Special Report: Bisakah Saham PTBA Lanjut Naik Lagi?
Kembali ke bulan Juni 2020, ketika itu di seluruh dunia sedang mengalami krisis dimana Amerika Serikat mengalami pertumbuhan ekonomi -9.1% secara year on year, dan demikian pula negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif pada Kuartal II 2020, akibat pemberlakuan lockdown untuk mencegah penyebaran virus Covid-19. Saat itu tidak hanya harga-harga saham, tapi harga komoditas juga anjlok. Termasuk harga batubara benchmark Newcastle juga turun sampai ke posisi $52 per ton, yang merupakan posisi terendahnya dalam lebih dari 10 tahun terakhir.
***
Ebook
Market Planning edisi April 2022 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual
beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan
tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.
***
Nah, meski kondisinya serba sulit ketika itu, terutama karena belum ada kejelasan soal seberapa lama lockdown akan diberlakukan, termasuk vaksin yang diharapkan akan bisa mengakhiri pandemi juga belum ditemukan, namun penulis tetap menganggap bahwa rendahnya harga batubara tersebut merupakan peluang. Karena krisis seburuk apapun pada akhirnya akan berlalu, dan harga batubara akan naik kembali ke posisi yang seharusnya. Karena pada tahun 2017 – 2018, yakni ketika ‘dunia masih aman-aman saja’, harga batubara Newcastle sempat berada di level $100 – 120 per ton, maka pada bulan Juni 2020 tersebut penulis perkirakan bahwa nanti setelah pandeminya mereda, harga batubara akan kembali naik ke rentang $100 – 120 itu lagi. Anda bisa baca lagi ulasannya disini.
Hingga pada Mei 2021, pandeminya masih terjadi, namun harga batubara benar sudah naik hingga tembus $100 per ton. Namun saya kemudian memperhatikan: Sepanjang tahun 2020 dan 2021, Pemerintah Amerika Serikat meluncurkan tiga paket stimulus ekonomi senilai total $6.4 triliun, dimana bisa dibilang bahwa uangnya berasal dari hasil cetak Dollar oleh The Fed. Uang Dollar baru ini sejatinya untuk membantu orang-orang korban PHK dll agar bisa tetap membeli kebutuhan sehari-hari, tapi pada akhirnya uang tersebut banyak yang masuk ke sektor finansial, seperti pasar saham, cryptocurrency, dan pasar berjangka komoditas. Inilah yang menjelaskan kenapa harga-harga saham di Wallstreet, harga bitcoin dkk, dan harga batubara etc, semuanya langsung naik lagi semester dua 2020, tak peduli kondisi ekonomi di seluruh dunia ketika itu sebenarnya belum pulih 100%. Ditambah terjadinya periode pemulihan ekonomi dimana kebutuhan batubara untuk pembangkit listrik kembali meningkat, maka saya ketika itu menyimpulkan bahwa harga batubara bisa naik jauh diatas $100 per ton. Anda bisa baca lagi ulasannya disini.
Dan ternyata benar: Pada akhir tahun 2021, harga batubara sudah di $180. Memasuki tahun 2022, didorong oleh lonjakan inflasi di Amerika dan juga di seluruh dunia, plus sentimen Perang Rusia – Ukraina, maka tiba-tiba saja harga batubara sekarang sudah di $300-an per ton! Yang merupakan posisi tertingginya sepanjang sejarah. Pada titik ini saya sendiri sudah tidak berharap bahwa harga batubara akan naik lebih tinggi lagi, karena The Fed juga sudah mulai menaikkan suku bunga secara bertahap untuk menurunkan inflasi, sedangkan perusahaan-perusahaan batubara di seluruh dunia termasuk di Indonesia sudah sejak tahun lalu meningkatkan volume produksi mereka untuk memanfaatkan tingginya harga batubara, sehingga suplai batubara terus meningkat untuk mengimbangi permintaan. However, saya juga tidak melihat skenario harga batubara turun lagi sampai dibawah $100 per ton seperti tahun 2020 lalu, karena biar bagaimanapun krisisnya sudah berlalu.
