Peluang Multibagger/Profit 100% Atau Lebih dari Saham Properti

Kalau anda baca-baca di internet, banyak yang bilang bahwa nanti setelah selesai booming komoditas terutama batubara, maka saham-saham yang bakal terbang selanjutnya adalah dari sektor properti, dan penulis setuju dengan hal tersebut. Karena memang pasca booming saham-saham batubara pada tahun 2011 – 2012 lalu, maka yang naik selanjutnya adalah saham-saham sawit pada tahun 2012, dan terakhir saham-saham properti pada tahun 2012 – 2013, meski ada juga beberapa saham properti yang sudah mulai naik sejak tahun 2011-nya. Penjelasan mudahnya, karena kita merupakan eksportir terbesar di dunia untuk komoditas batubara dan sekaligus minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO), maka ketika harga-harga komoditas naik tinggi maka nilai ekspor Indonesia juga ikut meroket, sehingga perekonomian nasional secara keseluruhan tumbuh signifikan. Pada tahun 2008 ketika dunia dilanda krisis global, produk domestik bruto (PDB) Indonesia tercatat $510 miliar. Lalu pada tahun 2011 ketika harga-harga komoditas mencapai puncak tertingginya, angka PDB tersebut lompat menjadi $893 miliar.

***

Jadwal Live Webinar Value Investing, Sabtu 2 Juli 2022, pukul 08.00 – 11.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

***

Dan dalam situasi itulah daya beli masyarakat meningkat tajam, konsumsi meningkat, dan mulai ada banyak orang yang punya uang lebih untuk ditabung dan diinvestasikan. Lalu instrumen investasi apa yang paling tidak njlimet dan dikatakan bahwa ‘harganya akan selalu naik terus’? Properti, tentu saja. Maka ketika orang-orang mulai banyak membeli rumah, apartemen dll, otomatis harganya ikut naik, dan Feni Rose mulai sering muncul di televisi dengan slogannya yang terkenal, ‘Senin harga naik!’ Bahkan pada satu waktu, kenaikan harga-harga properti ini mulai tidak wajar dimana harga sebuah unit ruko di Pantai Indah Kapuk bisa naik lebih dari 100% hanya dalam waktu enam bulan, tapi tetap ada saja yang beli! Imbasnya pada rentang tahun 2011 – 2013 itulah, emiten-emiten properti seperti Citraland Development (CTRA), Alam Sutera Realty (ASRI), Lippo Cikarang (LPCK), Pakuwon Djati (PWON), Bumi Serpong Damai (BSDE) dst, semuanya menghasilkan laba besar, dan sahamnya terbang hingga 100%, 200% atau lebih tinggi lagi, hanya dalam waktu 1 – 2 tahun.

Nah, tapi meski harga properti mungkin memang tidak bisa turun, tapi kinerja emiten properti bisa saja turun, yakni jika penjualan properti itu sendiri turun. Dan itulah yang terjadi pada tahun 2013, dimana tak lama setelah Bank Indonesia (BI) memberlakukan peraturan loan to value (LTV), yang pada intinya mensyaratkan pembeli properti untuk membayar minimal down payment (DP) pada angka yang cukup besar yakni 30% dari nilai transaksi (jadi jika anda beli rumah seharga Rp200 juta, misalnya, maka anda harus bayar DP Rp60 juta, baru sisanya boleh nyicil ke bank), maka imbasnya penjualan properti langsung drop. Sayangnya karena di waktu bersamaan harga-harga komoditas juga ikut turun sehingga pertumbuhan ekonomi melandai, maka kinerja emiten sektor properti tidak pernah bangkit lagi dan terus turun, hingga mencapai titik terendahnya pada resesi tahun 2020 lalu.

Namun sekarang sudah tahun 2022. Dan seperti kita ketahui, harga-harga komoditas dalam satu atau dua tahun terakhir ini sudah kembali naik signifikan, dan memang PDB Indonesia untuk tahun 2022 ini diperkirakan akan tumbuh hingga lebih tinggi dibanding PDB sebelum pandemi, terutama karena didorong oleh melejitnya nilai ekspor. Sehingga jika sekarang ini adalah periode booming komoditas, maka apakah benar setelah ini giliran sektor properti yang bakal terbang? Bagaimana dengan kemungkinan naiknya BI Rate karena mengikuti kenaikan Fed Rate di Amerika Serikat, dan juga untuk menekan inflasi di dalam negeri? Bukankah jika BI Rate naik maka sektor properti akan terpukul? Well, tidak juga, dan penjelasannya sebagai berikut. Pada awal tahun 2013, BI Rate tercatat 5.75%, dimana seiring dengan berlakunya peraturan LTV diatas, BI Rate ini juga ikut naik 7.50% pada akhir tahun. Pada akhir tahun 2013 tersebut, inflasi Indonesia tercatat tinggi lebih dari 8.00%, tapi setelah BI Rate ikut naik maka inflasi tersebut pelan-pelan turun menjadi dibawah 4.00% pada akhir tahun 2015, dimana pada saat itulah BI Rate juga ikut turun lagi menjadi dibawah 5.00% pada tahun 2016. Jadi upaya BI memerangi inflasi terbukti sukses, tapi yang kena imbasnya adalah sektor properti dimana kinerja ASRI dkk mulai turun dan tidak pernah kembali lagi level tertingginya, sejak tahun 2013 sampai sekarang.

