Bisakah Influencer Saham Dipidana Jika Merugikan? Berikut Undang-Undangnya
Desember 2020 kemarin, penulis ditelpon sejumlah wartawan untuk dimintai pendapat tentang fenomena munculnya tokoh-tokoh terkenal, misalnya artis yang punya jutaan follower di Instagram, yang secara langsung maupun tidak langsung menyebutkan bahwa ‘saham A bagus’, dan memang saham A itu langsung terbang tak lama kemudian, dan ditengarai ada banyak follower sang artis ini yang kemudian ikut membeli saham A tersebut pada harga tinggi. Sang artis ini kemudian memperoleh julukan sebagai influencer saham.
***
Video Seminar Value Investing, basic and advanced, bisa diperoleh disini. Alumni bisa bergabung dengan layanan webinar pada hari Sabtu, 20 Maret 2021, secara gratis.
***
Masalahnya, jika saham A itu tadi dianalisa lagi laporan keuangannya dll, maka fundamentalnya sama sekali tidak bagus, valuasinya mahal, dan seterusnya. Sehingga bisa disimpulkan bahwa cepat atau lambat saham itu hampir pasti akan turun lagi, dan biasanya pula dengan penurunan yang tidak kalah cepat dibanding kenaikannya. Nah, jika itu terjadi, maka bagaimana dengan para follower artis tadi yang sudah terlanjur membelinya pada harga tinggi? Apakah dalam hal ini sang artis bisa disalahkan atas kerugian yang terjadi?
Maka penulis kemudian menjawab sebagai berikut. Jika seseorang, entah itu artis atau bukan, dan entah ia mewakili dirinya sendiri atau mewakili institusi (misalnya analis sekuritas), mengatakan atau menulis bahwa saham A bagus, lalu ada banyak orang yang terpengaruh dan ikut membeli saham A tersebut, maka selama yang mengambil keputusan akhir untuk membeli sahamnya adalah orang-orang ini sendiri, si influencer ini tidak bisa disalahkan apalagi dibawa ke meja hijau/dipidanakan, jika kemudian terjadi kerugian.
Dan itu karena pihak influencer, sesuai istilahnya, hanya mempengaruhi orang untuk membeli saham, tapi bukan memerintah atau memaksa, dan yang menekan tombol buy saham A juga bukan dia, melainkan si investor pemilik dana itu sendiri. Faktanya saya sendiri juga sudah sejak tahun 2010 lalu rutin menulis di blog ini bahwa saham A bagus, saham B bagus, tapi tidak semua saham yang direkomendasikan itu beneran menghasilkan keuntungan, melainkan tidak sedikit pula yang justru turun dan menyebabkan kerugian. Tapi apakah investor yang merugi kemudian bisa meminta ganti rugi? Tentu saja tidak, karena jika logikanya demikian, maka kepada investor yang cuan dari saham-saham yang kami rekomendasikan, dan jumlah investor yang profit ini juga ada banyak, maka mereka juga harus menyerahkan profit tersebut untuk kami.
Pump and Dump
Meski demikian, juga terdapat kemungkinan dimana seorang influencer memperoleh keuntungan yang sejatinya berasal dari kerugian follower-nya, yakni jika ia mengakumulasi saham A pada harga bawah, sebut saja harga 500, lalu ia menyebarkan informasi yang tidak benar/menyesatkan dengan tujuan mengajak para follower-nya untuk membeli saham A tersebut (istilahnya pom-pom), dan hasilnya saham A ini terbang hingga ke katakanlah 1,000 atau 1,500, tapi justru ketika harganya sudah naik itulah, si influencer ini jualan dimana yang membelinya adalah para follower-nya itu tadi! Dan setelah si influencer tidak lagi pegang barang, maka ia kemudian berhenti/tidak lagi pompom saham A, dan saham A kemudian turun lagi dengan sendirinya karena sejak awal fundamentalnya memang buruk.
Nah, jika memang seperti itu kejadiannya, dan para follower yang menjadi korban bisa membuktikan hal tersebut, maka barulah si influencer bisa dituntut, apalagi jika si influencer tidak hanya terbukti melakukan pom-pom/mempengaruhi para follower-nya untuk membeli saham A, tapi ia juga terbukti melakukan, atau bekerja sama dengan pihak lain untuk melakukan transaksi semu yang menyebabkan saham A itu naik. Yang dimaksud transaksi semu adalah, si influencer membeli dan kemudian memegang saham A dalam jumlah besar, lalu ia memperjual belikan saham A yang ia pegang (jadi pembeli dan penjualnya adalah pihak yang sama, tapi biasanya pakai rekening yang berbeda dan atas nama orang lain, itu mudah sekali), dimana setiap transaksi dilakukan pada harga yang lebih tinggi dibanding transaksi sebelumnya (inilah yang disebut ‘goreng saham’, atau pump and dump), dan hasilnya saham A itu naik terus. Dalam hal inilah, si influencer kemudian disebut sebagai bandar. Atau, si influencer tidak melakukan aksi goreng saham/dia cuma sekali saja beli saham A di harga bawah, tapi ia bekerja sama dengan pihak lain yang melakukan transaksi semu tersebut, sedangkan peran dia dalam hal ini adalah mempengaruhi follower-nya untuk membeli saham A di harga tinggi.
