Jangan Anggap Remeh Uang! Meski itu ‘Uang Dingin’ Sekalipun

Beberapa waktu lalu penulis menerima pertanyaan sebagai berikut, ‘Pak Teguh bagaimana prospek saham A? Saya beli di harga 2,000, dan dia sekarang di 1,500, jadi posisinya nyangkut. Tapi saya belinya pakai uang dingin yang gak akan saya gunakan dalam waktu dekat, jadi gak masalah jika saya harus menunggu lama hingga saham A itu naik lagi, minimal balik ke harga modalnya.’ Setelah penulis pelajari, saham A itu ternyata salah satu saham yang banyak dipom-pom oleh para influencer sehingga harganya naik tinggi, tapi fundamentalnya sendiri nol besar, dan harga 1,500 – 2,000 itu juga termasuk overvalue, harga wajarnya hanya sekitar 700.

*** 

Ebook Market Planning edisi April 2021 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini. gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

***

Tapi yang penulis garis bawahi disini adalah kalimat ‘Saya belinya pakai uang dingin, jadi gak apa-apa jika saya harus menunggu lama hingga saham A itu naik lagi.’ Nah, iya kalau saham A pada akhirnya benar naik lagi. Tapi bagaimana jika saham A ini justru terus saja turun, karena sejak awal fundamentalnya juga tidak mendukung? Apakah kita akan merelakan uang yang dibelikan saham A itu hilang begitu saja, dan itu gak jadi masalah karena toh itu ‘uang dingin’??

Maka dari itu, penulis merasa perlu untuk menulis artikel berikut, and here we go.

Dalam berinvestasi di saham, maka seperti yang sudah sering penulis sampaikan dalam banyak kesempatan, sebaiknya kita menggunakan uang dingin, yakni uang lebih diluar uang yang sudah ada rencana penggunaannya entah itu untuk kebutuhan sehari-hari, bayar kontrakan, biaya sekolah anak, dan seterusnya. Menggunakan ‘uang panas’ bisa sangat mengganggu psikologis/akan membuat kita tidak tenang dan gampang panik terutama jika hasilnya investasinya tidak sesuai harapan (baca: Rugi). Dan kalau kondisinya sudah demikian, maka jangan harap kita akan bisa mencapai posisinya Pak Lo Kheng Hong, yakni ‘kaya sambil tidur’. Karena yang ada, ketika anda nyangkut di saham yang dibeli pakai uang panas itu tadi, maka anda justru akan tidak bisa tidur! Sama sekali.

Ilustrasi 'kaya sambil tidur'. Komik oleh Lukas Setia Atmaja.

Disisi lain, uang dingin ini nilainya sama persis dengan uang panas yang juga anda pegang. Jadi misalnya investor A beli saham pakai uang dingin senilai Rp10 juta, dan investor B beli saham yang sama tapi pakai uang panas, juga senilai Rp10 juta. Dan saham itu kemudian turun 10%. Maka, meskipun investor A mungkin akan lebih tenang dibanding investor B dalam menyikapi kerugian yang ia alami, tapi kerugian mereka berdua adalah sama-sama senilai satu juta Rupiah. Meskipun investor A mungkin akan bilang, ‘Nggak apa-apa lah, toh itu uang dingin’, tapi tetap saja dia merugi, dan itu artinya ia gagal mencapai tujuan dari berinvestasi saham itu sendiri, yakni untuk menghasilkan keuntungan.

Dan kalau penulis perhatikan, sikap ‘meremehkan’ karena kita beli saham pakai uang dingin inilah, yang justru membuat seorang investor gagal mencapai tujuannya untuk profit, dan dalam jangka panjang juga gagal mencapai tujuannya untuk bisa pensiun sejahtera dari saham. Contohnya balik lagi ke penanya diatas: Ketika ia membeli saham A di harga 2,000, yang merupakan saham berfundamental buruk dan harga belinya pun tinggi, maka ada dua kemungkinan. Pertama, ia memang belum mengerti cara membaca laporan keuangan dst, dan hanya mengikuti saran seseorang yang kebetulan lagi viral di Instagram atau Youtube. Atau kedua, ia sebenarnya tahu bahwa saham A itu gak bagus, tapi pada akhirnya ia tetap beli karena berspekulasi bahwa siapa tahu saham A itu bisa naik lebih tinggi lagi, dan kalaupun ternyata saham A turun, maka itu gak jadi soal karena toh belinya pakai uang dingin.