Okay, lalu bagaimana dengan kondisi sekarang di pertengahan tahun 2022 ini? Mari kita lihat: Harga batubara dan CPO sudah naik tinggi, bahkan jauh lebih tinggi dibanding rekornya tertingginya di tahun 2011 lalu, dan ekonomi nasional juga sudah pulih lagi, ditandai dengan PDB yang sudah naik lebih tinggi dibanding tahun 2019 lalu (belum ada data statistik resmi tentang berapa PDB Indonesia untuk tahun 2021 dan juga 2022, tapi semua konsensus menyebut bahwa untuk tahun 2022, angkanya sudah lebih tinggi dibanding tahun 2019). Kemudian untuk peraturan LTV juga tidak lagi berlaku, dimana sudah sejak Maret 2021 lalu, Bank Indonesia mengizinkan DP nol persen bagi semua jenis properti residensial seperti rumah tapak, rumah susun, dan ruko. Lalu bunga KPR itu sendiri, berdasarkan data suku bunga dasar kredit perbankan, sekarang ini rata-rata hanya 6 – 9%, berbanding tahun 2013 yang mencapai 10 – 12% per tahun. Hal ini seiring rendahnya angka BI Rate yang sekarang ini hanya 3.50%, berbanding 5.75% di tahun 2013. Lalu bagaimana dengan inflasi? Let see, terakhir angkanya di 3.55% pada bulan Mei 2022, masih jauh dibawah inflasi tahun 2013 yang berada di rentang 4 – 8%. That means, kalaupun BI Rate harus naik agar inflasi turun, misalnya karena ada kekhawatiran bahwa inflasi saat ini terus naik sampai katakanlah 4 atau 5%, atau untuk memperkuat kurs Rupiah yang sekarang sudah dekat-dekat lagi dengan Rp15,000 per Dollar, maka penulis perkirakan naiknya menjadi 3.75 – 4.25% saja, alias masih lebih rendah dibanding BI Rate di tahun 2013.

Ilustrasi gedung mall dan pusat perbelanjaan di lokasi township milik salah satu perusahaan Tbk di bidang properti. Klik gambar untuk memperbesar.

Sehingga jika disisi lain peraturan DP nol persen tetap berlaku, maka harusnya penjualan properti akan tetap bertumbuh, karena faktor pendorong utamanya adalah pulihnya kondisi ekonomi saat ini. Jangan salah: Di Bekasi misalnya, harga-harga rumah tipe 72 sekarang ini ada yang cuma Rp400 jutaaan, dimana meski itu mungkin terbilang mahal sepuluh tahun lalu, tapi untuk sekarang ini maka itu tergolong sangat murah. Karena ingat pada tahun 2013, UMR Bekasi hanya Rp2.9 juta per bulan. Tapi sekarang? Rp4.8 juta per bulan. Jadi dengan asumsi pemulihan ekonomi saat ini terus berlanjut, dan dari BI tidak ada peraturan LTV atau semacamnya, maka penulis perkirakan bahwa harga-harga properti akan mulai naik pelan-pelan, paling lambat mulai tahun depan. Dan jika kita baru masuk ke saham-saham properti ketika Feni Rose atau juniornya nongol lagi di iklan Agung Podomoro, maka mungkin itu akan sudah terlambat.

Okay Pak Teguh, jadi kita haka aja langsung nih? Ya masuk pelan-pelan alias nyicil saja dulu lah. Karena kalau secara kinerja per laporan keuangan Kuartal I 2022 barusan, maka sekarang ini belum ada emiten properti yang kinerjanya benar-benar bagus, jadi momentumnya masih lebih banyak di komoditas. Sehingga untuk properti ini kita lihat saja dulu perkembangan kinerja emitennya dalam waktu satu atau dua kuartal ke depan. Okay, lalu pilihan sahamnya apa saja? Well, karena artikel kali ini sudah cukup panjang, maka kita akan bahas itu minggu depan. Tapi intinya saya sudah ada satu atau dua pilihan saham properti yang mungkin bisa naik 100% atau lebih, dalam waktu satu tahun atau kurang, dan nanti akan kita sajikan analisa lengkapnya. Just stay tune!

***

Ebook Market Planning edisi Juli 2022 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan akan terbit tanggal 1 Juli mendatang. Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email

Komentar

Senjani mengatakan…
Terima kasih pak teguh telah menjawab rasa penasaran atas pertanyaan saya di channel youtube bapak, meskipun jawabnya lewat blog ini. Sangat ditunggu tulisan berikutnya. Salam..
Anonim mengatakan…
Siang pak teguh mau nanya ni....saham CPRO bagus fundamental...
Tapi sahamnya kog gx naik2... gimana tuh ceritanya?
Anonim mengatakan…
Bagaimana dengan saham DILD Pak?

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?