Cara 'Naik Kelas' Dari Karyawan Menjadi Investor

Beberapa waktu lalu, penulis bertemu dengan teman lama yang sukses berkarier sebagai teknisi alat-alat berat di salah satu perusahaan batubara terbesar di Indonesia. Dan kenapa penulis katakan sukses? Karena teman penulis ini pada usia pertengahan 30-an sudah punya rumah, mobil, bisa umroh bareng keluarganya, dan juga sudah punya beberapa bidang tanah di kampungnya, tabungan, serta investasi.

***

Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi terbaru Kuartal III 2023 akan terbit tanggal 8 November, dan sudah bisa dipesan disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.

***

Dan memang untuk staf lapangan perusahaan tambang yang kerjanya di pedalaman hutan di Kalimantan, maka gaji mereka mencapai puluhan juta, dan bahkan bisa lebih dari seratus juta Rupiah per bulan untuk level manager. Nah, tapi teman penulis ini bilang bahwa, meski gaji saya kelihatannya sangat besar dibanding karyawan perusahaan di bidang lain, tapi sebenarnya itu tidak seberapa dibanding biaya-biaya yang harus dikeluarkan perusahaan tambang untuk operasional. Misalnya, tahukah anda bahwa haul truck yang gede banget itu, yang bisa mengangkut hingga 250 ton batubara sekali jalan, itu harganya sekitar $3 – 4 juta atau Rp45 – 60 miliar per unit? Bahkan untuk ban-nya saja (yang ukurannya juga super jumbo), harga satunya sekitar Rp4 miliar. Sedangkan sebuah perusahaan batubara bisa mengoperasikan hingga puluhan unit haul truck di lokasi tambangnya, belum alat-alat berat yang lain.

Ilustrasi haul truck milik salah satu perusahan kontraktor tambang di Indonesia

Sehingga, meski benar bahwa karyawan perusahaan tambang itu gajinya gede, tapi itu tetap tidak seberapa dibanding biaya operasional perusahaan secara keseluruhan, nilai omzet pendapatan perusahaan itu sendiri, apalagi dibanding keuntungan yang menjadi jatah investor pemilik perusahaan. Dan mungkin itu sebabnya kenapa ada banyak konglomerat di bidang ini, bahkan hingga masuk ke pemerintahan. Sebut saja Erick Thohir, Luhut Pandjaitan, Sandi Uno, Prabowo Subianto, semuanya punya atau pernah punya usaha batubara.

Nah, dari cerita teman tersebut, penulis jadi ingat ketika saya menganalisa beban gaji karyawan di laporan keuangan emiten-emiten di BEI, dimana setelah menganalisa selama bertahun-tahun, saya memperoleh kesimpulan bahwa beban gaji dan tunjangan karyawan itu hanya kurang dari 10% dari total pendapatan perusahaan (jadi misal pendapatan setahun Rp1 triliun, maka beban gajinya gak sampai Rp100 miliar), sudah termasuk gaji direksi dan komisaris yang tentu saja jauh lebih besar dibanding gaji karyawan level staf. Misalnya untuk Gudang Garam, maka dari pendapatan Rp55.9 triliun selama enam bulan (Januari – Juni 2023), beban gaji karyawan hanya Rp1.2 triliun untuk 29 ribu karyawan, atau jika dirata-ratakan Rp9 juta per bulan per karyawan. Sudah tentu, jika kita ambil rata-rata Rp9 juta tersebut maka itu masih terhitung besar, tapi sekali lagi itu tetap tidak seberapa dibanding total pendapatan yang Rp55.9 triliun itu tadi, ataupun dibanding laba bersih yang menjadi milik pemegang saham perusahaan sebesar Rp3.3 triliun.

Gaji Saya Kecil, Bagaimana Cara Saya Berinvestasi?

Kesimpulannya, tak peduli seberapa besar gaji yang anda terima sebagai karyawan di sebuah perusahaan, namun keuntungan yang diterima pemilik perusahaan akan selalu lebih besar lagi, bahkan jauh lebih besar. Dan penulis kepikiran untuk menulis artikel ini karena banyak membaca curhatan anak Gen Z, yang sekarang berusia 20 – 30 dan biasanya sedang berada di awal-awal kariernya, dimana ceritanya semuanya sama: Kerjaan banyak sampai kenal mental health, tapi gajinya segitu-gitu aja. Terus ya boro-boro beli rumah, sekedar melunasi kendaraan aja susah.

Nah tapi bagaimana kalau penulis katakan bahwa saya sendiri sebagai gen milenial waktu umur 20-an dulu sama ceritanya begitu, harus kerja lembur sampai malem, macet-macetan di jalan gaji pas-pasan, terus harus setor juga ke orang tua di kampung (yes, I am too a sandwich gen), but still we made it? Memang tidak semua millenial/generasi X sukses, dimana ada banyak juga karyawan yang sudah masuk usia 40-an tapi belum punya tabungan dan mobilnya masih nyicil. Nah, tapi kira-kira apa yang membedakannya? Kenapa sebagian pekerja sudah settle di usia 30 – 40 bahkan sampai bisa resign, tapi sebagian lagi masih harus struggle di usia yang sama?

