Membaca Prospek Vale Indonesia (INCO) Menjelang Akuisisi Oleh MIND ID

Pada hari Jumat, 17 November 2023, perwakilan dari PT Vale Indonesia, Tbk (INCO) bersama dengan para pemegang saham perusahaan, yakni Vale Canada Ltd., Sumitomo Metal Mining Co., dan PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID, bertemu di San Francisco, Amerika Serikat, untuk menandatangani kesepakatan di mana Vale Canada dan juga Sumitomo akan melepas/menjual total 14% kepemilikan saham mereka di INCO kepada MIND ID pada harga jual yang akan ditentukan kemudian, di mana transaksinya ditargetkan akan tuntas pada tahun 2024. Sehingga mulai tahun 2024 nanti, MIND ID akan menjadi pemegang saham terbesar di INCO dengan kepemilikan saham 34.0%, sedangkan kepemilikan Vale Canada dan Sumitomo berkurang menjadi masing-masing 33.9% dan 11.5% (sedangkan 20.6% selebihnya tetap dipegang investor publik). Dengan kata lain INCO akan berubah status dari perusahaan swasta milik asing, menjadi perusahaan BUMN.

***

Ebook Market Planning edisi Desember 2023 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

***

Dan menurut penulis akuisisi MIND ID terhadap INCO ini mengubah prospek jangka panjang dari INCO itu sendiri. Sebelumnya, seperti dulu pernah dibahas disini, INCO merupakan perusahaan tambang bijih nikel milik dua perusahaan asing yakni Vale Canada (asal Kanada), dan Sumitomo (asal Jepang), yang beroperasi di empat lokasi tambang di Pulau Sulawesi, di mana perusahaan mengolah bijih nikel tersebut menjadi nickel matte yang merupakan produk nikel setengah jadi, yang kemudian dijual/diekspor ke perusahaan induknya sendiri yakni Vale Canada dan Sumitomo, lalu baru oleh kedua perusahaan ini nickel matte tadi diolah lebih lanjut menjadi logam nikel siap pakai. Namun setelah beroperasi selama lebih dari lima puluh tahun (sejak tahun 1968), maka INCO sama sekali tidak membangun smelter atau semacamnya di Indonesia untuk mengolah nickel matte itu tadi menjadi produk hilir.

Sehingga penulis berkesimpulan bahwa tujuan utama dari Vale Canada dan juga Sumitomo sebagai pemilik INCO bukan untuk meraup laba, melainkan untuk mengambil sumber daya nikel dari alam Indonesia untuk nanti diolah menjadi produk hilir di Kanada dan Jepang, lalu baru oleh mereka produk hilir tersebut diekspor ke seluruh dunia pada harga tinggi. Dan itulah kenapa kinerja INCO selama ini gitu-gitu saja, dan perusahaan juga hampir tidak pernah bayar dividen (INCO baru bayar dividen pada tahun 2020 lalu, itupun kecil saja).

Nah, tapi ceritanya mulai berubah pada tahun 2020 lalu. Sebelumnya seperti yang kita ketahui, Pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sukses mengambil alih sejumlah aset sumber daya alam di tanah air yang sebelumnya dikuasai investor asing, dimana setelah pada tahun 2018 lalu MIND ID sukses mengambil alih PT Freeport Indonesia (Papua) dari tangan Freeport McMoran Corp., dilanjut pada tahun 2021 PT Pertamina mengambil alih blok minyak Rokan (Riau) dari Chevron Corp., maka target selanjutnya adalah INCO. Alhasil pada Juni 2020 lalu, MIND ID sukses mengambil alih saham 20% saham INCO dari Vale Canada dan Sumitomo, ketika itu pada harga Rp2,780 per saham atau senilai total Rp5.5 triliun. Dan pada tahun 2023 ini MIND ID kembali mencapai kesepakatan untuk menambah sahamnya di INCO menjadi total 34.0%, sehingga seperti disebut di atas, MIND ID kali ini akan menjadi pemegang saham pengendali (PSP) di INCO.

