Indah Kiat Pulp & Paper (INKP) Bangun Pabrik Baru Senilai Rp54 triliun: Prospek Sahamnya?

Penulis terakhir membahas prospek saham PT Indah Kiat Pulp & Paper, Tbk (INKP) secara terbuka di blog ini pada tanggal 16 September 2021, dimana jika anda baca lagi ulasannya ketika itu, maka pada intinya saya mengatakan bahwa INKP ini fundamentalnya bagus, valuasinya murah dengan PBV hanya 0.6 kali pada harga sahamnya ketika itu yakni Rp7,275, dan prospeknya cerah terkait booming ecommerce dan pemulihan ekonomi secara umum pasca pandemi, yang meningkatkan permintaan global terhadap kertas industri, terutama untuk packaging. Ketika itu laba bersih INKP untuk tahun 2021 sudah naik signifikan dibanding tahun 2009 dan 2020-nya, dan penulis perkirakan bahwa trend kenaikan laba tersebut masih akan berlanjut di tahun 2022 dan seterusnya.

***

Libur panjang, waktunya belajar investasi saham lagi, bisa mulai dari siniBonus: Alumni bisa mengikuti live webinar pada hari Sabtu, 13 Mei 2023, langsung dengan Teguh Hidayat, secara gratis.

***

And indeed di sepanjang tahun 2022, INKP sukses membukukan laba bersih $857 juta, lompat dibanding tahun 2021 sebesar $526 juta. Dan sahamnya juga naik signifikan persis sejak penulis posting ulasannya di bulan September 2021, yakni dari 7,275 hingga mentok di 10,300 pada November 2022. Namun setelah itu, seiring dengan lesunya kondisi pasar dan penurunan IHSG, maka INKP juga ikut turun hingga barusan balik lagi kembali ke persis 7,275. Nah, tapi dengan nilai ekuitas dan juga laba bersihnya yang sekarang lebih tinggi dibanding tahun lalu, maka pada harga tersebut valuasi saham INKP menjadi lebih murah lagi dengan PER hanya 3.0 kali, dan PBV 0.5 kali.

Kemudian pada tanggal 5 April 2023 kemarin, manajemen INKP mengumumkan bahwa perusahaan dalam waktu dekat akan membangun pabrik baru untuk menambah kapasitas produksi senilai maksimal $3.6 miliar, tepatnya $3,632,608,000 atau setara Rp54.4 triliun. Jadi bagaimana prospek perusahaan kedepannya? Apakah lebih cerah karena ini berarti pendapatannya akan naik lebih tinggi lagi seiring peningkatan volume produksi, atau justru suram karena perusahaan kemungkinan harus mengambil utang atau bahkan right issue?

Untuk menjawabnya, kita bisa langsung membaca keterbukaan informasi yang dirilis perusahaan.

Jadi pertama-tama kita lihat kembali latar belakang perusahaan. PT Indah Kiat Pulp & Paper, Tbk adalah perusahaan yang memproduksi empat jenis kertas yakni pulp (bubur kertas, yang masih harus diolah lebih lanjut untuk menjadi kertas siap pakai), kertas budaya (untuk buku, koran, majalah dll), kertas industri (untuk bungkus paket, tempat/wadah makanan dan minuman, kardus kemasan dll), dan kertas tisu. Perusahaan memiliki tiga lokasi pabrik yakni di Perawang (Riau), Tangerang (Banten), dan Serang (Banten). INKP merupakan bagian dari Asia Pulp & Paper (APP), yang merupakan salah satu grup perusahaan kertas terbesar di Asia, dimana APP pada gilirannya merupakan bagian dari Grup Sinarmas. INKP selama ini memproduksi kurang lebih 6 juta ton kertas dimana sekitar 45% diantaranya dijual di pasar dalam negeri, dan selebihnya diekspor ke seluruh dunia terutama China.

Kemudian pada tahun 2022, INKP secara keseluruhan memproduksi 6.45 juta ton kertas, turun dibanding tahun 2021 sebanyak 6.65 juta ton. Penurunan volume produksi itu bukan disebabkan oleh berkurangnya permintaan, karena berdasarkan pengakuan manajemen, permintaan kertas justru meningkat sangat signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini terutama untuk jenis kertas industri. Pada tahun 2021, permintaan global untuk kertas industri tercatat 184 juta ton, yang kemudian tumbuh menjadi 189 juta ton pada tahun 2022, dan diproyeksi akan kembali bertumbuh hingga mencapai 217 juta ton pada tahun 2026.

