Prospek Saham Sido Muncul (SIDO): Masih Oke untuk Jangka Panjang?

PT Industri Jamu & Farmasi Sido Muncul, Tbk (SIDO) melaporkan laba bersih Rp446 miliar untuk Semester I 2022, turun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp502 miliar, dan imbasnya sahamnya langsung turun dengan cepat dari 975 ke 775. Kemudian jika penurunan laba ini berlanjut sampai akhir tahun nanti, maka tahun 2022 ini akan menjadi tahun pertama sejak saham SIDO listing di BEI pada Desember 2013 lalu, dimana laba perusahaan turun dibanding tahun sebelumnya (antara tahun 2013 s/d 2021, pendapatan serta laba SIDO selalu naik setiap tahun). Jadi pertanyaannya sekarang, apa penyebab penurunan kinerja ini? Dan apakah dengan demikian sahamnya masih layak untuk investasi jangka panjang?

***

Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi terbaru Kuartal II 2022 sudah terbit! Dan sudah bisa dipesan disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.

***

SIDO, seperti yang kita ketahui, adalah adalah perusahaan yang memproduksi obat-obatan herbal atau biasa disebut jamu, dengan merk andalannya Jamu Tolak Angin dengan berbagai variannya (Tolak Angin Anak, Tolak Angin Flu, Tolak Angin Herbal, dst). Selain jamu, SIDO juga adalah produsen dari makanan dan minuman suplemen dengan merk-merk yang juga terkenal, seperti Kuku Bima, Tolak Linu, Este Emje, Kunyit Asam, dan Alangsari. Dan sejak tahun 2014 lalu, SIDO juga memasuki industri farmasi dengan mengakuisisi PT Berlico Mulia Farma, yang merupakan produsen obat-obatan ringan dengan merk Anacetine (obat panas anak), Berlosid (obat maag), dan Suprabion (suplemen vitamin). Sehingga secara umum, SIDO memproduksi tiga segmen produk: Jamu herbal, makanan dan minuman suplemen, dan farmasi, yang kemudian dipasarkan tidak hanya di Indonesia, tapi juga keluar negeri.

Dan meski sudah sangat mapan sebagai market leader di bidangnya, namun perusahaan terus berekspansi dengan menambah kapasitas produksi (tahun 2019 lalu, SIDO menyelesaikan pembangunan pabrik baru yang menambah kapasitas produksi Jamu Tolak Angin) serta meluncurkan banyak varian produk baru, dimana di sepanjang tahun 2021 saja, SIDO meluncurkan 11 produk baru dengan merk Sido Muncul CoQ10, Jamu Heritage, dan Vitamin C1000 + Zinc dalam kemasan botol siap minum. SIDO juga untuk pertama kalinya mengekspor 61 ton minyak atsiri ke Perancis, yang berasal dari limbah ampas jamu. Jadi dengan asumsi perusahaan terus mengembangkan produk-produk baru yang kemudian sukses di pasaran, maka kita bisa berharap bahwa pendapatan serta laba perusahaan akan lanjut bertumbuh setiap tahunnya.

Nah, tapi kenapa sampai dengan Semester I 2022 barusan, pendapatan dan SIDO justru turun? Kalau penulis melihatnya begini: Meski diatas dikatakan bahwa pendapatan serta laba bersih SIDO konsisten naik setiap tahun, namun persentase kenaikannya biasanya tidak terlalu besar. Misalnya pada tahun 2017, 2018, 2019, dan 2020, maka pendapatan SIDO tercatat Rp2.6, 2.8, 3.1, dan 3.3 triliun. Sedangkan laba bersihnya tercatat Rp534, 664, 808, dan 934 miliar. Jadi kita bisa katakan bahwa antara tahun 2017 – 2020, pendapatan serta laba SIDO naik sebesar rata-rata 10 – 20% saja setiap tahunnya.

Namun pada tahun 2021, SIDO mencatat pendapatan Rp4.0 triliun, naik 20.6% dibanding tahun 2020, dan laba bersih Rp1.3 triliun, juga naik 35.0% dibanding tahun 2020. Lompatan pendapatan dan laba ini kemungkinan karena pada tahun 2021 tersebut perusahaan diuntungkan oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan (karena efek pandemi), plus mulai pulihnya daya beli masyarakat pasca resesi di tahun 2020-nya, dimana imbasnya permintaan produk Tolak Angin dkk meningkat pesat. Maka jadilah pada tahun 2021 tersebut SIDO menghasilkan kinerja terbaiknya sepanjang sejarah, dimana ROE-nya juga sampai tembus 30% (tepatnya 31.4%) untuk pertama kalinya.

Tapi memasuki tahun 2022 ini, pandemi pelan-pelan mulai mereda. Sehingga meski permintaan produk-produk suplemen dan kesehatan terhitung masih tinggi, tapi mulai agak melandai dibanding puncaknya pada tahun 2021 lalu. Jadi itulah kenapa pendapatan SIDO hingga Semester I atau Q2 2022 ini turun tipis dibanding tahun 2021, dan hasilnya labanya ikut turun. Namun demikian jika dibandingkan dengan labanya di tahun 2019 (periode sebelum pandemi), maka laba SIDO jika disetahunkan masih terhitung naik. Sehingga kita bisa menyimpulkan trend kinerja SIDO ini sebagai berikut: Pada tahun 2020 dan terutama 2021, kinerja SIDO diuntungkan oleh pandemi dimana pendapatan serta laba bersihnya naik lebih tinggi dibanding biasanya. Namun seiring dengan meredanya pandemi itu sendiri, maka pada tahun ini perolehan pendapatan serta laba bersih SIDO kembali lagi ke track pertumbuhannya, dimana meski angkanya tampak turun dibanding tahun pandemi (2020 dan 2021), tapi secara keseluruhan masih terhitung naik dibanding tahun-tahun sebelum pandemi.