Dan memang dalam skema pump and dump, maka si pelaku biasanya tidak hanya menyebarkan informasi palsu untuk pom-pom saham, tapi ia juga melakukan transaksi semu seperti yang dijelaskan diatas (karena kalau cuma pom-pom saja, biasanya sahamnya tetap gak akan naik). Dan jika kronologis peristiwanya adalah kurang lebih demikian, maka pada UU No.8 Tahun 1995 tentang pasar modal, pada Pasal 92 disebutkan:
Setiap pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Efek.
Intinya Pasal 92 ini melarang siapapun untuk melakukan transaksi semu atau ‘goreng saham’ dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, termasuk jika transaksi semu itu bukan dilakukan oleh si influencer itu sendiri, melainkan pihak lain yang bekerja sama. Dan pada Pasal 93, disebutkan:
Setiap pihak dilarang, dengan cara apapun, membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek apabila pada saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan: A. Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan; atau B. Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut.
Dan terakhir, pasal 104 terkait sanksi, disebutkan:
Setiap Pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 ayat (1), dan Pasal 98 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Nah, perlu dicatat bahwa meski di artikel ini penulis hanya menyajikan Pasal 92 dan 93 (karena memang dalam konteks influencer/pompom dan goreng-goreng saham ini, dua pasal itulah yang paling penting), tapi jika anda baca lagi UU-nya, maka semua Pasal mulai dari Pasal 90 s/d 98, semuanya membahas tentang penipuan, manipulasi pasar, dan transaksi orang dalam. Dan siapapun yang terbukti melanggar salah satu saja dari pasal-pasal tersebut, maka mereka bisa dikenai hukuman penjara ataupun denda hingga maksimal Rp15 milyar.
Bisakah Influencer Saham Dipidana?
Jadi balik lagi, bisakah influencer saham dituntut secara hukum? Maka jawabannya, bisa! Meski tentu kesulitannya di pembuktiannya, yakni apakah si influencer itu benar melanggar minimal satu dari pasal-pasal diatas? Nah, namun dalam hal ini penulis sudah diskusi dengan Nicky Hogan, Direktur Pengembangan BEI periode 2015 – 2018, dan beliau bilang begini: Jika fokusnya adalah untuk membuktikan apakah benar seorang influencer membeli saham tertentu di harga bawah, lalu ia melakukan pom-pom dan kemudian menjual saham tersebut di harga atas kepada para follower-nya, sehingga ia memperoleh keuntungan substansial tapi disisi lain follower-nya dirugikan, maka itu mudah sekali untuk dilacak. Karena semua transaksi pembelian – penjualan saham A sebanyak berapa lot, pada harga berapa dll, itu semuanya sangat jelas terekam di sekuritas, dimana meski data tersebut bersifat rahasia, tapi Pasal 100 UU Pasar Modal jelas menyebutkan bahwa pihak Bapepam (sekarang bernama OJK) dapat mengadakan pemeriksaan.
Tapi ketika penulis bertanya lagi, sepanjang pengetahuan Pak Nicky, pernahkah ada individu atau institusi yang kemudian benar-benar dipenjara, atau dikenakan sanksi denda karena terbukti melanggar pasal-pasal diatas? Karena kita tahu bahwa yang namanya goreng-goreng saham itu kan sudah terjadi sejak dulu? Jawab beliau, tidak ada, karena balik lagi: Seorang pelanggar hukum baru bisa dituntut dan pada akhirnya dihukum pidana jika ada pihak yang menuntut, dan pihak yang menuntut ini bisa membuktikan bahwa pihak yang dituntut bersalah. Tapi jika tidak ada yang menuntut maka ya sudah. Inilah kenapa bahkan seorang bandar goreng saham yang sudah sangat legendaris seperti Benny Tjokro, selama ini juga selalu lolos dari jerat pasal-pasal diatas, tak peduli meski kerugian yang dialami investor, baik secara langsung maupun tidak langsung, sudah tidak terhitung lagi saking besarnya, karena memang tidak ada yang menuntut/para korbannya diam saja (tahun 1997, Bentjok memang pernah disemprit Bapepam karena menggoreng saham Bank Pikko, tapi tidak ada informasi terkait apakah ia kemudian dipenjara atau tidak). Tapi barulah ketika kerugiannya sudah menyangkut nama baik negara dalam Kasus Jiwasraya, dan pihak-pihak yang dirugikan dalam kasus Jiwasraya ini jumlahnya amat sangat banyak sehingga mereka kemudian bersatu dan menciptakan kegaduhan di publik, maka OJK dan kejaksaan akhirnya turun tangan, dan Om Benny beserta pihak-pihak lain yang juga terbukti bersalah per hari ini sudah divonis penjara seumur hidup, plus denda sekian puluh trilyun Rupiah.