Contoh hasil produksi INKP berupa tempat/wadah makanan dan minuman, yang terbuat dari kertas. Dalam beberapa tahun terakhir permintaan kertas untuk wadah makanan dan minuman tumbuh pesat seiring meningkatnya kesadaran masyarakat untuk beralih dari plastik ke kertas, yang lebih ramah lingkungan.

Namun demikian volume produksi INKP tetap turun pada tahun 2022 kemarin karena kapasitas produksinya sudah mentok, dimana tingkat utilisasi dari ketiga pabrik yang ada sudah mencapai lebih dari 90%. Jadi memang perusahaan sudah tidak bisa memproduksi kertas lebih banyak lagi, kecuali dengan cara membangun pabrik baru. Disisi lain tingginya permintaan kertas industri menyebabkan harga jualnya naik signifikan, dan alhasil pendapatan dan laba bersih INKP untuk tahun 2022 kemarin tetap tumbuh dibanding tahun 2021-nya, bahkan meski sebenarnya volume produksinya menurun. Jadi bisa dibayangkan berapa pendapatan serta laba bersih perusahaan jika volume produksinya ikut naik.

Karena itulah, manajemen akhirnya memutuskan untuk membangun satu pabrik baru dengan kapasitas 3.9 juta ton per tahun, yang akan fokus memproduksi kertas industri. Pabrik baru ini akan berdiri di atas lahan seluas 350 hektar di Karawang, Jawa Barat, dan direncanakan akan menyerap 4,136 orang tenaga kerja baru yang bekerja dalam tiga shift masing-masing 8 jam setiap harinya, sehingga pabriknya akan beroperasi full 24 jam. Perusahaan sudah sejak tahun 2022 lalu menunjuk sejumlah kontraktor untuk mengerjakan konstruksi pabrik tersebut, salah satunya PT Adhi Karya, Tbk (ADHI), yang memperoleh kontrak pekerjaan pembangunan jalan dan drainase. Dan seperti disebut di atas, pabrik baru ini akan membutuhkan investasi maksimal $3.6 miliar dimana 60% diantaranya bersumber dari utang bank jangka panjang, sedangkan 40% sisanya dipenuhi dari kas internal perusahaan.

Sehingga secara proforma, per akhir tahun 2022 nilai utang jangka panjang INKP bertambah $2.2 miliar menjadi $4.0 miliar, dengan total liabilitasnya menjadi $6.2 miliar. Sedangkan ekuitasnya tetap $5.6 miliar, karena dalam hal ini perusahaan tidak melakukan penambahan modal atau right issue. Aset lancar INKP sendiri pada akhir tahun 2022 tercatat $5.5 miliar termasuk kas $1.3 miliar, sehingga relatif cukup untuk memenuhi 40% biaya pembangunan pabriknya. Dan karena seperti disebut diatas, perusahaan sudah menunjuk kontraktor sejak tahun 2022 lalu, maka penulis perkirakan bahwa proyek pembangunan pabriknya pada saat ini sebenarnya sudah berjalan, meskipun INKP baru akan menggelar RUPS-LB untuk meminta persetujuan pemegang saham pada tanggal 16 Mei 2023, yakni bersamaan dengan RUPS tahunan. Tidak ada informasi soal kapan kira-kira pabriknya akan selesai dibangun dan mulai berproduksi. Namun berdasarkan laporan dari Kantor Jasa Panilai Publik (KJPP) tentang pendapat kewajaran transaksi pembangunan pabriknya, dimana disitu disebutkan bahwa pendapatan INKP pada tahun 2023 diproyeksi masih akan sama seperti tahun 2022 ($4 miliar), tapi akan naik menjadi $5.4 miliar pada tahun 2024, maka itu berarti pembangunan pabriknya akan butuh waktu kurang lebih satu tahun saja, dan akan sudah berproduksi pada tahun 2024 nanti. Dalam jangka panjangnya, jika penambahan kapasitas dari pabrik baru ini juga bisa terutilisasi secara maksimal, maka pada tahun 2030 pendapatan INKP diperkirakan akan mencapai $9.3 miliar per tahun. Sebagai perbandingan, jika INKP tidak membangun pabrik baru dan tetap bergantung pada tiga pabrik yang sudah ada, maka pada tahun 2030, pendapatan perusahaan diproyeksikan akan mentok di $5.1 miliar saja.

