Investasi Untuk Persiapan Dana Pensiun
Suatu sore beberapa waktu lalu (sebelum bulan puasa), penulis sedang jalan kaki santai di salah satu sudut Kota Bandung, ketika saya melihat warung mie ayam yang kelihatannya baru buka banget, karena gerobaknya masih baru. Saya kemudian menghampiri warung mie ayam tersebut, yang berlokasi di dalam carport (garasi) pada sebuah rumah kecil di pinggir jalan besar dan ramai, dan garasinya hanya muat untuk dua buah meja dan empat buah kursi. Sayangnya kesemua kursi tersebut sudah diduduki oleh pengunjung lain, padahal saya ingin makan di tempat.
***
Ebook
Market Planning edisi April 2023 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual
beli saham, dan update strategi investasi bulanan akan terbit 1 April mendatang.
Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham,
dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.
***
Alhasil bapak-bapak penjual mie ayam-nya mempersilahkan saya untuk masuk lalu duduk di ruang tamu rumahnya, dan beberapa saat kemudian mie ayamnya datang. Nah, ketika menyantap semangkok mie ayam itulah, insting analis penulis kembali bekerja dengan sendirinya, dimana saya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, bapak-bapak penjual mie ayamnya sama sekali tidak berpenampilan seperti abang pedagang mie ayam pada umumnya, melainkan tampak seperti pekerja kantoran yang sudah berumur, kurang lebih 50 tahunan, dengan pakaian rumahan yang santai namun rapi dan bersih, dan kacamata tebal. Ketika membayar, saya bertanya apakah bapak pensiunan? Dan si bapak jawab, benar. Saya bertanya lagi, dari perusahaan mana pak? Dan ia kemudian menyebut satu perusahaan swasta yang cukup besar dan terkenal di Indonesia. Dari penampilannya, saya perkirakan si bapak pensiun dalam posisi manager atau lebih tinggi lagi, jadi bukan sekedar staff biasa.
Kedua, diatas saya menyebut gerobak mie ayamnya masih baru, dan memang saya perhatikan panci, mangkok, meja, dan kursinya semuanya masih baru. Jadi si bapak ini sepertinya memang baru banget memulai usaha mie ayamnya. Ketiga, si bapak jelas masih belum cukup ahli dalam membuat mie ayam itu sendiri, dimana ketika ia membuat beberapa mangkok mie ayam sekaligus, maka salah satu mangkok diisi mie lebih banyak dibanding mangkok lainnya, dan dia tampak kebingungan sendiri karenanya. Dan rasa mie ayamnya, mohon maaf harus saya katakan, kurang enak, dengan porsi yang juga ‘pelit’, padahal harganya lumayan mahal (Rp13,000 per porsi, kalau ditambah bakso dll bisa sampai Rp20,000 per porsi). Jadi meski saya lihat ketika itu warungnya ramai, tapi penulis simpulkan bahwa para pengunjung ini sama seperti saya yang penasaran saja karena melihat ada warung mie ayam yang baru buka. Tapi setelah mereka mencicipi rasa mie ayamnya itu sendiri, maka saya ragu mereka akan kembali beli mie ayam disitu lagi.
Keempat, seperti disebut diatas, saya makan mie ayamnya bukan di meja dan kursi yang disiapkan di garasi, melainkan di dalam rumah bapak pemilik warung, tepatnya di ruang tamu. Dan saya perhatikan rumahnya bersih, resik, dan nyaman, meskipun sangat kecil dan sempit dimana dari tempat saya duduk, saya bisa melihat dapur, kamar mandi, meja makan, dan tangga menuju lantai dua. Saya perkirakan luas tanahnya kurang lebih 90 meter persegi, sudah termasuk garasi. Di ruang tamu itu pula saya melihat foto si bapak beserta keluarganya yang dipajang di dinding, yang kelihatannya masih baru, dimana foto tersebut berisi si bapak, istrinya, dan ketiga orang anaknya dimana yang paling kecil saya perkirakan masih SMP. Dan ada juga dua foto lainnya dimana si bapak dan istrinya berpose di acara wisuda dan pernikahan anak pertamanya.
