Credit Suisse: Benarkah Bangkrut? Bagaimana Dampaknya Terhadap Ekonomi Global?

Pada hari Rabu, 15 Maret 2023, Bloomberg Television mewawancarai chairman Saudi National Bank (SNB), Ammar Al-Khudairy, dimana wartawan bertanya apakah pihak SNB yang merupakan salah satu pemegang saham terbesar di Credit Suisse (CS) akan menambah kepemilikannya, mumpung harga saham CS sedang turun. Dan sang chairman menjawab, tidak. Alasannya adalah karena pada saat itu kepemilikan SNB di CS sudah mencapai 9.9%, dimana jika SNB kembali membeli saham CS di pasar maka kepemilikan tersebut akan mencapai lebih dari 10%, dan jika demikian maka SNB akan menjadi terikat oleh peraturan-peraturan tertentu yang berlaku di industri perbankan Swiss (CS merupakan bank asal Swiss), dan Eropa secara umum.

***

Ebook Market Planning edisi April 2023 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan akan terbit 1 April mendatang. Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

***

Karena pada waktu yang sama suasana pasar saham global masih mencekam pasca bangkrutnya Silicon Valley Bank (SVB), lima hari sebelumnya, maka masih di hari yang sama setelah wawancara tersebut, saham CS di New York Stock Exchange turun dari $2.50 hingga mentok di $1.88 per saham, atau anjlok hingga lebih dari 30%, hanya dalam sehari. Dan seketika bursa saham di seluruh dunia anjlok sekali lagi, dipicu oleh kekhawatiran bahwa CS juga bakal bernasib sama dengan SVB alias bangkrut. Tapi benarkah demikian?

Latar Belakang

Credit Suisse Group AG merupakan bank asal Zurich, Swiss, yang berdiri pada tahun 1856, dan dalam perjalanannya mampu tumbuh pesat hingga menjadi salah satu entitas perbankan terbesar di Eropa dan dunia. Di Swiss sendiri, CS merupakan bank terbesar kedua setelah Union Bank of Switzerland (UBS). Pada krisis global 2008, CS merupakan satu dari sedikit bank skala global yang mampu bertahan tanpa harus disuntik modal oleh Pemerintah atau bank sentral. Tapi justru pasca krisis 2008 tersebut, CS mulai banyak terlibat sejumlah skandal. Dimulai pada tahun 2009 dimana CS membayar denda $536 juta ke US Department of Justice karena kasus pelanggaran hukum International Emergency Economic Powers Act, kasus manipulasi forex tahun 2013, skandal mega korupsi 1Malaysia Development Berhad (1MDB) tahun 2015, hingga skandal pinjaman rahasia ke Menteri Keuangan Mozambique tahun 2017. Dan entah ada hubungannya dengan kasus-kasus tersebut atau tidak, maka pada tahun 2015, 2016, dan 2017, CS menderita rugi selama tiga tahun berturut-turut, padahal pada saat itu tidak terjadi krisis apapun. Alhasil sahamnya anjlok dari $30 hingga $10-an, dan tidak pernah bangkit lagi meski pada tahun 2018-nya CS kembali membukukan laba. Karena pada tahun 2018 tersebut CS kembali terlibat kasus pelanggaran hukum US Foreign Corrupt Practices Act, dilanjut skandal spionase pada tahun 2019.

Puncaknya pada tahun 2021, CS terlibat dua skandal besar sekaligus yang menjadi pemberitaan dimana-mana. Yang pertama adalah Greensill Capital, sebuah perusahaan pembiayaan, dimana CS menderita rugi $3 miliar dari investasinya sebesar total $10 miliar di perusahaan. Dan yang kedua adalah Archegos Capital, sebuah perusahaan asset management, dimana CS sebagai broker utama Archegos menderita rugi $4.7 miliar setelah Archegos itu sendiri bangkrut pasca merugi lebih dari $20 miliar karena kejatuhan saham-saham teknologi di Amerika Serikat. Pada tahun 2021 tersebut, CS mencatat pendapatan 22.7 miliar Swiss Franc (CHF), masih naik dibanding tahun 2020 sebesar CHF22.4 miliar. Namun laba bersihnya tercatat minus alias rugi CHF1.7 miliar, berbanding laba CHF2.7 miliar di tahun 2020.