Prospek INKP Dalam Jangka Pendek - Menengah

Anyway, pada akhirnya kesemua angka-angka proyeksi jangka panjang di atas hanyalah prediksi yang bisa saja keliru. Jadi kalau kita kembali ke analisa perusahaan serta sahamnya untuk saat ini (tahun 2023), maka penulis melihat hal-hal sebagai berikut.

Pertama, seperti disebut di atas, untuk memenuhi biaya pembangunan pabriknya maka INKP akan mengambil utang jangka panjang tapi tidak akan right issue. Sehingga investor publik tidak perlu setor apa-apa ke perusahaan, demikian pula saham mereka tidak akan terdilusi. Kemudian belum ada informasi rinci soal rencana pengajuan utang bank jangka panjang oleh perusahaan. Namun per akhir tahun 2022, INKP memiliki utang jangka panjang senilai $564 juta, termasuk $183 juta yang akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun atau kurang, dari 11 bank di dalam negeri, dengan bunga 7.5 – 10.5% per tahun untuk pinjaman dalam mata uang Rupiah, dan bunga 3.5 – 7.3% per tahun untuk pinjaman dalam mata uang US Dollar. Sehingga penulis perkirakan bahwa untuk pinjaman barunya yang sebesar $2.2 miliar akan juga mengandung bunga 7 – 10%, setara $154 – 220 juta per tahun. Karena laba bersih INKP pada tahun 2022 tercatat $857 juta, maka dengan asumsi untuk tahun 2023 ini pendapatannya masih sama dibanding 2022 (karena pabriknya baru akan beroperasi tahun 2024), maka laba INKP mungkin akan turun pada Kuartal II atau III 2023, yakni ketika perusahaan sudah memperoleh pinjaman dan mulai membayar bunganya. However jika harga jual kertas industri dan kertas budaya masih lanjut naik (perlu dicatat bahwa kertas industri/budaya merupakan produk hilir dari pulp, sehingga memiliki harga jualnya sendiri yang tidak sama dengan harga pulp), maka pendapatan dan laba operasional INKP bisa tetap naik bahkan meski volume produksinya masih sama, dan demikian pula laba bersihnya akan tetap naik meski dengan kenaikan yang tidak setinggi kenaikan pendapatannya, yakni karena adanya tambahan beban bunga utang.

Sementara untuk tahun 2024, dengan asumsi pabriknya selesai tepat waktu, maka pendapatan serta laba bersih INKP hampir bisa dipastikan akan melompat, karena beban bunga yang timbul terhitung lebih kecil dibanding nilai kenaikan pendapatan serta laba usaha dari hasil operasional pabrik barunya.

Kedua, seperti penulis sampaikan di ulasan September 2021 lalu, di masa lalu INKP (atau dalam hal ini APP sebagai induknya) memiliki utang yang sangat besar, bahkan hampir saja bangkrut karena krisis 1998. Tapi beruntung perusahaan mampu bertahan, dan dalam lima tahun terakhir (sejak 2018) terus secara bertahap mengurangi utang-utangnya. Hingga pada tahun penuh 2022, total liabilitas INKP yakni $4.0 miliar sudah lebih kecil dibanding ekuitasnya $5.6 miliar, yang mencerminkan posisi neraca yang sangat sehat.

Sehingga meskipun total liabilitas INKP akan bertambah karena adanya utang baru, namun debt to equity ratio (DER) perusahaan hanya akan meningkat dari 66.8% menjadi 73.8% di tahun 2023, dan menjadi 94.3% di tahun 2024, alias masih sehat. Penulis perhatikan hal ini jarang diketahui investor, dimana mereka masih berpikir bahwa INKP ini punya utang segunung seperti Garuda Indonesia atau Bumi Resources. Tapi sekarang anda sudah tahu bahwa data dari laporan keuangan perusahaan justru menunjukkan sebaliknya.