Okay, lalu kenapa posisi MIND ID sebagai PSP di INCO ini penting? Ya karena itu tadi: Selama ini INCO tidak benar-benar mengembangkan industri nikel di Indonesia dimana mereka hanya sebatas mengolah bijih nikel menjadi nickel matte, lalu jual. Di sisi lain Pemerintah punya ambisi besar terkait hilirisasi industri tambang di tanah air, dan khususnya bijih nikel yang harus diolah menjadi logam nikel disini, karena Indonesia butuh logam nikel tersebut untuk bahan baku pembuatan baterai mobil listrik, yang rencananya juga akan dikembangkan disini. Nah, jadi dengan MIND ID nantinya menjadi pengendali perusahaan, maka INCO pada akhirnya akan membangun smelter dan tidak lagi hanya memproduksi nickel matte, melainkan logam nikel siap pakai. Dan karena logam nikel tersebut memiliki nilai tambah/harga jualnya jauh lebih tinggi dibanding sekedar nickel matte, maka kali ini kita bisa berharap bahwa INCO ke depannya akan menghasilkan kinerja yang benar-benar profit besar, jadi tidak lagi ‘gitu-gitu aja’.

Berapa Harga Akuisisi INCO?

Tinggal sekarang soal harga akuisisinya. Seperti disebut di atas, ketika pada Juni 2020 lalu MIND ID mengambil alih 20% saham INCO dari tangan Vale Canada dan Sumitomo, maka harga akuisisinya tercatat Rp2,780 per saham, senilai $371 juta atau Rp5.5 triliun. Karena INCO pada akhir tahun 2019 tercatat memiliki ekuitas $1,942 juta, maka MIND ID membeli saham INCO pada valuasi PBV 0.96 kali, yang bisa dikatakan harga diskon. Sebelumnya, berdasarkan penjelasan dari Dirut PT Inalum (pendahulu MIND ID), Orias Petrus Moedak, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI pada tanggal 30 Juni 2020, maka sebenarnya Inalum, Vale Canada, dan Sumitomo awalnya sepakat harga Rp7.5 triliun untuk akuisisi 20% saham INCO, atau sekitar Rp3,790 per saham, yang mencerminkan PBV 1.3 kali berdasarkan ekuitas INCO ketika itu. Namun karena pada bulan Juni 2020 tersebut sedang terjadi pandemi Covid-19 yang menyebabkan lockdown serta resesi di seluruh dunia, maka akhirnya Vale Canada dan Sumitomo bersedia melepas sahamnya pada harga yang lebih murah dibanding kesepakatan tersebut (mungkin mereka sedang BU), dalam hal ini Rp5.5 triliun saja.

Kemudian ini yang menarik: Setelah MIND ID memegang 20% saham INCO, maka sebagai bagian dari kesepakatan, MIND ID menempatkan satu orang direktur plus empat orang komisaris di jajaran manajemen INCO. Dan entah ada hubungannya dengan perubahan komposisi manajemen ini atau tidak, namun kinerja perusahaan mulai tumbuh signifikan di mana pada tahun 2020 lalu INCO mencetak laba $83 juta (berbanding $54 juta di tahun 2019), lalu lanjut naik menjadi $166 juta di tahun 2021, dan $200 juta di tahun 2022. Awalnya penulis mengira bahwa kinerja bagus tersebut hanya karena kenaikan harga nikel itu sendiri di London Metal Exchange (LME) pada tahun 2021 – 2022 tersebut, jadi ya wajar saja jika pendapatan dan laba INCO ikut naik. Tapi ketika harga nikel mulai turun pada tahun 2023 ini, maka hingga Q3 2023 kemarin ternyata laba INCO masih kembali naik menjadi $221 juta, berbanding $168 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya. Disisi lain volume penjualan nickel matte hingga Q3 2023 ini naik menjadi 52 ribu ton (berbanding 44 ribu ton pada periode yang sama tahun 2022), dan diperkirakan akan mencapai 70 ribu ton hingga akhir tahun nanti. Sehingga di tahun 2023 ini INCO untuk pertama kalinya kembali mencatat kenaikan volume penjualan, setelah sebelumnya volume tersebut turun terus sejak tahun 2015 lalu. Dan penulis kira kenaikan volume produksi tersebut, yang pada gilirannya menaikkan pendapatan serta laba INCO, kemungkinan ada hubungannya dengan masuknya personel MIND ID di jajaran manajemen perusahaan. At the end bisnis INCO itu sangat mudah cuma gali bijih nikel dari dalam tanah lalu ‘dimasak’ menjadi nickel matte, lalu jual, jadi tinggal pihak manajemennya mau menaikkan volume produksi atau tidak. Setelah masuknya MIND ID pula, maka INCO akhirnya membayar dividen untuk tahun buku 2020, dan juga 2022 lalu.

Sehingga pasca masuknya MIND ID pada tahun 2020 lalu, maka INCO pada hari ini bertransformasi menjadi perusahaan yang menguntungkan dengan pendapatan dan laba yang konsisten naik, ekuitas bertumbuh, utang kecil, dan ROE disetahunkan mencapai 11.7%, yang kemungkinan merupakan angka tertingginya sepanjang sejarah.

