Membedah Peran BPJS Ketenagakerjaan Sebagai ‘Market Maker’ di Pasar Saham

Pada zaman Dinasti Han di China, tepatnya pada masa pemerintahan Kaisar Wu di abad ke-2 sebelum Masehi, Pemerintah Dinasti Han membutuhkan dana besar untuk ekspedisi militer melawan suku Xiongnu (Mongol) di Utara. Kemudian pada zaman itu, garam dan besi merupakan dua dari sejumlah komoditas utama yang dibutuhkan masyarakat banyak, yang harganya sangat fluktuatif/mudah naik dan turun karena supply dan demand-nya sering berubah-ubah. Misalnya pada masa panen raya dimana petani menggunakan penjualan hasil bumi untuk membeli ikan dan daging, maka kebutuhan garam untuk mengawetkan ikan meningkat signifikan dan alhasil harganya naik, seringkali hingga tidak lagi terjangkau oleh masyarakat. Di lain waktu, produksi garam sering juga melonjak hingga harganya anjlok, dan dalam hal ini petani garam lah yang merugi.

***

Ebook Investment Planning yang berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi Kuartal I 2021 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini, tersedia diskon selama IHSG masih dibawah 6,200, dan gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.

***

Karena itulah, seorang ahli ekonomi bernama Sang Hongyang memberikan solusi untuk menstabilkan harga garam, sekaligus memberikan pendapatan bagi Pemerintah untuk ekspedisi militernya: Ketika harga garam sedang rendah-rendahnya, ditandai dengan oversupply dimana ada banyak produksi garam yang tidak terserap oleh masyarakat, maka Pemerintah membeli kelebihan produksi tersebut, tentunya pada harga murah, dan dengan berkurangnya pasokan garam di masyarakat maka harganya kemudian akan naik dengan sendirinya. Beberapa lama kemudian, ketika harga garam sudah naik ke level tertentu dimana masyarakat mulai kesulitan untuk membelinya, maka Pemerintah bisa menjual stok garam yang ada di gudang, tentunya pada harga yang lebih tinggi dari harga belinya beberapa waktu sebelumnya, sehingga dihasilkan keuntungan. Dan karena suplai garam yang beredar di pasar kemudian meningkat lagi, maka harganya turun dengan sendirinya dan kembali terjangkau oleh masyarakat. Cara yang sama juga dilakukan untuk komoditas besi.

Sehingga dengan cara ini Pemerintah untung, masyarakat juga untung. Lalu yang dirugikan siapa? Ya para pemodal dan pedagang spekulan yang sebelum adanya kebijakan ini, mereka sering menimbun garam dan besi dengan tujuan untuk menjualnya kembali pada harga setinggi-tingginya, sehingga mereka kemudian untung besar namun keuntungan tersebut berasal dari kerugian rakyat kecil. Sedangkan yang dilakukan Pemerintah, mereka juga menimbun garam dan besi ketika harganya sedang rendah, tapi kemudian ketika harganya naik sangat tinggi maka stok garam itu dijual pada harga yang lebih rendah dibanding harga pasar (tapi tetap lebih tinggi dibanding harga belinya, sehingga Pemerintah memperoleh keuntungan), sehingga membantu menurunkan harga garam itu sendiri di pasar dan pada akhirnya membantu masyarakat banyak. Cara ini sedemikian suksesnya sehingga bahkan meski Dinasti Han itu sendiri berakhir pada abad ke-2 Masehi, namun dinasti-dinasti selanjutnya di China kembali menerapkan kebijakan ekonomi yang meski tidak persis sama (komoditasnya juga tidak lagi terbatas pada garam dan besi), tapi prinsip dasarnya tidak berubah, yakni akumulasi ketika harganya sedang sangat rendah, dan distribusi ketika harganya sudah naik tinggi.

Okay, lalu apa hubungannya cerita diatas dengan investasi saham? Nah, jadi pada hari Selasa, 15 Juni 2021 kemarin, penulis memenuhi undangan rapat focus group discussion (FGD) dengan Manajemen Risiko Investasi, BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek), dimana penulis sebagai praktisi independen memberikan banyak masukan terkait kegiatan investasi BPJS TK di pasar saham Indonesia. Dan salah satu masukan tersebut adalah sebagai berikut: Dengan total aset mendekati Rp500 trilyun pada akhir tahun 2020, dan adanya peraturan Undang-Undang dimana perusahaan di Indonesia wajib mengikut sertakan seluruh karyawannya dalam program jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja dll, maka beban tanggung jawab BPJS TK teramat sangat besar dan karena itulah pengelolaan dana investasinya harus ekstra hati-hati, dan memang mayoritas investasi BPJS TK ditempatkan di instrumen low risk, seperti deposito, surat utang negara, dan obligasi. Sedangkan untuk investasi saham, maka saham-saham yang dibeli hanya yang termasuk saham bluechip/big caps, dan punya reputasi baik/cukup populer di masyarakat.