Terakhir kelima, si bapak tidak jualan mie ayam sendirian melainkan dibantu oleh istrinya. Karena harga mie ayam yang saya makan adalah Rp13,000, maka saya kemudian bayar sebesar Rp14,000 yang terdiri dari selembar Rp10,000 dan dua lembar Rp2,000, dan si ibu memberikan saya kembalian Rp1,000 dalam bentuk 10 keping koin Rp100 sebelum kemudian langsung balik badan, yang menunjukkan bahwa ia sebenarnya juga merasa gak enak karena kasih kembalian dalam bentuk seperti itu. Sikap ibu ini sangat berbeda dengan pedagang kuliner lain pada umumnya, yang kalau mereka gak punya kembalian maka si pembeli boleh membayar lebih kecil dari yang seharusnya (misal harga mie ayamnya Rp13,000, maka bayarnya Rp12,000 saja), karena nanti kekurangannya bisa dibayar ketika si pembeli makan disitu lagi. Tapi dalam hal ini, jelas si ibu tidak mau rugi barang seribu perak sekalipun.
Berdasarkan kesemua pengamatan diatas, saya ambil kesimpulan sebagai berikut.
Si bapak kemungkinan berusia 55 – 60 tahun, baru saja pensiun dari pekerjaannya sebagai karyawan swasta, dan dari uang pesangon pensiunnya ia kemudian buka usaha mie ayam, dimana aktivitas jualannya tersebut bukan untuk sekedar hobi mengisi waktu, melainkan benar-benar untuk mendapatkan penghasilan setelah ia tidak lagi bekerja (ingat si ibu yang gak mau rugi barang seribu perak itu tadi). Si bapak tidak bisa leha-leha di masa pensiunnya karena dari ketiga anaknya, baru satu diantaranya yang sudah lulus kuliah, bekerja, dan menikah, sedangkan dua lainnya masih sekolah/kuliah. Dan kenapa ia memilih usaha mie ayam? Karena kebetulan rumah tinggalnya berlokasi di pinggir jalan yang ramai, dan karena usaha mie ayam ini tidak butuh modal besar, sekitar Rp15 juta juga jadi. Dan ada juga kemungkinan uang pesangon si bapak sudah habis buat biaya menikah anak pertamanya, sehingga sisanya cuma segitu buat modal usaha.
Problemnya seperti disebut diatas, rasa mie ayamnya kurang enak, porsinya sedikit, serta harganya mahal. Dan saya masih ingat nunggunya juga lama banget, yang mungkin karena seperti disebut di atas, si bapak masih belajar cara bikin mie ayam itu sendiri. Tapi dalam hal ini saya tidak bisa menyalahkan si bapak juga, karena coba bayangkan: Anda sebelumnya bekerja selama puluhan tahun di ruangan kantor, di depan komputer, dan rutin rapat dll, tapi sekarang tiba-tiba saja anda harus mengaduk-aduk mie di dalam panci lalu menuangnya ke mangkok. Maka bagaimana mungkin anda bisa langsung menjadi seorang master chef hanya dalam beberapa hari saja? Penulis sendiri sebelumnya sudah sering melihat usaha warung makan, cafe dll yang dibuka di garasi rumah, tapi beberapa waktu kemudian bangkrut, karena memang gak semudah itu buat bikin usaha kuliner. Dan saya khawatir dalam beberapa bulan dari sekarang, si bapak juga harus menutup usaha mie ayamnya karena alasan-alasan yang sudah disebut diatas (rasanya kurang enak, dst). Dan jika itu terjadi maka posisi beliau akan sangat sulit karena tidak hanya tidak lagi memiliki penghasilan tetap, tapi masih ada tanggungan anak sebanyak dua orang.
Semua Orang Akan Pensiun, Tapi Tidak Semua Orang Siap Pensiun
Terkait hal inilah, saya jadi ingin menulis sebagai berikut: Kita tahu bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia adalah kaum pekerja yang pada akhirnya akan pensiun setelah mencapai usia tertentu, biasanya 55 – 60 tahun. Termasuk seorang pengusaha sekalipun pada akhirnya akan mencapai usia dimana ia tidak lagi produktif dan alhasil penghasilannya turun, atau menjadi nol sama sekali. Tapi masalahnya, hidup akan terus berlanjut bahkan meski kita sudah tidak lagi punya penghasilan, termasuk bisa jadi anak-anak juga masih butuh biaya kuliah dll.