Kasus Jiwasraya menjadi contoh dimana pelaku pump and dump divonis penjara, bahkan hingga seumur hidup, plus denda |
Okay Pak Teguh, jadi intinya jika saya merasa dirugikan oleh influencer tertentu, dan memang ada indikasi bahwa si influencer ini memperoleh keuntungan yang berasal dari kerugian yang saya alami, maka saya bisa menuntut si influencer tersebut? Yep, bisa, meski mungkin juga harus saya ingatkan bahwa perjuangannya akan cukup panjang. Pertama, kumpulkan korban-korban lain dari influencer yang sama, lalu lapor ke OJK, buat ceritanya jadi viral sehingga media ikut menulis. Mungkin perlu dicatat bahwa anda tidak bisa berjuang sendirian, jadi pertama-tama para korban ini harus bersatu dulu. Kedua, kumpulkan semua bukti-bukti. Dan ketiga, hubungi pengacara yang kompeten. Plus jika memungkinkan, datangi langsung si influencer yang bersangkutan, toh dia masih di Indonesia juga bukan? Dan biasanya alamatnya juga jelas dimana (atau bisa dilacak dia ada dimana, itu mudah sekali). Biasanya selama belum disamperin langsung, maka si influencer ini akan tenang-tenang saja. Sama lah seperti orang yang menunggak utang, tapi selama belum ditelpon atau datangi debt collector berwajah sangar, maka dia juga mungkin tidak akan melunasi utangnya.
Baik Pak Teguh, terus kalau panjenengan sendiri pernah jadi korban dari oknum influencer pelaku pump and dump ini nggak? Tidak, tapi jujur nih, saya pernah hampir menjadi pelaku. Yup, jauh sebelum istilah ‘influencer saham’ sekarang menjadi populer, maka penulis pernah beberapa kali didatangi atau ditelpon orang yang mengaku mewakili perusahaan-perusahaan Tbk tertentu, misalnya sebut saja perusahaan A, karena dia melihat bahwa blog www.TeguhHidayat.com ini punya banyak pembaca dan follower. Kemudian dia ngomong kalau perusahaan A itu prospeknya bagus bla bla bla (catat: Jika sebuah emiten laporan keuangannya jelek, maka yang dibilang bagus adalah prospeknya, bahwa nanti labanya akan naik karena begini dan begitu), lalu ia meminta penulis untuk menawarkan saham perusahaan A tersebut terutama ke dana pensiun dan investor ritel bermodal besar, termasuk menulis analisanya di blog bahwa saham A ini bagus, jadi nanti diharapkan harga sahamnya bakal naik. Imbalan yang ditawarkan macam-macam, mulai dari saya diberikan saham A itu sendiri sebanyak sekian lot, fee dimuka sebesar sekian Rupiah, hingga bagi hasil jika pihak perusahaan sukses menjual saham A dalam jumlah besar pada harga tinggi, yang belakangan penulis mengerti bahwa itu disebut transaksi repo.
Jadi intinya, saya diajak bekerja sama untuk mempengaruhi orang untuk membeli saham A, sedangkan yang menggoreng saham A tersebut adalah orang lain, lalu nanti saya dapet duit dari situ. Dan nominal keuntungan yang ditawarkan tidak main-main, bisa mencapai milyaran Rupiah! Atau bahkan lebih besar lagi, karena keuntungan yang dihasilkan oleh si bandar ini juga bisa mencapai puluhan, ratusan milyar, hingga trilyunan. Jadi ya tentu saja penulis sempat tertarik, terutama karena saya sebagai orang yang memberikan rekomendasi saham bisa berlindung pada kalimat: Disclaimer! Semua keputusan jual beli merupakan tanggung jawab anda sendiri. Atau dengan kata lain, jika ada orang yang komplain karena rugi, maka saya akan selalu bisa mengatakan, itu salah kamu sendiri! Dan memang sejak sebelum adanya Kasus Jiwasraya, maka selama ini para bandar laknat itu dan antek-anteknya selalu bebas merdeka bukan??
But, I dunno, pada akhirnya saya menolak semua tawaran tersebut karena rasanya jadi gak tenang aja gitu, karena biar bagaimanapun itu perbuatan yang salah. Tapi intinya, jika ada orang terkenal yang menyarankan kepada para follower-nya untuk membeli saham-saham tertentu berdasarkan informasi bias yang tidak berhubungan dengan fakta fundamental dari laporan keuangan dst, dan memang kemudian ada banyak investor yang dirugikan, maka bukan tidak mungkin mereka terlibat dengan hal-hal seperti ini.
Sehingga, jika anda termasuk yang dirugikan oleh tokoh influencer tertentu dan ingin uang anda kembali,
maka tugas anda sekarang adalah bersatu dengan para korban lainnya, lalu buktikan
bahwa si tokoh tersebut memang bersalah sehingga dia kemudian bisa diseret
ke pengadilan. Semangat!
***
Ebook Market Planning edisi Februari 2021 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini. gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.
Video Seminar Terbaru: Avere Annual Report 2020. Info selengkapnya baca disini, dan alumni juga bisa ikut webinar pada hari Sabtu, 20 Maret 2021, secara gratis.
Komentar