Terakhir ketiga, adalah terkait harga sahamnya. Seperti disebut diatas, seiring kinerja laporan keuangannya yang sesuai ekspektasi maka beberapa waktu lalu saham INKP naik sampai mentok di 10,300 pada November 2021, tapi setelah itu seiring bear market sahamnya turun sampai balik lagi ke 7,000-an. Dan sebenarnya ini bukan kali pertama INKP turun sebanyak itu, bahkan meski kinerjanya masih bagus dan bertumbuh, serta prospeknya masih cerah. Antara Juni – November 2018, INKP turun dari 20,000 sampai 11,000 seiring bear market dimana IHSG turun 2.5% di sepanjang tahun 2018. Lalu antara Februari – Agustus 2021, INKP juga kembali turun dari 14,900 sampai mentok di 6,250, juga karena lesunya kondisi pasar di tahun 2021 meski IHSG-nya ketika itu naik 10.1% (penjelasannya baca lagi disini).

Jadi penulis melihatnya bahwa karena INKP ini bisnis usahanya tidak umum (kertas, plus banyak yang berpikir bahwa bisnis kertas ini sudah tamat karena sekarang orang sudah gak baca koran cetak lagi, padahal sebenarnya kebutuhan kertas justru meningkat untuk bungkus paket dll), kesannya punya utang banyak, dan sahamnya gak pernah muncul di media atau dipompom seperti halnya saham BUMI atau GOTO (sebelum muncul berita soal rencana pembangunan pabriknya, kapan terakhir kali anda baca berita tentang INKP ini?), maka jadilah sahamnya tidak populer dan kurang diminati, dan alhasil sahamnya sangat sensitif terhadap fluktuasi pasar serta naik turunnya IHSG. Sehingga ketika IHSG sejak September 2022 lalu sampai dengan hari ini cenderung turun, maka jadilah INKP juga ikut terseret turun. Tapi bicara prospeknya maka INKP ini masih bagus, karena dalam banyak aspek maka rencana pembangunan pabriknya ini jauh lebih baik dibanding ketika pada tahun 2020 lalu PT Indofood CBP, Tbk (ICBP) mengakuisisi Pinehill, misalnya.

Disisi lain asal kondisi pasarnya normal saja, alias gak turun terus-terusan seperti beberapa bulan terakhir ini, melainkan naik entah itu sedikit atau banyak, maka INKP juga bisa naik buanyak. Contohnya ya antara April 2020 hingga Februari 2021 lalu, dimana seiring naiknya IHSG dari 4,500-an s/d 6,400-an, maka INKP juga lompat dari 5,000-an hingga hampir menyentuh 15,000, alias profit 3 kali lipat. Sehingga untuk kedepannya, asalkan kondisi pasarnya lebih baik saja, dan penulis perkirakan bahwa IHSG pada akhirnya memang akan naik lagi (karena bear market-nya sudah lama sekali, sudah lebih dari enam bulan), maka pada saat itulah INKP juga akan dengan cepat naik lagi. Apalagi seperti disebut diatas, valuasi INKP pada saat ini sudah lebih rendah dibanding valuasinya pada November 2021 lalu (PBV 0.5 berbanding PBV 0.6), bahkan meski harga sahamnya sama-sama 7,275.

Sehingga jika anda termasuk yang pegang sahamnya, hold saja. Risiko terkait INKP ini adalah jika situasi bear market yang sudah terjadi selama enam bulan terakhir ternyata masih berlanjut, atau jika pada LK berikutnya nanti di Q1 2023, labanya ternyata turun karena peningkatan beban bunga utang. Tapi seperti disebut diatas, penulis menganggap bahwa IHSG dalam waktu dekat ini harusnya akan naik lagi (analisa lengkapnya nanti saya tulis di lain kesempatan). Dan berdasarkan hitungan proyeksi DER-nya diatas, INKP kemungkinan baru akan ambil utang pada semester II 2023 atau awal 2024, karena untuk tahap-tahap awal pembangunan pabriknya masih dibiayai oleh kas internal. Dengan kata lain, untuk semester I 2023 beban bunga utang INKP belum akan meningkat, sehingga risiko terjadinya penurunan labanya terbilang rendah. Nah, tapi katakanlah terjadi skenario terburuk: Dalam beberapa bulan kedepan IHSG masih gak kemana-mana, dan laba INKP di LK berikutnya nanti ternyata turun. Jika demikian maka sahamnya hanya akan batal naik saja, tapi juga tidak akan turun lebih rendah lagi, melainkan akan bertahan di kisaran harganya saat ini (7,000 – 8,000), karena valuasinya yang sudah kelewat terdiskon itu tadi.