Karena itulah, tak peduli apapun pekerjaan anda, berinvestasi sejak dini menjadi sangat penting. Namun belakangan ini banyak orang salah kaprah tentang berinvestasi. Mereka berpikir bahwa investasi itu adalah untuk mencapai financial freedom (FF) dalam waktu singkat di usia muda, agar mereka kemudian bisa berhenti kerja/pensiun dini lalu santai saja di rumah dan jalan-jalan. Well, beberapa orang memang bisa seperti itu. Penulis sendiri sudah lama gak kerja kantoran lagi meski usia saya saat ini masih jauh dari 55 – 60 tahun.
Penulis di salah satu sudut Kota Amsterdam, Belanda, tahun 2023 |
Namun demikian jika kita lihat rata-rata orang kebanyakan, maka normalnya mereka harus bekerja, menerima gaji, lalu dari gaji itu menabung sedikit demi sedikit. Kemudian dari tabungan itu diinvestasikan untuk diperoleh keuntungan sebesar sekian persen setiap tahun (20% per tahun sudah bagus sekali). Dan akhirnya setelah bertahun-tahun, efek compounding dari akumulasi keuntungan tersebut akan menghasilkan dana besar antara miliaran atau puluhan miliar Rupiah, atau lebih besar lagi, yang cukup untuk persiapan pensiun. Dan barulah pada titik itu anda akan sudah mencapai FF, serta tidak perlu lagi khawatir soal nanti bagaimana ketika anda akhirnya pensiun/tidak lagi bekerja. Karena bahkan jika dana yang gede itu hanya didepositokan saja (biar aman dan gak pusing), maka bunganya saja sudah lebih dari cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Nah, tapi berapa lama jangka waktu ‘bertahun-tahun’ itu tadi? Well, penulis sudah kasih banyak contoh serta ilustrasinya di buku, video YouTube, serta artikel-artikel di blog ini: Paling realistis 15 – 20 tahun. Sekali lagi, betul bahwa sebagian orang bisa mencapai FF dalam waktu yang lebih cepat, dan bahkan menjadi sangat kaya raya dari investasi saham atau instrumen investasi lainnya, sehingga duitnya gak lagi cuma buat kebutuhan sehari-hari, melainkan bisa juga untuk jalan-jalan keliling dunia dll. Tapi ini kan kita ambil contoh orang kebanyakan, yang normalnya akan perlu waktu puanjaaaaang untuk bisa (dan mahir) menganalisa, menerapkan strategi-strategi investasi (diversifikasi, kapan buy and sell, menyikapi aksi korporasi emiten dst), menahan diri agar gak boros tiap gajian agar bisa setor maksimal ke sekuritas, hingga yang paling sulit diantara semuanya, mengendalikan emosi. Termasuk penulis sendiri, dengan segala keterbatasan yang saya miliki sebagai orang Indonesia yang biasa-biasa saja, maka saya sejak dulu pertama kali berinvestasi di saham tidak pernah bercita-cita bakal sekaya Warren Buffett atau semacamnya (meskipun kita sampai hari ini masih terus berguru dengan Opa Warren). Melainkan asal punya cukup buat makan dan bayar sekolah anak, plus kami sekeluarga bisa travelling beberapa waktu sekali, maka itu sudah lebih dari cukup.
Hati-hati dengan 'skema cepat kaya'
Jadi inilah yang ingin penulis sampaikan: Berinvestasi itu bukan agar kita bisa pensiun muda kaya raya lalu hidup foya-foya. Melainkan agar suatu hari nanti, yakni ketika kita sudah tua dan pensiun, kita akan memiliki cukup aset investasi yang menghasilkan profit sekian persen setiap tahunnya, dimana dari profit tersebut kita akan bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menjalani hidup layak serta berkecukupan, bahkan meski sudah tidak bekerja lagi. Jadi kalaupun pada saat itu anda misalnya buka usaha jualan mie ayam, maka tujuannya bukan lagi untuk mendapatkan penghasilan, melainkan sekedar untuk mengisi waktu saja agar anda tidak bosan diem di rumah. Mengerti?
