bulan April 2022 tersebut PT Goto Gojek Tokopedia, Tbk (GOTO) menggelar IPO dimana sahamnya langsung turun, sedangkan TLKM diketahui membeli saham GOTO senilai sekian triliun Rupiah (sehingga TLKM menderita kerugian investasi karena penurunan saham GOTO), dan memang TLKM akhirnya mengalami penurunan laba di 2022 karena rugi di GOTO ini, maka jadilah saham TLKM ikut turun, dan terus turun meskipun di tahun 2023-nya, laba perusahaan kembali naik.

Nah, tapi intinya diluar kerugian karena investasinya di GOTO, maka kinerja fundamental TLKM dalam 5 – 10 tahun terakhir terbilang sangat bagus, dengan prospek ke depan yang juga sangat cerah seiring dengan terus berkembangnya teknologi dan meluasnya penggunaan internet di Indonesia, meski memang keberadaan GOTO ini akan terus menjadi ‘pemberat’ kinerja perusahaan. Di sisi lain meski dulu penulis merekomendasikan sahamnya di harga 2,500 karena memang murah, tapi pada harga 4,000-an valuasinya sudah tidak murah lagi. Jadi mungkin itulah kenapa ketika perusahaan merilis LK Q4 2023 dan labanya turun secara kuartalan, sedangkan saham GOTO itu sendiri masih sangat rendah di harga Rp60 – 70 per saham, maka saham TLKM dengan cepat turun lagi ke harga sekarang. Karena valuasi TLKM yang tinggi di harga 4,000-an itu hanya bisa dijustifikasi jika ‘Kinerja perusahaan bagus terus, prospek kedepannya cerah, plus tidak ada masalah nyangkut di saham GOTO atau semacamnya’.

Valuasi TLKM: Masih Tanggung

Anyway, tapi sekarang kita lihat lagi saham TLKM sudah turun ke 3,400, jadi apakah secara valuasi dia sudah murah? Well, mari kita lihat lagi situasinya: Di sepanjang tahun 2023, TLKM masih membukukan kenaikan pendapatan meski tipis, dan laba bersihnya juga masih naik menjadi Rp24.6 triliun, berbanding 2022 sebesar Rp20.8 triliun, meski perlu dicatat bahwa laba bersih TLKM di tahun 2022 itu bisa kelihatan kecil karena adanya rugi investasi GOTO senilai Rp6.4 triliun, yang mana di tahun 2023 rugi ini mengecil (meski tetap rugi) menjadi Rp748 miliar.

Yang itu artinya, jika rugi investasi di GOTO ini dianggap tidak ada, maka laba bersih TLKM di 2023 akan tercatat kurang lebih Rp25.3 triliun, turun dibanding tahun 2022 sebesar Rp27.2 triliun. Nah! Mungkin ini juga yang menyebabkan saham TLKM kemarin turun dengan cepat, tak lama setelah LK Q4 2023-nya rilis, karena investor menyadari bahwa tidak hanya valuasinya di harga 4,000-an itu sudah relatif mahal, tapi juga karena kinerja operasional perusahaan, diluar investasinya di GOTO, sejatinya mengalami penurunan di tahun 2023 dibanding dengan 2022, yang mana itu otomatis menimbulkan keraguan soal apakah di tahun 2024 ini, laba perusahaan bisa kembali naik atau tidak.

Kemudian, kita tahu bahwa perusahaan besar yang juga kena rugi di GOTO gak cuma TLKM, tapi juga PT Astra International, Tbk (ASII). Hanya bedanya, bahkan setelah dibebani oleh kerugian di GOTO, namun ASII tetap sukses mencetak laba bersih Rp33.8 triliun di tahun 2023, yang merupakan rekor all time high bagi perusahaan (sedangkan laba bersih TLKM di 2023 kemarin masih lebih rendah dibanding labanya di tahun 2021). Atau simpelnya fundamental ASII lebih bagus, setidaknya untuk saat ini. Namun karena di sisi lain sahamnya dihajar sejumlah sentimen negatif mulai dari cerita kerangka eSAF keropos, skandal Daihatsu di Jepang, hingga penjualan otomotif ASII ditengarai akan turun di 2024 ini karena dianggap kalah bersaing dengan merk-merk mobil listrik seperti misalnya BYD asal China, maka jadilah saham ASII juga drop sampai 5,200-an, dimana pada harga tersebut valuasinya jauh lebih rendah dengan PER hanya 6.2, dan PBV 1.1 kali. Let say kita ingin masuk ke TLKM pada valuasi yang sama murahnya dengan ASII, maka kita harus tunggu sahamnya di harga.. 1,500, yang mencerminkan PER 6.1, dan PBV 1.1 kali.

Namun tentu, penulis tidak melihat bahwa saham TLKM akan lanjut turun hingga serendah itu, terutama karena prospek jangka panjang TLKM lebih cerah dibanding ASII, yang kinerjanya bisa sangat fluktuatif karena dipengaruhi oleh siklus harga komoditas (batubara, dan CPO), dan juga siklus otomotif di mana volume penjualan mobil dan motor tidak selalu naik setiap tahun, melainkan ada naik turunnya. Atau dengan kata lain, valuasi TLKM memang sewajarnya lebih tinggi dibanding ASII. Hanya saja karena seperti disebut di atas, belum tentu laba TLKM akan kembali naik di 2024 ini, maka jika anda tertarik untuk masuk sebaiknya wait and see dulu, dan terutama karena penulis perhatikan penurunan saham TLKM ini belum sampai menimbulkan kepanikan, yang biasanya itu menunjukkan bahwa sahamnya bisa turun lebih rendah lagi. Jadi untuk sementara ini kita bisa fokus ke saham-saham blue chip lain saja dulu yang valuasinya lebih murah, salah satunya ASII itu tadi.

***

Ebook Market Planning edisi Maret 2024 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham BBRI Anjlok Lagi! Waktunya Buy? or Bye?