Dengan kata lain, jika si investor ini tidak menganggap remeh uangnya hanya karena itu uang dingin, maka ia tidak akan membeli saham A tersebut, dan alhasil ia tidak akan menderita kerugian. Jika si investor ini mengganggap ‘penting’ setiap lembar uang Rupiah yang ia miliki, maka ia tentunya hanya akan membeli saham lain yang, setelah dianalisa secara hati-hati, memang benar bagus dan juga undervalue, dan pada akhirnya akan meraih keuntungan konsisten.

Nah, jadi biar penulis sampaikan apa yang kami, investor profesional, pikirkan tentang uang dingin ini: Seluruh dana investasi kami adalah uang dingin, yang tidak akan digunakan untuk membeli kebutuhan apapun bahkan hingga bertahun-tahun mendatang. Namun disisi lain tidak ada satu sen-pun dari uang tersebut yang sifatnya ‘tidak penting’, yang kalau ‘rugi juga nggak apa-apa’, melainkan semuanya penting, sehingga hanya akan kami belikan saham secara ekstra hati-hati. Ini bukan berarti kami tidak pernah menderita kerugian, dan dalam banyak kasus kita sering juga cut loss dari saham, tapi penyebabnya bukan karena kita beli saham secara asal-asalan, karena kita menyepelekan uang dingin tersebut. Jika kita beli saham hanya dengan metode 'mudah-mudahan untung, tapi kalau rugi juga ndak apa-apa', maka biasanya justru hasilnya adalah rugi.

Dan ketika anda sudah punya apa yang disebut dengan ‘uang dingin’ itu tadi, maka penulis asumsikan bahwa anda dan keluarga sudah berkecukupan, dimana anda juga mungkin menganggap bahwa uang Rp100,000, Rp1 juta, atau bahkan Rp10 juta sekalipun tidak seberapa. But money is money, yang tidak peduli berapapun nilainya maka itu tetap sangat berharga, dan karena itulah harus diperlakukan dengan sangat hati-hati ketika akan dibelikan saham. Jangan pernah menyerahkan kepada bandar atau siapapun itu satu sen pun dari uang yang anda miliki! Terapkan sikap ini dalam setiap kegiatan investasi anda, lalu lihat hasilnya dalam beberapa tahun ke depan. Anda akan terpukau sendiri.

Untuk artikel minggu depan, kita akan bahas update analisa Indofood CBP (ICBP) setelah perusahaan mengkonsolidasikan Pinehill, yang merupakan perusahaan produsen dan distributor mie instan di sejumlah negara Eropa dan Afrika, sebagai salah satu anak usahanya.

***

Ebook Market Planning edisi April 2021 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini. gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

Komentar

M. Fathur Rohman mengatakan…
Izin bertanya Pak Teguh, kalo misal saham yang dibeli sebenarnya punya fundamental bagus (Semisal BBNI) tapi dulu belinya pas sebelum Pandemi di harga 7000 dan belum sempat jual sampai sekarang apakah sebaiknya ditunggu sampai balik modal (dengan asumsi Fundamental BBNI akan tetap bagus sampai kedepannya) atau cutloss saja lalu dibelikan saham lain yang lebih murah secara valuasi.
First mengatakan…
Agree! Mau sedingin apapun, kita tetap kepanasan ketika sahamnya terpaksa cutloss :D
Komang sutirta mengatakan…
Terimakasih pak
Artikelnya bagus sekali
Febriyanto mengatakan…
Begini pak? Undervalue perusahaan Pbv rendah ada. Tapi Fia jga suka turun
Yaitu BBNI

YA SAMA AJA
Lina mengatakan…
Terimakasih mengingatkan Pak... uang adalah uang berapapun jumlahnya...
Anonim mengatakan…
Kyakny sama agii ini. Pompom an ikan sarden.
Anonim mengatakan…
yang susah itu uang panas diakui uang dingin berharap tidak dipakai ternyata ada kebutuhan mendadak.
christian mengatakan…
ngak kemana mana ngak masalah asal yakin fundamental bagus dan jika likuidasi pun masih menyisakan aset yg memadai .. rule 1 never loss your money ...

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?