Prospek Saham Campina: Cocok Untuk Investasi Jangka Panjang?

Bicara soal investasi jangka panjang, maka pada saat ini di Bursa Efek Indonesia (BEI) terdapat lebih dari 800 emiten/saham berbeda, namun hanya sedikit diantaranya yang bisa dipilih untuk investasi jangka panjang/legacy stock di mana sahamnya bisa dibeli tanpa harus dijual lagi, karena kita percaya bahwa sahamnya akan terus naik dalam jangka panjang hingga bertahun-tahun. Hal ini karena kriteria legacy stock ini ada banyak sekali, mulai dari GCG-nya harus bagus, manajemen fokus ke bisnis dan bukan malah goreng saham, perusahaannya sudah berdiri cukup lama dan mapan, kinerjanya konsisten bertumbuh dari tahun ke tahun, bisnisnya sederhana, utangnya kecil, rutin bayar dividen, merk produknya populer dan dikenal masyarakat luas, serta bukan bergerak di sektor cyclical (seperti batubara) sehingga kinerja perusahaan bisa diharapkan akan terus tumbuh secara konsisten dalam jangka panjang.

***

Ebook Market Planning edisi Desember 2023 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

***

Dan kebetulan ketika penulis seperti biasa baca-baca laporan keuangan terbaru emiten, maka saya ketemu satu saham yang mungkin bisa dipertimbangkan untuk investasi jangka panjang untuk anda beli secara DCA, yaitu PT Campina Ice Cream Industry, Tbk (CAMP). Okay kita langsung saja.

Campina merupakan salah satu merk es krim tertua di Indonesia yang sudah dirintis sejak tahun 1972 oleh founder Bapak Darmo Hadipranoto, ketika itu dalam bentuk industri rumahan (home industry) di Surabaya, Jawa Timur. Usaha es krim rumahan merk ‘Campina’ ini berkembang pesat hingga pada tahun 1982, Bpk. Darmo membuka pabrik es krim di Rungkut, Surabaya, lalu lanjut pada tahun 1994, badan hukum PT Campina Ice Cream Industry resmi berdiri. Hingga ketika perusahaan IPO pada tahun 2017 dengan ticker CAMP, maka Campina sudah menguasai sekitar 20% pangsa pasar es krim yang dijual di pasar modern/supermarket di seluruh Indonesia, yang menjadikannya brand es krim terbesar kedua setelah brand Wall’s milik Unilever, yang merupakan pemimpin pasar. Dan sampai hari ini Campina masih menjadi merk es krim terpopuler kedua di Indonesia, dengan pangsa pasar di atas merk-merk lokal lainnya seperti Glico Wings, Aice, Indoeskrim, dan Diamond.

Kemudian pada tahun 2017 ini pula masuk investor baru yakni Keluarga Prawirawidjaja, yang merupakan owner dari PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ), yang mengambil alih lebih dari 80% saham perusahaan. Sedangkan Keluarga Hadipranoto masih menjadi pemegang saham di CAMP, tapi posisinya sekarang minoritas. Ultrajaya sendiri seperti yang kita ketahui merupakan perusahaan produsen susu salah satu yang terbesar di Indonesia, dan awalnya penulis mengira bahwa ULTJ kemudian menjadi supplier susu ke CAMP untuk bahan baku pembuatan es krim, tapi ternyata tidak begitu. Melainkan, ULTJ dan CAMP sekarang sama-sama membeli bahan baku susu terutama dari peternakan sapi di Jawa Barat dan Jawa Timur, hanya bedanya ULTJ mengolah susu tersebut menjadi minuman susu UHT (ultra high temperature), sedangkan CAMP mengolahnya menjadi es krim.

Kemudian di tangan pemilik baru, maka hingga hari ini CAMP masih menjadi perusahaan es krim terbesar kedua di Indonesia dengan satu lokasi pabrik di Surabaya, 30 kantor cabang, 61 titik distribusi milik sendiri, dan 33 titik distribusi milik pihak ketiga yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Manajemen juga secara rutin meluncurkan inovasi produk es krim baru untuk menjangkau semua segmen pelanggan mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga menjual es krim dalam volume besar untuk acara pesta dll, serta memperkuat merk-merk yang sudah ada seperti Concerto, Hula-Hula, dan Neapolitan. Untuk kinerjanya sendiri, maka setelah drop karena efek resesi pandemi pada tahun 2020 lalu di mana ketika itu CAMP mencetak pendapatan Rp957 miliar serta laba bersih Rp44 miliar, maka kesininya pendapatan dan laba perusahaan terus bertumbuh hingga terakhir pada Q3 2023, labanya disetahunkan sudah mencapai Rp152 miliar.

