Cara Menemukan Saham yang Berpotensi Naik 100% atau Lebih, dalam Waktu 1 Tahun atau Kurang

Kalau anda pernah ikut kelas valueinvesting advanced yang penulis selenggarakan, maka salah satu materinya disitu adalah tentang ‘Cara mengidentifikasi saham-saham multibagger, yakni saham yang berpeluang untuk naik 100% dalam waktu 1 tahun atau kurang, namun disisi lain risikonya tetap terbatas’. Atau penulis sendiri sering menyebut saham seperti ini dengan istilah ‘mutiara terpendam’. Disebut ‘terpendam’, karena untuk menemukannya maka kita harus menggali laporan keuangan dari ratusan emiten di BEI, satu per satu, karena peluang ‘saham terbang’ itu tidak akan kita temukan dari saham-saham mainstream seperti TLKM atau BBCA.

***

Ebook Market Planning edisi Desember 2021 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

***

Dan actually kemampuannya dalam mengidentifikasi saham mutiara terpendam inilah, yang membuat metode value investing menjadi cukup populer. Karena berlawanan dengan anggapan bahwa analisa fundamental tidak bisa menghasilkan profit besar, kenyataannya penulis sendiri cukup sering beli saham tertentu yang di kemudian hari naik 100% atau lebih. However, value investing sama sekali tidak menawarkan profit cepat, melainkan seperti disebut diatas, kalaupun benar saham kita naik 100% maka seringkali kita harus menunggu hingga berbulan-bulan, jadi bukan 1 bulan, 1 minggu, apalagi 3 hari ARA berturut-turut. Masalahnya adalah, dalam proses menunggu itu maka jangan bayangkan saham kita akan naik terus pelan-pelan setiap hari, melainkan pasti akan ada turunnya juga. Sehingga ketika gilirannya dia turun itulah, kita harus cukup kuat mental untuk tetap hold sahamnya, untuk tetap yakin bahwa selama tidak terjadi perubahan fundamental, eventually sahamnya akan naik juga (dan untuk hold seperti itu juga nggak gampang). Kemudian untuk menggali laporan keuangan itu juga tidak mudah, dimana jangankan baca ratusan laporan keuangan, seringkali bagi pemula baca satu laporan keuangan saja langsung pusing, dan alhasil mereka tidak pernah baca laporan keuangan itu sendiri, melainkan langsung ambil data dari pihak ketiga (RTI, atau sekuritas). Dan kalau begitu caranya maka kita tidak akan bisa menemukan mutiara terpendam itu sendiri, karena caranya sejak awal sudah salah.

Karena itulah, penulis sendiri memasukkan materi ‘mutiara terpendam’ ini sebagai materi kelas advanced, yang kita baru akan bisa menguasainya jika sudah terlebih dahulu menguasai materi yang lebih dasar, seperti bagaimana cara membaca laporan keuangan itu sendiri. Nah, tapi let say anda termasuk yang sudah menguasai basic value investing, lalu bagaimana cara menemukan mutiara terpendam itu tadi?

Kabar baiknya, secara teori hal itu sebenarnya terbilang sederhana dan mudah (tapi untuk prakteknya butuh pengalaman), dan penulis juga sudah banyak memberikan contoh riil-nya di blog ini, misalnya pada November 2020 lalu ketika saya merekomendasikan saham-saham batubara (baca lagi ulasannya disini). Dan memang benar pada hari ini atau setahun kemudian, hampir semua saham-saham batubara yang disebutkan di artikel tersebut naik sangat signifikan, beberapa diantaranya dengan kenaikan lebih dari 100%. Jadi jika anda baca lagi artikel tersebut, maka anda akan mengerti jalan pikiran penulis hingga akhirnya menyimpulkan bahwa kita mungkin bisa profit bagger dari ITMG dkk. Kemudian pada Ebook Investment Planning yang saya publish setiap kuartal, penulis banyak memasukkan saham-saham ‘ukurannya kecil, tidak likuid, nama perusahaannya tidak terkenal, dan bidang usahanya tidak umum’, seperti WIIM, ISSP, PMMP, PBID, PSSI, SMDR, CSRA, KICI, MLIA, dan PPGL. And guess what? Beberapa saham tersebut benar-benar naik 100% atau lebih dalam hitungan bulan saja, dan selebihnya lagi tetap naik banyak meski tidak (atau belum) sampai 100%.