Dan menurut penulis sendiri itu adalah target yang jauh lebih realistis untuk dicapai, bahkan meski jika anda saat ini hanya berstatus pekerja biasa dengan gaji seadanya, tidak memiliki privilege apapun, dan harus memulai segalanya dari nol.
Sehingga kalau anda sekarang ini masih muda, maka jangan malah halu ingin kaya mendadak, pensiun muda atau semacamnya seperti yang dijanjikan para influencer itu. Apalagi sampai terjebak ikut main game online judi slot gacor terpercaya bla bla bla, seperti yang sekarang banyak dipromosikan oleh artis. Hati-hati! Melainkan teruslah bekerja seperti biasa, dan disisi lain mulailah menabung dan berinvestasi sejak dari sekarang. Dan anda harus mulai dari sekarang karena seperti disebut diatas, prosesnya akan sangat panjang hingga akhirnya anda mencapai FF. Idealnya seseorang sudah mulai menabung sejak ia baru diterima kerja banget pada usia 20-an, atau paling telat di usia 30-an, yakni agar ia memiliki lebih banyak waktu untuk belajar, mengumpulkan pengalaman, dan meningkatkan nilai aset investasi itu sendiri. Karena seperti halnya anda gak bisa langsung jago bikin mie ayam, maka anda juga tidak akan langsung mengerti cara memilih saham yang bagus, cara menentukan kapan beli dan jual dst, melainkan anda akan butuh waktu panjang untuk mempelajari itu semua. Demikian pula untuk ‘menggulung’ aset investasi dari sebelumnya hanya satu atau dua juta Rupiah menjadi puluhan juta, ratusan juta, miliaran, atau lebih besar lagi, maka itu akan perlu waktu. Sehingga, penulis katakan sekali lagi, anda harus mulai dari sekarang.
Hanya saja, tidak semua orang pada saat ini masih berusia 20 atau 30-an.
Dan bisa jadi anda termasuk dari mereka yang sebentar lagi bakal pensiun, atau
memang sudah pensiun itu sendiri tapi belum ada persiapan apa-apa. Dan jika
kondisinya demikian maka tentu sarannya beda lagi. Tapi karena artikel ini
sudah cukup panjang maka itu akan kita bahas di lain waktu.
***
Ebook
Market Planning edisi April 2023 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual
beli saham, dan update strategi investasi bulanan akan terbit 1 April mendatang.
Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham,
dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.
Komentar
Dan bener aja tu udah ada yang komen sombong jumawa dsb dsb
Hei ojan, orang mau sombong kek mau jumawa kek tidak berpengaruh ke hidup kalian, hanya orang iri saja yang sirik kepada orang sombong, mending urus hidup masing masing, lanjutkan pak Teguh tulisannya ga usah diubah2 karena disetir orang2 sok ikut campur
Maaf yah kalo anda tersinggung...
wahai pembaca yg budiman...
poin yang ingin disampaikan pak teguh bukan soal duit 100 perak
namun persiapan anda untuk menuju hari pensiun.
buat yg udh ngikutin pak teguh sejak lama pun, ga usah lebay gegara kalimat tsb, jadi seolah olah anda jadi kecewa..
tetap menulis pak Teguh, demi pencerahan dunia investasi indonesia.
salam investasi
Tapi kalo gw sih akan gw beliin saham DEWA mumpung lagi gocap tuh. Ntar 20 tahun lagi kan harganya bisa jadi 5000 perlembar.. Nahh gw bisa financial freedom deh
Sebenernya uang dibuang itu perilaku yang baik atau buruk sih? Saya jadi mempertanyakan diri saya sendiri ðŸ˜
Karena setiap orang itu punya ceritanya sendiri. Siapa tau bapaknya ternyata punya uang cukup untuk pensiun, tapi cari kesibukan baru (jadinya masih gagap buat mie ayam) dan ibunya memang saat itu pas banget cuma punya kembalian receh.
Agak kontradiktif dengan statement "jangan terbuai segala yang instan". Karena itu mengajarkan kita untuk tidak lihat apa yang nampak di mata saja, namun untuk berpikir lebih dalam. Sedangkan menjudge sebuah keluarga hanya dari mie ayam itu sama saja hanya melihat apa yang nampak di mata.
Peace.