Nah, tapi terlepas dari bagaimana harga batubara ke depannya, yang jelas harga batubara sekarang ini sudah di $300 per ton. Sedangkan pada tahun 2021 lalu ketika harga batubara ditutup di posisi $170 per ton, maka perusahaan-perusahaan batubara di Indonesia mencetak pendapatan dan laba bersih yang sangat besar, dan membayar dividen yang juga besar. Dan tentu saja harga sahamnya juga naik sangat tinggi sejak satu setengah tahun sebelumnya (pertengahan 2020). Meski demikian, karena harga batubara masih lanjut naik, termasuk kalaupun besok-besok harganya turun ke $200 maka itu masih lebih tinggi dibanding tahun 2021, maka saya perkirakan bahwa kinerja emiten batubara akan lebih cuan lagi pada Kuartal I atau II tahun 2022 ini. Dengan kata lain, peluangnya masih terbuka lebar, karena balik lagi seperti booming komoditas pasca krisis tahun 2008 lalu, maka perusahaan-perusahaan batubara masih menghasilkan pendapatan dan laba besar sampai sekitar tahun 2012, atau empat tahun kemudian. Sedangkan untuk saat ini, dihitung sejak krisis tahun 2020 lalu maka sejauh ini booming-nya baru jalan dua tahun, dan lagi harga batubara saat ini juga jauh lebih tinggi dibanding rekor tertinggi tahun 2011 lalu ($300 vs $140 per ton).
Tinggal pertanyaannya, saham apa yang bisa kita ambil? Nah, bagaimana kalau PT Bukit Asam, Tbk (PTBA)? Setahun lalu, meski harga batubara ketika itu sudah mulai naik lagi, namun PTBA masih tertahan di Rp2,000 – 2,400 per saham karena ramainya isu energi terbarukan yang disebut-sebut akan menggantikan energi fosil seperti batubara. Tapi karena perusahaan membukukan kenaikan laba yang signifikan, maka sahamnya pada akhirnya tetap naik, dan terakhir sudah di 3,700. Namun berdasarkan laporan keuangannya untuk tahun penuh 2021 dimana perusahaan menghasilkan rekor laba bersih Rp7.9 triliun, tertinggi sepanjang sejarah, maka harga tersebut mencerminkan PBV 1.8 dan PER 5.4 kali, masih sangat rendah apalagi jika dibandingkan valuasi dari saham-saham bluechip lainnya di BEI, yang sudah sangat tinggi seiring dengan tingginya IHSG belakangan ini.
Dan memang jika dibandingkan dengan kenaikan saham-saham batubara lainnya yang sudah naik seratus persen atau lebih dalam setahun terakhir, maka PTBA ini masih ketinggalan, salah satunya karena sentimen peraturan domestic market obligation atau DMO, dimana perusahaan-perusahaan batubara nasional diharuskan menjual 25% produksinya ke pelanggan domestik dalam hal ini PT PLN pada harga yang sudah ditentukan, yang lebih rendah dibanding harga internasional. Nah, karena PTBA adalah salah satu supplier utama PLN, maka adanya peraturan itu menimbulkan kesan bahwa perusahaan tidak bisa menikmati tingginya harga batubara dunia. Padahal seperti disebut diatas, hanya 25% saja dari volume produksi PTBA yang dijual pada harga DMO, sedangkan 75% selebihnya mengikuti harga internasional. Dan memang hasilnya pada tahun 2021, PTBA sukses mencetak rekor laba bersih.
Kemudian untuk tahun 2022, dalam rangka memanfaatkan tingginya harga batubara, maka PTBA mentargetkan produksi 36 juta ton, naik signifikan dibanding tahun 2021 sebesar 30 juta ton, dimana jika peningkatan produksi tersebut dikali dengan harga batubara saat ini, maka bisa dibayangkan berapa laba bersih PTBA untuk tahun 2022 ini. Kemudian sebagai perbandingan, pada tahun 2011 dan 2018 lalu, yakni ketika harga batubara juga sedang tinggi-tingginya di $120 – 140 per ton dan PTBA membukukan laba yang sangat besar, maka sahamnya ketika itu sama-sama naik sampai sekitar 4,500. Sedangkan untuk saat ini, kita tahu harga batubara sudah lebih tinggi dibanding tahun 2011 dan juga 2018 tersebut, dan bahkan kalaupun turun sampai $200 per ton juga masih lebih tinggi. Sedangkan laba bersih PTBA di tahun 2021 saja sudah tembus Rp7.9 triliun, jauh dibanding tahun 2018 lalu sebesar Rp5.0 triliun. Nah, jadi apakah kedepannya kenaikan saham PTBA juga akan berhenti di 4,500? I don’t think so!
Jadi yah, tunggu apa lagi? Pestanya baru saja dimulai!
Disclosure: Ketika artikel ini diposting, Avere sedang
dalam posisi memegang PTBA pada harga beli 2,640. Posisi ini dapat berubah
setiap saat tanpa pemberitahuan sebelumnya.
***
Ebook Market Planning edisi April 2022 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.
Komentar