Nah, jadi sekarang kita kembali ke rencana akuisisi oleh MIND ID terhadap 14% saham INCO. Seperti disebut di atas, ketika MIND ID mengakuisisi 20% saham INCO di bulan Juni 2020 lalu maka harganya tergolong miring (kesepakatan awalnya PBV 1.3 kali, dan akhirnya malah deal pada harga yang mencerminkan PBV 0.96 kali), tidak hanya karena situasi Covid ketika itu, tapi juga karena INCO sampai dengan tahun 2019 masih belum menjadi perusahaan yang menguntungkan (ROE INCO di tahun 2019 gak sampai 3%), dan posisi MIND ID juga belum menjadi pemegang saham pengendali karena cuma pegang 20% sahamnya. Alhasil sejak tahun 2020 sampai sekarang, INCO masih tetap beroperasi dengan cara biasa, yakni menjual seluruh produksi nickel matte-nya ke Vale Canada dan Sumitomo.

Sedangkan sekarang ini, seperti dijelaskan di atas kinerja fundamental INCO sudah jauh lebih profit, sudah gak ada lagi resesi atau covid, dan yang paling penting pasca akuisisi ini maka MIND ID akan menjadi pemegang saham terbesar sekaligus pengendali di INCO, sehingga INCO kedepannya bisa saja berhenti menjual nickel matte sama sekali karena diolah menjadi produk hilir disini, di mana itu berarti Vale Canada dan Sumitomo akan kehilangan pasokan nickel matte itu sendiri.

Sehingga jika anda di posisi Vale Canada/Sumitomo, maka apakah anda akan jual saham INCO pada harga murah? Tentu saja tidak. Dan mungkin karena itulah Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia beberapa kali menyampaikan di media bahwa meski Pemerintah sudah mencapai kesepakatan untuk mengambil alih 14% saham INCO, tapi untuk harganya masih negosiasi karena pihak penjual menginginkan harga tinggi, albeit tidak disebutkan ‘harga tinggi’ itu berapa, sedangkan Pemerintah sebaliknya menginginkan harga yang serendah-rendahnya.

Jadi pertanyaannya sekarang, sebenarnya pihak Vale Canada/Sumitomo minta harga berapa? Dan kira-kira bakal deal-nya di harga berapa? Kata kuncinya adalah, pasca akuisisi 14% saham INCO ini maka posisi MIND akan berubah menjadi pemegang saham terbesar yang memegang kendali atas perusahaan. Maka dengan demikian kita bisa berkaca pada kasus akuisisi MIND ID terhadap PT Freeport Indonesia (PTFI) pada tahun 2018. Ketika itu MIND ID merogoh kocek $3.85 miliar untuk mengambil alih 51% saham PTFI, sehingga nilai 100% saham perusahaan dianggap $7.55 miliar. Nah, PTFI sendiri bukan perusahaan Tbk., sehingga tidak ada laporan keuangannya. Namun berdasarkan laporan keuangan dari Freeport McMoran Corp. (FCX), maka pada akhir tahun 2017 lalu FCX memiliki total aset $37.30 miliar, termasuk aset anak usahanya di Indonesia (PTFI) sebesar $10.91 miliar, dan total ekuitas $7.98 miliar. Kemudian karena sekitar 29% aset FCX berada di Indonesia, maka bisa kita asumsikan bahwa ekuitas PTFI juga kurang lebih 29% dari total ekuitas FCX yang $7.98 miliar tadi, atau setara $2.31 miliar. Atau berapapun itu, tapi yang jelas kurang dari $7.98 miliar (karena itu total ekuitas FCX). Sehingga jika kita anggap ekuitas PTFI adalah $3 atau 4 miliar, maka MIND ID mengakuisisi 51% sahamnya pada PBV 1.9 – 2.5 kali, alias jauh lebih tinggi dibanding harga akuisisi MIND ID terhadap 20% saham INCO di tahun 2020 lalu, yang hanya mencerminkan PBV 0.96 kali.

Sehingga, sekali lagi karena pasca akuisisi ini maka MIND ID juga akan menjadi pengendali INCO, maka penulis perkirakan pihak Vale Canada/Sumitomo juga meminta harga yang setidaknya mencerminkan PBV 2 kali, setara kurang lebih Rp8,000 per saham. Dan harga itulah yang dianggap mahal oleh Pemerintah sebagai pihak pembeli, sehingga negosiasinya masih berlanjut sampai sekarang. Tapi katakanlah Pemerintah bisa dapat harga diskon, maka tetap tidak mungkin Vale Canada/Sumitomo menjual saham mereka pada harga yang sangat miring seperti tahun 2020 lalu, melainkan mungkin ketemunya di Rp5,500 – 6,000 per saham.