However efek domino dari dua skandal di atas baru terasa pada tahun 2022-nya, dimana pendapatan CS anjlok menjadi hanya CHF14.9 miliar, dan imbasnya CS menderita rugi CHF7.3 miliar, terbesar sejak krisis 2008. Aksi penarikan dana yang dilakukan oleh para nasabah yang khawatir akan masa depan CS juga membuat dana pihak ketiga (DPK) yang dikelola CS merosot tajam, dimana total aset perusahaan per akhir tahun 2022 tercatat CHF531.4 miliar, menyusut dibanding dua tahun sebelumnya sebesar CHF819.0 miliar. Nilai ekuitas per lembar saham (book value per share) CS juga ikut anjlok menjadi CHF11.5, dibanding dua tahun sebelumnya sebesar CHF17.7 per saham. Sedangkan harga sahamnya? Per akhir tahun 2022 tercatat $3.04, turun jauh dibanding akhir tahun 2020 sebesar $12.8 per saham.

Sehingga jauh sebelum ceritanya ramai pada Maret 2023 ini, Credit Suisse sebenarnya memang sudah bermasalah. Pada Desember 2022, untuk mengatasi kesulitan likuiditas karena kerugiannya di atas, CS menerbitkan saham baru (right issue) senilai $4 miliar yang kemudian diserap oleh sejumlah investor institusi, termasuk Saudi National Bank yang menyetor $1.5 miliar untuk memperoleh 9.9% kepemilikan di perusahaan pada harga CHF3.82 atau $4.12 per saham, dimana itu menjadikan SNB sebagai pemegang saham terbesar di CS. Unfortunately ketika CS merilis laporan keuangan tahun penuh 2022 pada 9 Februari 2023, dimana perusahaan melaporkan rugi CHF7.3 miliar seperti disebut di atas, saham CS yang sebelumnya sempat naik langsung turun lagi ke $3.02 per saham, yang kemudian lanjut turun ke $2.66 pada tanggal 10 Maret, yakni ketika kasus SVB muncul. Kemudian setelah pada tanggal 15 Maret, chairman SNB menyatakan bahwa mereka tidak akan lagi menyetor tambahan modal ke CS, saham CS kembali anjlok ke $2.16 per saham, dan muncul isu bahwa CS juga bangkrut sama seperti Silicon Valley Bank. Namun dari sini kita bisa lihat bahwa, berbeda dengan SVB yang mengalami bank run (baca: Nasabah ramai-ramai menarik tabungan mereka hingga SVB kehabisan uang dan gagal bayar), maka CS tidak mengalami gagal bayar apalagi bangkrut, meski benar bahwa DPK-nya menyusut tajam sejak tahun 2021 karena aksi penarikan tabungan oleh para nasabahnya. Kemudian adalah juga benar bahwa CS menderita rugi sejak tahun 2021, dan pasca kejatuhan sahamnya barusan maka hampir pasti rugi tersebut akan semakin membesar, mungkin bisa sampai menyapu habis ekuitasnya (ekuitas CS menjadi negatif). Karena pada saat ini CS sudah tidak bisa lagi beroperasi normal sebagai sebuah bank, karena sudah terlanjur dicap sebagai bank gagal (failed bank) oleh publik.

