Cara Menemukan Info Tersembunyi di Laporan Keuangan, Contoh Kasus LK APLN
Salah satu tips untuk membaca laporan keuangan emiten secara cepat, adalah dengan kita langsung saja ke bagian laba bersih perusahaan. Simpelnya, jika angka labanya kecil apalagi sampai minus (rugi), maka ya sudah analisanya tidak perlu dilanjutkan. Tapi jika angka labanya cukup besar, dalam hal ini mencerminkan ROE 10% atau lebih, maka kita harus cek lagi, dari mana asal laba tersebut? Apakah bersifat riil/ada uangnya atau cuma pembukuan? Dari operasionalnya atau jual aset? Dan apakah bersifat one time atau berkelanjutan?
***
Ebook
Market Planning edisi November 2023 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info
jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit! Anda
bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham,
dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.
***
Dan untuk memperoleh informasi detail seperti itu maka kita bisa baca catatan kaki untuk tiap-tiap akun. Nah, tapi kadang ada kasus seperti pada gambar berikut ini, dimana perusahaan mencantumkan ‘keuntungan lain-lain’ tapi tidak ada catatan kakinya sehingga kita juga tidak bisa memperoleh info detilnya, dari mana asal keuntungan tersebut.
Laporan laba rugi PT Agung Podomoro Land, Tbk (APLN), untuk periode Q3 2023 |
Catatan kaki No.32, yang merinci asal pendapatan perusahaan |
Okay klik gambar untuk memperbesar, dan perhatikan: Di atas disebutkan bahwa APLN memperoleh keuntungan lainnya sebesar Rp1.2 triliun (kotak hijau). Namun tidak seperti akun pendapatan, beban pokok penjualan dst yang ada penjelasan detilnya di catatan kaki masing-masing, maka untuk ‘keuntungan lainnya’ ini tidak ada penjelasan detilnya. Jadi jika kita anggap bahwa keuntungan Rp1.2 triliun ini tidak riil/gak ada uangnya, maka laba periode berjalan APLN juga sejatinya bukan Rp1.35 triliun, melainkan hanya Rp150 miliar. Inilah yang kemungkinan membuat saham APLN langsung anjlok dari Rp155 hingga sekarang tinggal Rp131, tak lama setelah LK-nya rilis, karena investor menganggap bahwa laba APLN yang sesungguhnya ya cuma yang Rp150 miliar itu.
Jadi pertanyaannya sekarang, dari mana asal keuntungan Rp1.2 triliun tersebut? Untuk menjawabnya maka kita harus balik lagi ke prinsip dasar akuntansi, sebagai berikut: Jika perusahaan membukukan laba, maka saldo laba ditahannya akan naik, dan nilai ekuitasnya juga naik. Dan memang saldo laba APLN hingga 30 September 2023 tumbuh senilai Rp1.35 triliun menjadi Rp7.4 triliun, dari Rp6.1 triliun pada awal tahun. Sehingga ekuitasnya juga tumbuh menjadi Rp10.9 triliun, dari Rp9.6 triliun pada awal tahun 2023.
Kemudian jika ekuitas (passiva) naik, maka nilai asetnya (aktiva) juga naik. Nah, jadi kita tinggal cek, aset apa yang nilainya naik kurang lebih sebesar Rp1.2 triliun (angkanya gak harus sama persis). Dan ternyata, seperti bisa dilihat di gambar di bawah, aset yang naik itu adalah ‘aset keuangan lainnya’, di mana kali ini ada catatan kakinya no.12. Maka kita kemudian bisa cek catki No.12 tersebut.
Pada bagian aset tidak lancar, kelihatan aset keuangan lainnya yang naik sebesar kurang lebih Rp1.2 triliun |
Penjelasan rinci terkait 'aset keuangan lainnya' di catatan kaki No.12 |
Oke lanjut. Dari gambar diatas, kelihatan bahwa ‘aset keuangan lainnya’ yang tumbuh paling signifikan adalah ‘rekening bank yang dibatasi penggunaannya’. Dan kalau kita scroll ke halaman berikutnya, maka kita akan diarahkan ke catki No.23 terkait ‘utang bank jangka panjang’, dimana terdapat penjelasan sebagai berikut, saya tulis ulang agar bahasanya lebih sederhana: Pada 7 Juli 2023, APLN memperoleh utang Rp1.8 triliun dari Bank Danamon (BDMN) yang digunakan untuk melunasi utang obligasinya yang jatuh tempo, dimana utang ke BDMN tersebut dijamin dengan sejumlah aset, salah satunya unit-unit apartemen di Mall Neo Soho. Lalu pada 26 September 2023, APLN melalui anak usahanya menjual 152 unit apartemen di Mall Neo Soho Jakarta senilai Rp1.3 triliun tunai, dan perusahaan menggunakan Rp850 miliar diantaranya untuk membayar utangnya ke BDMN, namun transaksinya baru selesai pada tanggal 2 Oktober 2023. Sehingga per tanggal laporan keuangannya, yakni 30 September 2023, APLN mencatat aset 'kas yang dibatasi penggunaannya' yang ditempatkan di BDMN sebesar Rp850 miliar, dimana uang kas tersebut sekarang menjadi jaminan utang APLN ke BDMN untuk menggantikan jaminan Neo Soho yang sudah dijual, dan karena itulah dicatatnya sebagai aset 'kas yang dibatasi penggunaannya'. Sedangkan nilai utang perusahaan ke BDMN masih tetap tercatat Rp1.8 triliun.