Nevertheless, dengan mempertimbangkan seluruh aspek termasuk risk and reward-nya, penulis masih menganggap bahwa INKP merupakan salah satu saham yang paling prospektif yang ditawarkan oleh pasar pada saat ini. Benar atau tidak, kita lihat perkembangannya beberapa bulan dari sekarang.

***

Libur panjang, waktunya belajar investasi saham lagi, bisa mulai dari sini.. Bonus: Alumni bisa mengikuti live webinar pada hari Sabtu, 13 Mei 2023, langsung dengan Teguh Hidayat, secara gratis.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email

Komentar

Peter mengatakan…
Terima kasih untuk informasinya pak Teguh. Dari pengalaman memang sering market salah menilai value dari suatu saham baik over value atau under value namun secara jangka panjang harga saham akan mengikuti fundamentalnya. Banyak contoh seperti HMSP dan UNVR yg kinerjanya turun, bahkan perusahaan sekelas HMSP dan UNVR pun secara jangka panjang harga sahamnya juga ikut turun. Sebaliknya MAPI yang berhasil mencatatkan pembalikan kinerja setelah covid maka harga sahamnya pun multi bagger. Ya sebetulnya tinggal tunggu waktu saja yang bisa menjawab benar atau salah.
Salam cuan.
devan mengatakan…
terimakasih atas postingan yang luar biasanya pak Teguh, saya banyak belajar dari postingan ini.

namun ada sedikit hal yang mengganjal di pikiran saya pak Teguh.
Di tahun 2022 kemarin laba INKP mencapai $857 atau naik signifikan. dan di keterbukaan informasi yang baru saja dirilis INKP disebutkan bahwa setelah adanya transaksi pembangunan pabrik baru maka laba INKP pada 2024 menjadi $609 dan di 2025 menjadi $803. memang proyeksinya terus meningkat. tapi yang jadi maslaahnya adalah laba tersebut tetap lebih kecil dibanding laba di tahun 2022 kemarin.
apakah ini tidak menjadi sentimen negatif bagi INKP? belum lagi proyeksi untuk laba ditahun 2023 ini hanya sebesar $468, jauh dibawah laba tahun 2022.

terimakasih pak Teguh.
ayoni mengatakan…
Baru saja kemarin saya menjual saham INKP, karena naik nya sedikit sekali. Memang beberapa hari lalu saya cek PBV dan PER nya sangat bagus, namun kenaikan saham dan harga saham yang lumayan masih belum juga di lirik investor lain. saran bapak apakah sebaiknya dibeli kembali saat harga bagus untuk jangka panjang?

Terimakasih
James mengatakan…
Hi Pak Teguh, terima kasih atas ulasannya.

Saya punya pertanyaan, bagaimana pendapat Pak Teguh mengenai pengaruh penurunan harga Kraft Pulp dunia terhadap prospek kinerja INKP dan TKIM di tahun ini?

Terima kasih.
zero to hero mengatakan…
Terimakasih pak teguh atas informasinya

sedikit cerita saya bekerja di pabrik beton tiang pancang dikarawang dan mendapat pesanan pembangunan pabrik IKK dikarawang banyak sekali sudah hampir 10 rb tiang pancang setara +- 300 Miliar. selain itu saya berfikir darimana uang sebanyak ini dengan kondisi ekonomi lesu bisa membangun pabrik besar dari situ saya cari info mengenai pabrik ini. ternyata memang kapasitas produksinya sudah 95 % sehingga harus buat pabrik lagi. untuk investasi jangka panjang 10-15 tahun sangat bagus mengingat pemesanan kertas terus naik. akan tetapi untuk masuk (buy) mungkin menunggu turun sedikit lagi . terimakasih informasinya mencerahkan
Folder Saham mengatakan…
Saham INKP semoga tidak turun lebih dalam lagi ya pak...saya masih nyangkut di average sekitar 8.700 tetapi masih yakin dan hold terus...
Imang mengatakan…
Baca ulasan ini, langsung beli beberapa hari kemudian. Sekarang sudah naik 34%. Walo deviden kebanting banget dengan PTBA.

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Saham BBRI Anjlok Lagi! Waktunya Buy? or Bye?