Salah satu portofolio saham milik BPJS Ketenagakerjaan, dimana 'nilai wajar' adalah berdasarkan harga tiap-tiap saham pada akhir tahun 2019. Sumber: LK BPJS TK

Meski demikian, hanya karena saham BBCA, BBRI, ASII dst bagus, maka bukan berarti kita bisa membelinya pada harga berapapun, melainkan tetap harus melihat valuasinya. Kemudian karena begitu besarnya dana kelolaan (memang BPJS TK hanya menempatkan sebagian kecil asetnya di saham dan reksadana saham, tapi ‘sebagian kecil’ disini mencapai Rp43 trilyun, belum termasuk floating profit/loss), maka dalam situasi tertentu, BPJS bisa memperoleh keuntungan dari saham sekaligus disisi lain menjaga stabilitas pasar dan tingkat kepercayaan investor terhadap bursa saham di Indonesia itu sendiri. Caranya? Ya bisa dengan copy paste kebijakan ekonomi Dinasti Han diatas. Jadi kan seperti halnya harga komoditas, harga saham juga bisa naik dan turun setiap waktu, dan pada waktu-waktu tertentu penurunannya bisa sedemikian ekstrim-nya sehingga menimbulkan kepanikan dan situasi depresi, contohnya seperti market crash di bulan Maret 2020 lalu ketika awal-awal pandemi. Nah, pada situasi seperti itulah, BPJS TK kemudian bisa membeli saham-saham bluechip pada harga super duper murah, dan sekaligus mencegah penurunan BBRI dkk lebih dalam lagi, atau bahkan harganya rebound/naik sedikit, sehingga investor ritel juga jadi berani/pede untuk ikut masuk. I mean, jika BPJS TK hajar kanan saham tertentu senilai puluhan hingga ratusan milyar Rupiah, maka transaksinya akan jelas kelihatan oleh para trader dan investor ritel, sehingga mereka akan ikut beli, dan itu juga akan meningkatkan kepercayaan diri investor lainnya yang sejak awal sudah memegang saham tersebut untuk tidak buru-buru cut loss. Nah, kombinasi antara ‘aksi beli oleh ikan paus’ yang diikuti aksi beli ritel, dan aksi hold oleh investor yang sejak awal sudah pegang sahamnya, pada akhirnya akan membuat pasar saham itu sendiri segera pulih dan tidak lagi irasional, dimana kepanikan yang terjadi akan mereda dengan sendirinya.

Kemudian setelah beberapa waktu, harga-harga saham naik dengan sangat cepat hingga pasar kembali irasional dalam wujud euforia, ditandai dengan munculnya banyak rumor yang menaikkan saham-saham gorengan kecil tidak jelas, munculnya pakar dadakan/influencer, dan pasar dipenuhi spekulasi dimana trader berani mengambil utang untuk membeli saham yang sejak awal sudah naik sangat tinggi! Yakni karena berharap bahwa saham itu akan naik lebih tinggi lagi. Maka pada saat itulah BPJS TK bisa pelan-pelan mulai distribusi, sehingga harga-harga saham kembali turun tapi tidak dengan penurunan yang tiba-tiba sehingga tidak menimbulkan kepanikan, melainkan sebatas mengembalikan pasar ke situasi rasional-nya. Yup, karena ketika saham-saham seperti misalnya ANTM, INCO, kembali turun, maka rumor baterai mobil listrik dll yang sejak awal tidak logis akan menghilang dengan sendirinya.

Sehingga dalam hal ini, BPJS TK akan membantu menjaga pasar untuk tetap rasional, dimana investor tidak panik tapi juga tidak euforia (dan dalam kondisi pasar yang aman-aman saja, secara psikologis akan jauh lebih mudah bagi investor dan trader untuk melakukan analisa dan mengambil keputusan), dan disisi lain tetap memperoleh keuntungan signifikan. Besarnya power yang dimiliki BPJS TK juga lebih dari cukup untuk menandingi pengaruh investor asing/bandar yang seringkali menaik turunkan IHSG dan/atau saham-saham tertentu secara tiba-tiba dan alhasil menimbulkan kebingungan, dimana situasi bingung ini adalah sama buruknya dengan kepanikan dan euforia diatas.