Logo PT Pelita Samudera Shipping, Tbk (PSSI)

Dan jika anda telaah lagi saham-saham yang disebut diatas, maka anda akan menemukan beberapa kesamaan: 1. Valuasinya amat sangat rendah (pada harga waktu sahamnya ditemukan, jadi bukan di harga sekarang setelah harganya naik tinggi), yakni PBV 0.5 kali atau lebih rendah lagi, dan PER 5 kali atau lebih rendah lagi, 2. Meski kinerja perusahaan di masa lalu mungkin kurang bagus, tapi kinerja terbarunya sangat bagus, misalnya labanya naik signifikan hingga ROE-nya juga menjadi besar, 3. Neracanya bersih dan aman, alias utangnya kecil/gak ada hutang, atau kalaupun utangnya besar maka rencana penggunaannya jelas, dan bunganya juga tidak mahal, 4. Laporan laba ruginya juga bersih, dimana labanya yang naik itu benar dari operasional, bukan dari pendapatan yang sifatnya hanya one time (misalnya penjualan aset) atau pembukuan (misalnya kenaikan harga saham yang dipegang perusahaan), dan 5. Sahamnya belum naik banyak/harganya masih dibawah, dan masih belum ramai dibicarakan orang (biasanya orang baru ramai ngomongin saham tertentu di grup-grup jika saham tersebut sudah naik banyak).

Nah, jadi kriterianya gampang saja bukan? Dan actually kalau anda sudah ikuti blog ini sejak lama, maka anda pasti sudah hafal kelima poin diatas karena penulis sering menyebutnya. Tapi ya balik lagi: Ketika anda menemukan saham yang memenuhi semua kriteria diatas, maka tetap tidak ada jaminan bahwa sahamnya bakal naik 100%. Dan memang kalau anda perhatikan lagi, di EIP yang penulis publish setiap kuartal, maka disitu saya tidak memasukkan saham-saham seperti ISSP dkk saja, tapi kita memasukkan total 30 saham termasuk yang bluechip seperti BBNI, PGAS, dan TLKM, dimana untuk saham-saham big caps seperti itu maka tentu saja kita tidak berharap bahwa sahamnya akan naik 100% dalam hitungan bulan. I mean, kalau kita bisa sangat yakin bahwa saham-saham kecil itu bakal terbang semuanya, lalu ngapain juga kita beli saham TLKM pada harga 3,200 cuma dengan harapan nanti sahamnya naik ke 4,000? (meski benar TLKM sekarang sudah di 4,000).

Nah, tapi jika anda perhatikan lagi saham-saham mutiara terpendam yang sudah disebut diatas, maka anda akan menemukan satu lagi kesamaan: Rata-rata perusahaannya tidak memiliki kinerja laba yang konsisten dalam jangka panjang, dimana jika kita lihat perolehan labanya dalam 5 tahun terakhir, maka angkanya naik turun, bahkan kadang rugi juga. Yang itu artinya? Yup, saham-saham seperti MLIA mungkin bisa naik sangat tinggi, jauh diatas kenaikan saham TLKM, tapi disisi lain risikonya juga lebih besar. Karena berbeda dengan TLKM dimana kita bisa cukup yakin bahwa perusahaan kedepannya akan terus membukukan laba yang besar, maka kita tidak bisa mengatakan hal yang sama untuk MLIA, dimana meski saat ini perusahaan membukukan profit besar, tapi karena di masa lalu profit tersebut sangat kecil, maka bisa saja kedepannya profitnya akan turun lagi. Dan ketika itu terjadi, maka sahamnya juga bisa turun dengan tidak kalah cepatnya.

Money management untuk meminimalisir risiko

Karena itulah, dan karena fokus dari value investing adalah never lose money, atau dengan kata lain yang penting asal gak rugi gede saja dulu, soal profit ratusan persen itu cuma bonus! Maka penulis sendiri selalu memasukkan saham-saham yang meski di satu sisi mungkin tidak menawarkan profit jumbo, tapi risikonya jauh lebih rendah, ke dalam planning investasi. Jadi isi porto kita gak melulu saham-saham multibagger itu tadi, melainkan ada juga saham-saham yang dijadikan sebagai bumper, yakni jika saham yang diharapkan multibagger itu malah justru nyungsep-together, yakni ketika kinerja laporan keuangan perusahaan ternyata tidak sebagus yang diharapkan. Contohnya? Well, selain saham-saham yang terbukti naik ratusan persen diatas, penulis juga pernah merekomendasikan saham-saham seperti APLN, GJTL, dan SOCI, dengan harapan bahwa sahamnya juga akan naik 100% atau lebih, karena saham-saham tersebut memiliki kriteria yang sama dengan ISSP dkk. Tapi karena kinerja perusahaan tidak berhasil membaik seperti yang diharapkan (sampai dengan Q3 2021, APLN masih rugi), maka jadilah sahamnya juga justru turun.

Jadi maksud penulis adalah, iya kalau kita misalnya hanya beli satu, dua, atau tiga saham saja (jadi gak diversifikasi. Cara diversifikasi bisa dibaca disini), dan ketiga saham itu kemudian beneran terbang tinggi semuanya. Tapi bagaimana jika kita taruh semua dana di APLN, misalnya? Kalau gitu ya wassalam. Masalahnya adalah, meski memang kita sedikit banyak bisa memiliki gambaran soal bagaimana prospek kinerja keuangan sebuah perusahaan di masa depan, yakni dengan cara mempelajari bisnisnya, rencana kerja manajemen, hingga track record kinerja di masa lalu, dimana kita kemudian akan memilih saham yang prospeknya cerah, tapi tetap saja sering terjadi sebuah perusahaan gagal men-deliver laba bersih seperti yang diharapkan. Dan jika itu yang terjadi, maka sahamnya tidak akan naik, dan kita kemudian harus cut loss. Hal ini berbeda dengan kalau kita memegang TLKM, misalnya, dimana kalau kita sudah membelinya pada harga yang kita anggap murah, tapi sahamnya malah turun (dan TLKM pernah turun sampai dibawah 3,000 lho), maka hold saja, karena selama kinerjanya tetap bagus maka sahamnya pada akhirnya akan naik lagi.