Credit Suisse ≠ Silicon Valley Bank

Anyway, Credit Suisse sekali lagi tidak mengalami gagal bayar dan masih bisa memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada para nasabahnya, sehingga dengan demikian tidak sampai menimbulkan kepanikan di industri perbankan di Eropa (seperti yang kemarin terjadi di Amerika). Tapi balik lagi, karena reputasi serta nama ‘Credit Suisse’ dalam hal ini sudah rusak sama sekali, maka mereka harus melakukan rebranding atau semacamnya. Alhasil pada tanggal 19 Maret kemarin, bank terbesar di Swiss, UBS, mengumumkan ke media bahwa mereka telah mencapai kesepakatan untuk mengakuisisi 100% saham CS senilai CHF3 miliar, setara CHF0.76 atau $0.82 per saham, jauh di bawah harga saham CS itu sendiri di market sebesar $2.01 per saham. Akibatnya ketika artikel ini ditulis, saham CS kembali anjlok ke posisi $0.84 per saham pada sesi pre-market. Jika melihat book value CS yang per akhir tahun 2022 kemarin mencapai CHF11.45 per saham, maka harga akuisisi oleh UBS di atas terbilang amat sangat murah. Tapi karena seperti disebut di atas, ada juga kemungkinan ekuitas CS pada saat ini sudah negatif, maka bisa jadi harga akuisisi oleh UBS tersebut masih terhitung tinggi. Dan itulah kenapa pasca pengumuman akuisisinya maka tidak hanya saham CS yang anjlok, tapi saham UBS juga ikut drop.

Namun demikian terlepas dari harga akuisisinya berapa, maka CS sudah pasti akan dilebur ke dalam UBS dimana nama ‘Credit Suisse’ itu sendiri akan hilang, berganti UBS. Kalau di Indonesia seperti dulu Bank Pundi berganti nama menjadi Bank BPD Banten (BEKS), atau nama Bank BRI Syariah, Mandiri Syariah, dan BNI Syariah semuanya hilang karena dimerger dan berganti nama menjadi Bank Syariah Indonesia (BRIS). Karena hanya dengan cara itulah CS bisa kembali beroperasi sebagai sebuah bank, hanya saja kali ini dengan menyandang nama UBS. Dan jika manajemen UBS kali ini bisa mengelola aset-aset CS dengan lebih baik (berbeda dengan manajemen CS yang ‘koboy’, manajemen UBS lebih prudent dan jarang terlibat skandal tertentu, dan alhasil kinerjanya jauh lebih baik dimana pada tahun 2022 lalu perusahaan membukukan laba bersih $7.6 miliar), maka normalnya CS akan kembali ke jalur profit, namun kali ini sebagai bagian dari UBS. Dan jika skenarionya demikian maka UBS-lah yang dalam hal ini bakal cuan besar. Pihak Pemerintah Swiss sendiri melalui Swiss Federal Council bahkan memberikan jaminan sebesar maksimal CHF9 miliar kepada UBS, yakni untuk menggantikan kerugian yang mungkin timbul atas akuisisinya terhadap CS. Yang itu artinya, kalaupun UBS tidak cuan, maka mereka juga tidak bakal rugi karena yang menanggung risiko kerugian tersebut adalah Pemerintah.

Kesimpulannya, untuk saat ini maka kita tunggu saja kelanjutan dramanya bagaimana. Tapi yang jelas, tidak seperti di Amerika, maka di Eropa tidak terjadi kasus bank gagal bayar, dan apa yang terjadi pada CS mestinya tidak menyebar ke bank-bank lain karena sejak awal CS ini memang punya masalahnya sendiri yang sudah terjadi sejak bertahun-tahun lalu, jadi bukan karena di Eropa sedang terjadi krisis atau semacamnya. Dan jika pada akhirnya nanti akuisisinya tuntas dilakukan, harusnya tidak butuh waktu lama karena otoritas perbankan di Swiss sendiri dalam hal ini pasti akan bergerak cepat (karena menyangkut situasi ekonomi nasional, dan chairman UBS juga sudah menyatakan bahwa proses akuisisinya akan butuh waktu beberapa minggu), maka pada saat itulah semua huru-hara di sektor perbankan global ini akan mereda. We’ll see.

***

Ebook Market Planning edisi April 2023 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan akan terbit 1 April mendatang. Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email

Komentar

Boi mengatakan…
PEMEGANG OBLIGASI CS GIMANA BANG???
Anonim mengatakan…
Meninggoy

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?