Okay, lalu kenapa CAMP ini menarik untuk investasi jangka panjang? Well, mari kita lihat lagi. Pertama, CAMP dimiliki dan dikendalikan oleh owner yang sama dengan owner ULTJ, yakni Keluarga Prawirawidjaja, di mana mereka selama ini fokus saja memproduksi susu dan es krim, dan gak pernah ada masalah hukum, gagal bayar utang, atau goreng-goreng saham terus pompom di media. Kedua, CAMP sudah beroperasi selama 50 tahun dan selama itu perusahaan aman-aman saja, dan kinerjanya terbukti tahan terhadap krisis di mana pada tahun 2020 lalu perusahaan masih mampu mencetak laba (meskipun turun dibanding tahun 2019, tapi di tahun 2021-nya laba tersebut langsung naik lagi). Ketiga, kinerjanya konsisten bertumbuh dalam jangka panjang, dengan rasio profitabilitas yang juga terus menanjak di mana sekarang ROE-nya disetahunkan mencapai 16.0%. Keempat, bisnisnya sederhana cuma bikin es krim lalu jual, dengan bahan baku susu yang juga mudah diperoleh dari peternak sapi lokal. Kelima, punya merk ‘Campina’ yang sudah cukup populer di masyarakat Indonesia. Dan keenam, prospek jangka panjangnya cerah seiring dengan terus meningkatnya taraf hidup masyarakat yang kemudian menaikkan tingkat konsumsi es krim di Indonesia, yang sampai hari ini masih tergolong rendah di mana es krim masih dianggap sebagai makanan mewah oleh kelas ekonomi tertentu.

Disisi lain jika di BEI ada emiten dengan kriteria seperti disebut di atas, maka biasanya valuasinya sejak awal sudah premium. Namun dengan PER 13.5 dan PBV 2.2 kali, maka CAMP tergolong undervalue untuk ukuran saham consumer goods berfundamental baik, apalagi jika dibandingkan dengan Sido Muncul, Kalbe Farma, Unilever, atau bahkan sister company­-nya Ultrajaya. Meski memang, bukan tanpa alasan pula kenapa valuasi CAMP masih rendah, yakni karena sahamnya sangat tidak likuid sehingga investor dengan dana tertentu yang besar jadi susah untuk masuk, dan akhirnya lebih memilih saham lain. Kemudian meski profitabilitas/ROE-nya yang 16% di atas termasuk sangat bagus, tapi ROE segitu masih lebih kecil dibanding nama-nama besar lainnya di sektor consumer seperti HM Sampoerna, Unilever, atau Sido Muncul. Sehingga jika dilihat dari sisi ini, maka kinerja fundamental CAMP tidak terlalu istimewa.

Kesimpulannya, jika anda tertarik maka bisa langsung beli di harga sekarang tapi secukupnya saja, atau boleh nyicil sedikit-sedikit setiap bulan, lalu lihat perkembangannya 2 – 3 tahun dari sekarang. Ohya, seperti halnya ULTJ, maka saham CAMP bisa tampak gak kemana-mana selama berbulan-bulan, tapi pada akhirnya dia tetap naik dalam jangka panjang di mana pada tahun 2020 lalu, CAMP masih berada di posisi 200, tapi sekarang dia sudah di 300 – 350. Dan kalau kinerjanya tetap bertumbuh seperti sekarang maka dalam waktu 2 – 3 tahun lagi, dia bisa naik sampai 400 – 500. Disisi lain dividennya juga lumayan, di mana untuk tahun buku 2022 kemarin perusahaan membayar dividen Rp20 per saham, yang mencerminkan yield 5.8% berdasarkan harga saham 344. So, wanna join the long journey?

***

Live Webinar Value Investing, Sabtu 25 November 2023, pukul 08.00 – 10.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

Andyan mengatakan…
Kira kira dengan menjamurnya bisnis es krim seperti mixue dkk apakah akan mempengaruhi bisnis camp pak Teguh?
Anonim mengatakan…
Benar bgt bisnia es krim susah apalagi segmentasi campina menengah kebawah.

Mixue dkk 8 rn dan 16 rb per gelas penghalau campina

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?