Nah, jadi sampai disini, anda bisa baca jalan pikiran penulis bukan? Ketika artikel ini ditulis, INCO berada di posisi 4,500-an, yang mencerminkan PBV 1.1 kali. Jadi dalam jangka pendeknya, jika nanti kesemua pihak akhirnya mencapai deal, maka saham INCO di pasar bisa naik sangat tinggi. Sedangkan dalam jangka panjangnya, maka seperti disebut di atas, prospek INCO akan berubah menjadi jauh lebih baik setelah perusahaannya dikuasai oleh Pemerintah, dimana perusahaan kali ini tidak lagi hanya memproduksi nickel matte melainkan benar-benar memproduksi logam nikel siap pakai untuk kebutuhan baterai EV (electric vehicle). Dan awalnya penulis sendiri tidak yakin bahwa kinerja INCO akan jadi bagus jika nanti perusahaan berubah status menjadi BUMN, tapi faktanya kinerja perusahaan justru jadi bagus persis sejak tahun 2020 lalu sampai sekarang, yakni setelah MIND ID masuk. Pada akhirnya, seperti disebut di atas, bisnis INCO ini sangat sederhana cuma gali bijih nikel terus diolah sebentar lalu jual, jadi tinggal pihak manajemennya mau memaksimalkan volume produksinya atau tidak.

Tinggal sekarang faktor risikonya. Di atas disebutkan bahwa Menteri Erick dan Bahlil sudah ngomong ke media bahwa Pemerintah menginginkan harga akuisisi INCO yang serendah-rendahnya, tapi mereka tidak menyebut berapa persisnya harga yang diminta oleh pihak Vale/Sumitomo. Dan penulis kira itu disengaja, karena jika misalnya disebut bahwa Vale minta harga Rp8,000 tadi maka sahamnya bisa langsung terbang, dan itu bisa menyulitkan proses negosiasinya. Disisi lain pihak INCO sendiri tentu saja tidak bisa komentar apa-apa, karena dalam hal ini yang bertransaksi bukan mereka, melainkan Vale Canada dan Sumitomo.

Sehingga, meskipun seperti disebut di atas, harga akuisisi INCO kemungkinan besar bakal jauh di atas harga pasarnya sekarang ini, tapi dalam jangka sangat pendek ada risiko sahamnya yang sudah turun banyak dalam beberapa bulan terakhir akan lanjut turun lagi karena ‘perang urat syaraf’ antara Pemerintah dan Vale Canada/Sumitomo. Nevertheless, jika risiko tersebut dibandingkan dengan prospeknya baik itu dalam jangka pendek maupun panjang, maka berbeda dengan tahun 2021 lalu, penulis bisa katakan bahwa INCO sekarang ini sangat menarik. Dan kalau anda termasuk yang sudah pegang sahamnya sejak awal pada harga tinggi (karena pada tahun 2021 – 2022 lalu, saham INCO ini termasuk yang naik banyak karena sentimen mobil listrik), maka sekarang anda sudah bisa pertimbangkan untuk average down.

Disclosure: Ketika artikel ini diposting, Avere Investama sedang dalam posisi memegang saham INCO pada harga beli Rp4,590 per saham. Posisi ini bisa berubah setiap saat tanpa pemberitahuan sebelumnya.

***

Ebook Market Planning edisi Desember 2023 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

Mr.Tox mengatakan…
Resiko inco
1. pontensi Sahamnya bakal turun sangat besar karena pemerintah ingin harga yg rendah caranya dgn turunkan harga sahamnya dulu biar pada saat negosiasi lebih lancar
2. sebentar lg akan berganti pemerintahaan. kita tidak tau Mentri BUMN dipegang siapa. apakah ini bakal lanjut beli sahamnya ato tidak.
Semoga menjadi pertimbangan


Anonim mengatakan…
Pak Teguh, minta tolong bahas tentang force majeur saham pgas, masa ada salah satu media yang menyebut jika kemungkinan menjadi beban kerugian hingga 15t, trma ksh
Mr.Tox mengatakan…
harga akan turun ke 3800-3900 karna deal pemerintah di harga sekian
Siap2 yang pegang CASH. sikat 50% dulu ntar klo uda tau hasil pemilu baru sikat lg 50%.

update berita terbaru INCO
https://www.cnbcindonesia.com/market/20240110161911-19-504509/video-jurus-mind-id-kuasai-saham-vale-negosiasi-mana-yang-pas

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?