Oke Pak Teguh, tapi pasar kan tidak selalu mengalami depresi dan euforia setiap saat? Malah setelah terakhir market crash tahun 2020 lalu, maka bisa lama lagi sebelum kemudian terjadi market crash separah itu lagi. Jadi apakah ini maksudnya selama pasar dalam kondisi yang ‘normal-normal saja’, maka BPJS TK jangan membeli atau menjual saham apapun? Well, tidak juga. Perhatikan bahwa dalam kondisi pasar yang tampak aman sekalipun, selalu ada saja saham-saham big caps dengan track record fundamental bagus yang harganya turun signifikan, entah itu karena diserang isu tertentu atau memang laporan keuangan terakhirnya sedang tidak bagus, tapi valuasinya sudah sangat rendah sehingga jika kita bisa menilai bahwa prospek jangka panjangnya masih cerah, maka pada saat itulah kita bisa akumulasi, lalu hold saja. Contohnya? Saham B***, ****, dan ****. Kemudian sebaliknya dalam kondisi pasar yang normal, selalu ada saja saham besar yang harganya sedang sangat tinggi, sehingga jika BPJS TK sudah memegangnya sejak awal, maka bisa dilepas pelan-pelan.

Namun saya perhatikan, selama ini bukan ini yang dilakukan oleh BPJS TK, melainkan ketika sudah dialokasikan dana sekian untuk beli saham, maka pada saat itulah pembeliannya dilakukan, tak peduli meski harga/valuasinya masih tinggi, dan pasar/saham tertentu juga tidak sedang dalam situasi irasional yang membutuhkan campur tangan pemodal besar. Sudah tentu, ini tetap lebih baik dibanding dengan aksi manipulasi pasar seperti yang dulu dilakukan oleh Jiwasraya, namun hasilnya juga jadi tidak cukup baik dimana kinerja investasi BJPS TK hampir selalu dibawah kinerja rata-rata pasar/IHSG. Dan pada kondisi pasar yang memang sudah cenderung lesu sejak tahun 2018 (sejak Januari 2018, IHSG gak pernah break new high lagi), maka hasil investasinya jadi lebih tidak bagus lagi/lebih banyak rugi.

Anyway, it’s always a great honor to serve my country. Jadi kepada BPJS Ketenagakerjaan sebagai wujud peran kehadiran negara bagi kaum pekerja di seluruh penjuru tanah air, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena telah diberikan kehormatan tersebut, dan semoga nanti kita jumpa lagi di lain kesempatan.

***

Ebook Market Planning edisi Juli 2021 yang berisi analisis arah IHSG, stockpick saham, dan informasi jual beli saham yang penulis lakukan, akan terbit tanggal 1 Juli mendatang. Anda bisa memperolehnya disini, tersedia diskon selama IHSG masih dibawah 6,200, dan gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

Dapatkan postingan via email

Komentar

Anonim mengatakan…
perusahaan yang tugasnya urus administrasi, jangan lah dibelikan saham, mau untung malah buntung nanti... ingat: itu dana orang yang hanya perlu disuruh urus administrasinya saja...

kadang mereka bicaranya motifnya ingin meningkatkan laba perusahaan? untuk apa? apa gaji pegawai mereka makin naik apa gimana? terus kalo rugi gimana dana orang?
kenyatannya ujung ujung kebanyakan malah kongkalikong dengan bandar untuk memperkaya diri, emang mereka benar benar peduli perusahaan mau untung rugi atau bangkrut??

padahal perusahaan seperti bpjs itu kalian hanya disuruh urus administrasi aja.. sesimple itu...
cni-enb mengatakan…
Mantap pak teguh. Semoga BPJS bisa seperti yg diharapkan
Anonim mengatakan…
Hakiki (cie i lah, ehmm...ehmm...) nya bursa, bukanlah persandingan pembeli dan penjual.

Bursa merupakan "cermin" "masa depan", sebelum sesuatu menjadi nyata di hari H nya,karena nya Harga sekarang itu "bisa" 10 X, 100 X, 1000 X bahkan lebih !!! {(tepok bokong, lebih tidak sakit..). Rugi selama bertahun-tahun pun "masih" ada harganya.. (akan kah membenturkan kepala ke tembok???)} dari "pernyataan" sekarang (income STATEment).

Memang finance dan physic sangat berhubungan, waktu adalah relatif kata Einstein.


Karena seharusnya merupakan sesuatu di masa depan, maka biarkanlah "unreal world" (pis bro & sis) future world "bertarung".

Dengan "pertarungan" bukan "pertaruhan" loh ya...terjadi di masa depan maka diharapkan "tidak mengganggu" "perjalanan" present world menuju masa depan (yang could be seperti yang terjadi di unreal world sekarang, bisa juga berbeda).

Pertarungan excess liquidity, seharusnya sih, karena kalau bukan dari kelebihan, justru memicu gangguan di present world. Di sini fungsi otoritas berperan, tapi sukanya terbuai atau terpedaya suasana sehingga lupa perannya.

Sebenarnya juga jangan dianggap pertarungan, tapi cermin, atau small world, sebuah laboratorium, di mana para pengambil kebijakan sebagai pengejawantahan seluruh komponen bangsa dapat melihat arah tujuan dan efek kebijakan mereka sekarang nantinya di masa depan.

Disebut Bursa Efek. cocokmologi.

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Saham BBRI Anjlok Lagi! Waktunya Buy? or Bye?