Nah, tapi karena disebut diatas, transaksi pembayaran utang APLN ke BDMN selesai pada tanggal 2 Oktober, maka pada LK tahun penuh 2023 nanti, utang APLN ke BDMN akan berkurang dari Rp1.8 triliun menjadi Rp950 miliar (berkurang Rp850 miliar), dan sebaliknya aset 'kas yang dibatasi penggunaannya' yang sebesar Rp850 miliar juga akan hilang, karena uang itu tidak lagi dimiliki oleh APLN. Kemudian dengan nanti pada LK selanjutnya akan ditulis bahwa utang APLN ke BDMN berkurang sebesar Rp850 miliar, sedangkan perusahaan tidak benar-benar keluar uang Rp850 miliar tersebut (karena bayar utangnya pakai uang kas hasil penjualan Neo Soho itu tadi, bukan pakai uang kas yang sudah ada sebelumnya), maka di bagian laporan laba rugi, seperti pada gambar pertama di atas, berkurangnya nilai utang tersebut dicatat sebagai ‘keuntungan lainnya’.
Terakhir, untuk mengecek berapa keuntungan yang diperoleh APLN dari penjualan Neo Soho, maka kita bisa cek catki No.14 terkait ‘properti investasi’ seperti gambar di bawah, dimana ketemu informasi sebagai berikut: Sepanjang tahun 2023 hingga 30 September, terjadi pengurangan aset properti investasi sebesar total Rp827 miliar (karena aset properti tersebut dijual oleh perusahaan). Kemudian kalau yang kita lihat adalah pengurangan aset bangunan saja (karena yang dijual di Neo Soho kemarin adalah apartemen, bukan tanah ataupun mesin dan peralatan), maka nilainya hanya Rp644 miliar termasuk yang Neo Soho itu tadi. Jadi dengan asumsi nilai tercatat Neo Soho adalah kurang lebih Rp600 miliar, maka keuntungannya adalah Rp600 - 700 miliar (karena jualnya tadi senilai Rp1.3 triliun). Dan memang dari keterbukaan informasi yang dirilis APLN, disebutkan perusahaan membukukan laba (meski tidak disebutkan apakah itu laba kotor atau bersih) sebesar Rp640 miliar dari penjualan Neo Soho.
Catatan kaki No.14 terkait rincian mutasi properti investasi |
Kesimpulannya, keuntungan lain-lain yang sebesar Rp1.2 triliun itu (salah satunya) berasal dari keuntungan penjualan salah satu aset properti perusahaan, yakni Neo Soho sebesar Rp640 miliar, dan itu beneran ada uangnya (tunai), yang kemudian langsung digunakan oleh perusahaan untuk membayar salah satu utangnya, dalam hal ini ke Bank Danamon.
Okay Pak Teguh, jadi APLN boleh buy nih?
Well, tujuan artikel ini adalah untuk memberikan contoh tentang bagaimana kita
bisa memperoleh informasi rinci dengan cara menggali laporan keuangan, dan
kebetulan saja contohnya adalah LK APLN. Jadi soal apakah APLN ini layak invest
atau tidak, maka kita harus menganalisanya lebih jauh lagi. Tapi biar penulis
kasih clue-nya: Valuasi APLN hingga saat ini masih sangat murah, dan dengan
sekarang utangnya sudah kembali berkurang maka neracanya juga jauh lebih sehat
karena beban bunganya berkurang, sehingga perusahaan berpeluang membukukan laba
besar asalkan bisa terus jualan unit-unit apartemennya. Jadi mari kita lihat nanti
bagaimana kinerjanya di tahun 2024, mudah-mudahan beneran lebih bagus lagi dibanding tahun 2023 ini.
***
Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi terbaru Kuartal III 2023 sudah terbit, dan sudah bisa dipesan disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.
Komentar
Kenapa pembuat laporan keuangan tidak menjelaskan di catatan kakinya untuk memudahkan pembaca?