Dengan kata lain, kecuali terjadi force majeure tertentu, maka penulis cukup optimis bahwa pada tahun 2023 nanti, laba bersih SIDO akan kembali naik dibanding tahun 2022 ini, dan demikian untuk tahun-tahun selanjutnya labanya akan naik terus.

Sehingga dengan demikian sahamnya masih oke untuk jangka panjang. Nah, tapi bagaimana dengan jangka pendeknya? Well, mari kita lihat lagi: Dengan asumsi bahwa kedepannya pandemi Covid-19 akan terus mereda, maka kinerja SIDO sejauh ini kemungkinan memang sudah mencerminkan kinerjanya untuk tahun 2022 secara keseluruhan. Yang itu artinya pada Kuartal III dan IV nanti kemungkinan labanya akan kembali turun (dibanding periode yang sama tahun 2021). Dan jika skenarionya demikian, maka penurunan sahamnya kemarin itu sepertinya masih akan berlanjut. Nah, dalam hal ini penulis jadi ingat dengan ulasan terakhir SIDO di blog ini, yang ditulis pada Oktober 2017 lalu, dimana penulis merekomendasikan saham SIDO, yang ketika itu masih di 250 (500 sebelum stocksplit), untuk investasi jangka panjang 5 – 10 tahun. Pada saat itu harga sahamnya mencerminkan PBV 2.9 kali, yang relatif murah jika perbandingannya valuasi dari saham-saham consumer goods mapan lainnya. Anda bisa baca lagi ulasannya disini.

Dan ternyata benar di kemudian hari, SIDO pelan-pelan terus naik. Hingga pada tahun 2020, SIDO sudah berada di posisi 600, dan kepada setiap yang bertanya saya katakan saya tidak lagi merekomendasikan sahamnya karena dua alasan. Pertama, valuasi SIDO ketika itu tidak lagi semurah di tahun 2017 ketika PBV-nya masih 2.9 kali. Dan kedua, saat itu IHSG baru saja crash, sehingga ada banyak pilihan saham lain yang jauh lebih murah dan menawarkan profit jauh lebih besar/multibagger. Namun demikian SIDO ternyata tetap lanjut naik hingga sempat tembus level psikologis 1,000 pada awal tahun 2022, kemungkinan karena didorong oleh kinerjanya yang memang sangat bagus di tahun 2020 dan 2021. Tapi kepada setiap orang yang bertanya, saya tetap menjawab bahwa saya sendiri tidak ada rencana beli SIDO ini, karena secara valuasi dia sudah tidak menarik lagi.

Hingga pada akhir Juli kemarin, segera setelah perusahaan merilis LK terbarunya, saham SIDO akhirnya turun ke posisi 775. Tapi dengan PER 26.1 dan PBV 7.2 kali, maka itu masih jauh lebih tinggi dibanding valuasinya pada tahun 2017 lalu, yakni di PBV 2.9 kali. Dan jika benar bahwa pada Q3 dan Q4 nanti laba SIDO akan kembali turun dibanding tahun 2021, maka sahamnya tentu akan lanjut turun, mungkin tidak akan sampai ke posisi yang mencerminkan PBV 2.9 kali (setara harga 310), tapi ke posisi 550 – 650 masih mungkin. Yup, masih ingat dengan penurunan yang terjadi pada saham Unilever (UNVR) antara tahun 2020 sampai awal tahun 2022 lalu, dari 8,000-an sampai mentok di 3,280? Ketika itu juga penyebabnya karena labanya turun dua tahun berturut-turut di tahun 2020 dan 2021. Barulah setelah pada tahun 2022 ini laba perusahaan akhirnya kembali naik, maka sahamnya juga naik lagi ke 4,700-an.

Sehingga jika anda tertarik dengan SIDO ini, maka berikut kesimpulan analisanya. Pertama, SIDO masih layak untuk jangka panjang, dan penurunannya saat ini justru merupakan peluang untuk masuk (atau beli lagi, jika anda sudah pegang sebelumnya). Tapi melihat trend kinerjanya diatas, maka kita juga tidak perlu buru-buru masuk, melainkan tunggu sampai kurang lebih awal tahun 2023 nanti. Penulis sering mengatakan bahwa, ketika kita beli saham untuk tujuan investasi jangka panjang, maka seperti halnya jualnya jangan buru-buru, belinya juga jangan buru-buru, melainkan tetap tunggu valuasi yang tepat, dan waktu yang tepat. Jika pada Q3 nanti, kinerja SIDO lebih baik dari ekspektasi dan kembali naik, maka pada harga sekarang (700-an), anda bisa beli lagi. Tapi jika tidak, maka kita bisa tunggu sahamnya di 550 – 650, atau bahkan lebih rendah lagi.

Dan kedua, jika anda sudah pegang sebelumnya, maka hold saja, tapi sekali lagi jangan buru-buru tambah posisi. Penulis sendiri mulai sekarang akan terus mengamati SIDO ini, dimana jika nanti kami menganggap bahwa waktunya sudah tepat untuk masuk, maka analisa diatas akan di-update lagi.

***

Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi terbaru Kuartal II 2022 sudah terbit! Dan sudah bisa dipesan disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email

Komentar

MFTKIA mengatakan…
Terima kasih banyak Pak Teguh analisanya
- mengatakan…
terima kasih pak teguh untuk masukannya

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Prospek Saham Adaro Minerals Indonesia (ADMR): Better Than ADRO?