Tips Menabung Saham Untuk Karyawan dan PNS
Pak Teguh, perkenalkan nama saya Pak *****. Latar belakang saya seorang PNS / ASN usia 30an akhir, menikah dengan dua orang anak, dan istri tidak bekerja. Gaji setiap bulan dipotong untuk cicilan KPR (mobil dan motor Alhamdulillah sudah lunas), dan selebihnya terbilang cukup untuk kebutuhan sehari-hari saya sekeluarga, dan saya tidak punya utang. Langsung saja pak, saya sudah baca buku Pak Teguh dimana disitu disampaikan ilustrasi bahwa jika kita rutin setor Rp1 juta per bulan ke sekuritas, dan konsisten profit sekian persen per tahun, maka hasilnya akan sangat besar/kita akan pegang ratusan juta Rupiah setelah 10 tahun, dan bahkan miliaran Rupiah setelah 20 tahun. Tapi jika kita hanya setor sekali saja di awal ketika membuka rekening saham dan setelah itu tidak setor-setor lagi, maka hasilnya tidak akan maksimal bahkan meski kita mampu profit besar setiap tahunnya.
***
Live
Webinar Value Investing, Sabtu
26 Agustus 2023, pukul 08.00 – 10.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.
***
Problemnya Pak, saya selama ini merasa sulit sekali untuk menabung dan menyetor ke rekening sekuritas. Jadi jika di akhir bulan masih ada sisa gaji sekian maka selalu ada saja godaan untuk menghabiskan sisa uang tersebut entah itu untuk beli sesuatu, atau menyenangkan keluarga dengan cara makan-makan dan belanja ke mall. Alhasil tabungan saya baik itu di bank maupun di saham nilainya segitu-gitu saja, padahal saya sudah bekerja belasan tahun, dan juga sudah mengenal saham sejak tahun 2018. Intinya bagaimana cara untuk menahan godaan itu ya pak? Agar kita bisa komitmen menabung dan rutin menyetor sehingga aset kita bisa lebih cepat bertumbuh jadi besar? Terima kasih.
Jawab:
Salah satu perbedaan mendasar antara investor/pengusaha dengan pekerja/karyawan, baik itu karyawan swasta maupun PNS, adalah investor tidak memiliki kepastian penghasilan. Jadi berbeda dengan seorang karyawan yang rutin menerima gaji tetap setiap bulannya, maka jika seorang investor pada bulan ini profit sekian, maka belum tentu bulan depan ia akan profit segitu juga, malah bisa saja rugi.
Kemudian, tidak adanya kepastian penghasilan ini akan membuat seorang investor memiliki apa yang saya sebut dengan survival instinct, atau insting untuk bertahan hidup. Karena, perhatikan: Jika anda tidak tahu apakah bulan depan anda bakal mendapatkan uang atau tidak, maka anda akan berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan berapapun uang yang anda miliki saat ini, dan untuk menabung/mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Karena bagaimana jika besok-besok IHSG crash lalu anda rugi besar, tapi disisi lain anda tidak punya tabungan sepeserpun? Anak dan istri mau makan apa jika itu terjadi? Karena itulah seorang investor saham, terutama yang sudah profesional/full time, mereka akan selalu menyimpan berapapun profit yang ia hasilkan dari saham itu sendiri, yakni untuk jaga-jaga kalau besok-besok dia tidak kembali profit. Malah kalau mereka juga ada penghasilan di luar profit saham, misalnya seperti penulis yang punya penghasilan dari blog ini, maka uangnya dipakai buat setor lagi. Dan ini bukan berarti kita tidak boleh menarik keuntungan investasi untuk kemudian dipakai jalan-jalan keluar negeri, misalnya, atau untuk kebutuhan sehari-hari. Tapi normalnya seorang investor baru bisa melakukan hal itu ketika dana kelolaannya sudah cukup besar, dan alhasil profitnya juga besar. Sehingga ketika ia mengambil sebagian kecil saja keuntungan untuk dibelanjakan maka sisa keuntungannya masih cukup besar, dan alhasil nilai portofolio investasinya tetap konsisten bertumbuh dari tahun ke tahun.
Okay Pak Teguh, lalu kenapa ada banyak investor pemula/investor paruh waktu yang belum bisa seperti itu? Yang lebih cenderung menghabiskan gaji mereka alih-alih menyetornya ke sekuritas agar modalnya terus bertambah? Ya itu karena mereka belum memiliki survival instinct itu tadi, yakni karena adanya kepastian bahwa tiap bulan mereka akan gajian. Jadi ya gak apa-apa jika duit gaji habis, toh nanti bulan depan saya akan terima gaji lagi. Adanya kepastian ini bisa menyebabkan seseorang secara tidak sadar merasa bahwa mereka tidak butuh tabungan, dana darurat, atau semacamnya. Dan alhasil mereka jadi sulit untuk menabung, bahkan meski mereka punya penghasilan yang lebih dari cukup untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga sisanya masih banyak (tapi pada akhirnya uang sisa itu tetap dihabiskan juga).
Jadi kembali ke pertanyaannya, bagaimana cara untuk menahan godaan belanja yang tidak perlu, dan agar kita bisa komitmen menabung sehingga aset investasi kita tumbuh lebih cepat? Jawabannya adalah dengan membangun survival instinct, dengan cara melihat jauh ke depan. Perhatikan: Betul, seorang karyawan hampir pasti akan menerima gaji setiap bulan, tapi apakah ia akan terus bekerja dan menerima gaji seumur hidupnya? Jelas tidak. Ingat bahwa seorang pekerja di bidang apapun, dan pada posisi/jabatan setinggi apapun, suatu hari nanti akan pensiun dan tidak akan terima gaji lagi. Jadi bagaimana jadinya jika kita pada saat itu masih saja gak punya tabungan? Dan betul kalau anda seorang PNS, maka anda akan tetap mendapat pensiunan meski nanti sudah tidak lagi bekerja, tapi apakah uang pensiunan tersebut pasti akan cukup untuk sehari-hari? Jawabannya, belum tentu, karena nilai pensiunan itu jauh lebih kecil dibanding nilai gaji itu sendiri, sedangkan disisi lain nilai kebutuhan sudah pasti meningkat signifikan ketika kita sudah tua nanti (misalnya untuk berobat ke dokter, biaya kuliah anak, dll).
Sehingga jika kita lebih teliti lagi, maka sebenarnya seorang karyawan dalam jangka panjangnya juga tidak benar-benar memiliki kepastian penghasilan, dan ini bahkan belum termasuk risiko terjadinya peristiwa tidak terduga, misalnya kalau anda kena PHK. Nah, jika anda sudah memiliki mindset demikian maka anda akan mulai membangun survival instinct seperti yang saya jelaskan di atas. Dan anda akan mulai komitmen menabung, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Good luck!
***
Live Webinar Value Investing, Sabtu 26 Agustus 2023, pukul 08.00 – 10.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.
Komentar