Dan penulis kira jawabannya adalah tergantung dari apa yang mereka lakukan ketika masih berusia 20an, yakni ketika masih berada di awal-awal karier, apapun bidang pekerjaan yang dipilih. Perhatikan: Penulis sendiri masih ingat ketika dapat gaji pertama Rp1.5 juta sebulan, tahun 2008 dulu, maka sebisa mungkin dari gaji tersebut saya sisihkan barang 200 – 400 ribu. Dan itu bukan karena duitnya nanti mau dipakai buat beli apa, melainkan karena saya menyadari itu tadi: Sebesar apapun gaji kita, maka penghasilan pemilik perusahaan akan selalu lebih besar lagi. Alhasil, sejak awal bekerja saya sudah punya visi bahwa saya tidak akan jadi karyawan selamanya, melainkan harus menjadi pengusaha, atau pemilik perusahaan aka investor. Dan namanya investor itu ya harus punya aset meski mungkin cuma 1 lot saham, atau 1 gram emas, atau tabungan 1 juta Rupiah.

Jadi saya kemudian menabung, mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, menghemat apapun yang bisa dihemat, dan mencari penghasilan tambahan diluar gaji. Kemudian saya berkenalan dengan saham sehingga tabungan yang dimiliki diinvestasikan disitu hingga tumbuh lebih besar lagi. Untuk teman penulis di atas juga sama, dimana ketika ia terima gaji gede maka sebagian besar diantaranya ditabung (lagian hidup dan kerja di hutan mau beli apaan? Buat makan sehari-hari juga udah dikasih sama katering perusahaan), untuk renovasi rumah orang tua, dan untuk beli tanah di kampung. Alhasil selama 5 – 10 tahun pertama sejak kami diterima kerja, fokus kami hanya kerja, kerja, kerja (agar gaji naik), dan menabung. Jadi gak ada itu istilah work life balance, mental health, healing bla bla bla. Kemudian kami juga sadar bahwa jika kita ingin tabungan modal yang kita miliki tumbuh besar, maka itu akan perlu waktu. Jadi gak bisa itu kita kerja 1 – 2 tahun terus langsung jadi miliarder, melainkan paling cepat 10 tahun. Dan kalau selama itu kita harus jadi gembel di kantor, it’s okay!

However, tidak semua karyawan mindset-nya seperti itu, dimana banyak juga karyawan yang tiap tanggal muda mendadak jadi orang terkaya di dunia, karena mikirnya toh nanti bulan depan juga bakal gajian lagi (saya pernah bahas itu disini). Atau lebih buruk lagi: Beli ini itu lalu bayarnya pakai paylater, atau langsung ambil cicilan rumah dan mobil ketika gaji sebenarnya belum gede-gede amat, sehingga tiap awal gajian duitnya langsung habis karena potongan ini itu. Dan sebenarnya ada juga karyawan yang berusaha menabung tapi tidak konsisten, dimana tabungannya yang belum cukup besar itu sudah keburu dipakai, balik lagi karena tidak mampu kalau harus ‘kerja menderita’ selama bertahun-tahun. Lagian udah capek-capek kerja masa duitnya gak segera dinikmatin sih?

Anyway, mau itu generasi boomer, X, millenial, Z, atau nanti generasi Alpha, maka sebenarnya semuanya ceritanya bakal sama: Hidup struggle di usia 20 – 30an, bahkan termasuk mereka yang mungkin punya privilege, tapi nanti barulah pada usia 40an akan kelihatan siapa yang punya cukup aset untuk hidup berkecukupan hingga sepanjang sisa hidupnya, dan yang tidak. Nah, jadi balik lagi ke judul di atas: Gaji saya kecil, gimana saya bisa investasi? Maka jawabannya, bahkan meskipun anda baru cuma punya 1 lot saham (jika investasinya di saham), maka itu sudah merupakan awal yang bagus! Dan meski memang waktunya gak akan sebentar tapi nanti tiba-tiba saja aset yang kecil itu akan menjadi besar, dimana rumah dan mobil yang dulu ketika kita awal-awal bekerja tampak tidak terjangkau, sekarang anda bisa langsung beli secara tunai. Dan pada saat itulah, you’ll be proud of yourself.

***

Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi terbaru Kuartal III 2023 akan terbit tanggal 8 November, dan sudah bisa dipesan disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

Jumadi mengatakan…
Pak Teguh sy yakinlah cukup ilmu di bidang saham dan pinter monetisasi ilmunya. Nah jawab sejujurnya pak, hasil dari jualan ebook-webinar dibanding profit investasi skrg besar mana pak? hehe

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?