Kembali ke saham mutiara terpendam. Nah, meski tadi diatas disebutkan bahwa penulis sering dapat saham yang di kemudian hari naik 100% atau lebih, tapi tidak jarang juga kita terpaksa cut loss, yakni ketika kinerja perusahaan tidak sebagus yang diharapkan. Kabar baiknya, biasanya kerugiannya ketika kita cut loss itu nggak besar, maksimal 10 – 20% saja (jadi ruginya gak bakal kaya kalau kita pegang saham Bukalapak), karena sejak awal kita beli saham pada valuasi yang benar-benar murah. Dan risiko terjadinya cut loss itu tentu saja worth it dibanding ketika gilirannya kita profit, yang bisa mencapai ratusan persen. And yes, that’s the beauty of value investing!

Kesimpulan

Okay, jadi soal saham mutiara terpendam ini, mari kita simpulkan lagi. Pertama, kriteria saham-saham yang bisa multibagger sudah disebutkan diatas. Kedua, karena tidak semua saham yang diharapkan bakal naik 100% akan benar-benar naik setinggi itu, melainkan besar juga kemungkinan kita justru malah rugi, maka penting untuk menerapkan diversifikasi/money management, termasuk harus siap cut loss jika kinerja fundamental perusahaan tidak sesuai harapan.

Dan ketiga sekaligus yang terpenting, ketika portofolio kita berisi 1. Saham-saham yang beneran naik 100% atau lebih, 2. Saham yang juga naik tapi gak sampai 100%, 3. Saham yang justru turun karena laporan keuangannya di kemudian hari berubah jadi kurang bagus (dan kita terpaksa harus cut loss, sehingga mengurangi profit yang dihasilkan di saham lain), dan 4. Saham-saham bumper berisiko rendah, pada akhirnya akan membuat kinerja porto kita secara keseluruhan gak akan profit 100% juga dalam setahun, melainkan kemungkinan lebih rendah dari itu. Dan ini juga belum mempertimbangkan kondisi pasar, dimana jika IHSG lagi turun misalnya, maka semua saham, entah itu yang kita anggap sebagai mutiara terpendam atau bukan, akan ikut turun. Karena itulah, dan penulis sudah sering mengatakan ini sebelumnya, target investor saham profesional (yang menggunakan pendekatan value investing) adalah beat the market setiap tahunnya, yakni menghasilkan profit yang lebih besar dibanding kenaikan IHSG di tahun yang sama. Dan jangan salah: Itu bukan target yang mudah. Contohnya lihat saja kinerja reksadana saham: Gak usah diatas IHSG, berapa banyak dari mereka yang kinerjanya setidaknya sama dengan kinerja IHSG??

Meski demikian berdasarkan pengalaman penulis sendiri, jika kita beruntung maka terkadang saham yang kita beli naiknya jauh lebih besar dari 100%, melainkan bisa 200%, 300%, dan seterusnya, dan selama sebelas tahun terakhir saya pernah beberapa kali dapat saham seperti itu. Sehingga sekali lagi jika kita beruntung, maka kinerja profit kita dalam satu tahun tertentu bisa saja lebih dari sekedar beat the market, melainkan jauh diatas IHSG, dimana penulis sendiri terakhir cuan besar seperti itu pada tahun 2016 lalu (silahkan baca arsip artikel blog ini di tahun 2016, ada banyak rekomendasi saham ketika itu yang sukses bagger). Kemudian bonusnya adalah, karena dalam hal ini kita nggak trading harian melainkan beli lalu sudah hold saja, dan hanya perlu evaluasi rutin misalnya seminggu sekali, maka jadinya santai banget! Penulis juga sudah sering menceritakan bahwa kita banyak menghabiskan waktu buat jalan-jalan, main game, begadang nonton sepakbola, mengantar anak sekolah dst, dan saya sama sekali tidak pernah duduk seharian di depan komputer, melihat naik turunnya saham dari jam 9 pagi sampai jam 3 sore (well, pernah sih dulu waktu masih nubie banget karena memang belum ngerti, tapi sudah sejak 2012 gak pernah gitu lagi). Jadi dalam hal ini kita gak cuma profit, tapi juga punya banyak waktu untuk menikmati hidup. And yes, that’s the beauty of value investing!

***

Ebook Market Planning edisi Desember 2021 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

Dapatkan postingan via email

Komentar

La pulga mengatakan…
Kalo PMMP so far masih on track atau tidak ya pak?

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?