Aneka Tambang (ANTM)
Saham PT Aneka Tambang, Tbk atau Antam (ANTM) belakangan booming setelah banyak direkomendasikan oleh para influencer di media sosial, dan sahamnya memang kemudian melejit, jauh lebih tinggi dibanding saham-saham lain di BEI, sehingga tidak sedikit investor yang cuan dari saham ini. Pertanyaannya sekarang, bagaimana dengan aspek fundamentalnya? Benarkah ANTM selama ini memiliki kinerja/menghasilkan laba bersih yang besar? Dan untuk kedepannya, perusahaan beneran ada kerjasama membuat baterai mobil dengan Tesla bukan?
***
Ebook Market Planning edisi Februari 2021 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit tanggal 1 Februari mendatang, anda bisa memperolehnya disini. gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.
Video Seminar Terbaru: Peluang Multibagger dari
Saham-Saham Turnaround. Info selengkapnya baca disini, dan alumni juga bisa ikut
webinar (jadwal berikutnya Sabtu, 6 Februari 2021)
secara gratis.
***
Untuk itu mari kita pelajari lagi ANTM ini sejak awal.
Sejarah PT Antam dimulai pada tahun 1968, ketika pemerintah Republik
Indonesia menggabung beberapa perusahaan negara (PN) di bidang tambang, yakni
PN Tambang Bauksit, PN Tambang Emas Tjikotok, PN Logam Mulia, PT Nikel
Indonesia, dan Proyek Tambang Intan Kalimantan Selatan, menjadi satu entitas
saja yakni PN Aneka Tambang, dan di tahun 1974 resmi menjadi PT Aneka Tambang.
Tahun 1997, perusahaan listing di Bursa Efek Indonesia dengan kode ANTM, disusul dual-listing
di Australia Exchange (ASX) pada tahun 2002. Kemudian pada tahun 2017, ANTM
sebagai perusahaan BUMN bergabung dengan holding tambang dimana 65%
saham Pemerintah di ANTM diambil alih oleh PT Inalum, sebuah BUMN yang 100% sahamnya
dipegang oleh Pemerintah, dan dengan demikian perusahaan menjadi sister
company bagi PT
Timah, Tbk (TINS), dan PT Bukit Asam,
Tbk (PTBA), yang juga sama-sama diambil alih oleh Inalum. Proses
pembentukan holding tambang ini, yang ketika itu bertujuan agar
Pemerintah bisa mengakuisisi PT Freeport Indonesia dari tangan Freeport McMoran
Inc., bisa dibaca lagi disini.
Namun dibawah PT Inalum, ANTM tetap bekerja independen sebagai perusahaan tambang, dimana ANTM fokus di bidang produksi bijih nikel dan produk turunannya ferronickel (bahan baku logam baja), bauksit dan produk turunannya alumina (bahan baku logam alumunium), emas, perak, dan batubara, dengan lokasi tambang yang tersebar dari Sarolangun, Provinsi Jambi, sampai Pulau Gag di Provinsi Papua Barat. Namun secara per segmen, maka lebih dari dua pertiga pendapatan ANTM disumbang oleh penjualan logam emas, sehingga ANTM lebih tepat disebut sebagai perusahaan tambang emas ketimbang ‘aneka tambang’. Per Kuartal III 2020, dari total pendapatan Rp18.0 trilyun, Rp13.1 trilyun diantaranya berasal dari penjualan emas dan jasa pemurnian emas, disusul penjualan nikel & feronikel Rp3.3 trilyun, lalu baru selebihnya berasal dari penjualan bauksit, alumina, perak, dan batubara.
Dan pendapatan ANTM yang terus saja didominasi oleh penjualan emas, sebenarnya terbilang mengherankan. You see, sejak berdirinya perusahaan pada tahun 1968, ANTM sudah mengelola tambang nikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, lalu pada tahun 1976 sudah memiliki smelter feronikel di lokasi yang sama, dilanjut pada tahun 2010 perusahaan masuk ke bisnis tambang bauksit dan smelter alumina di Tayan, Kalimantan Barat, dan terakhir pada tahun 2011, ANTM juga masuk ke batubara.
Tapi sudah lewat satu dekade, maka seperti disebut diatas, kinerja ANTM tetap didominasi oleh bisnis emas-nya, dan bahkan sampai hari ini tambang batubaranya di Sarolangun, Jambi, masih belum berproduksi! I mean, ketika Astra International (ASII) mulai diversifikasi dari otomotif ke batubara dan perkebunan kelapa sawit pada awal dekade 2000-an, maka ketika dua komoditas ini booming beberapa tahun kemudian, ASII langsung cuan besar, dan hasilnya sampai hari ini Astra International tetap dikenal sebagai salah satu perusahaan terbesar di Indonesia.
Namun, ANTM tidak mengalami hal yang sama, yang mungkin karena direksinya memiliki satu masalah yang umum dialami oleh BUMN-BUMN di Indonesia: Jam karet, alias selalu terlambat, dan tidak pernah menyelesaikan proyek-proyek penting secara tepat waktu. Yep, contoh paling gampang, pada tahun 2015 lalu, ANTM memperoleh suntikan modal sebesar kurang lebih Rp5.4 trilyun dari pemerintah (dengan mekanisme right issue), dimana Rp3.5 trilyun diantaranya digunakan untuk membangun smelter/pabrik feronikel baru di Halmahera Timur, dengan jadwal selesai tahun 2018. Nah, jadi apakah sekarang pabriknya sudah selesai dan sudah berproduksi? Well, sama sekali belum! Padahal sekarang sudah tahun 2021, alias sudah molor 3 tahun. Lalu pada April 2019 lalu, dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi alumina-nya, maka ANTM mulai membangun smelter alumina di Mempawah, Kalimantan Barat, yang dijadwalkan selesai tahun 2022.
Namun melihat track record perusahaan, maka penulis kira kita akan beruntung jika smelter itu selesai dan berproduksi pada tahun 2030. Kondisi yang sama juga dialami oleh PT Krakatau Steel, Tbk (KRAS), yang sebenarnya punya banyak rencana membangun ini itu, tapi entah kenapa realisasinya selalu telat dibanding jadwal. Ini mending kalau cuma ngaret satu dua bulan, lha ini sudah lewat tiga tahun! Dan memang kalau penulis ngobrol dengan temen-temen pengusaha di Kalimantan dan Sulawesi, maka kalau ada perusahaan BUMN membangun sesuatu, maka prosesnya lamaaaaaaa sekali baru selesai, terkadang konstruksi tiang-tiang pancang itu sampai ditinggalkan begitu saja selama berbulan-bulan, tanpa ada kejelasan kapan akan dilanjutkan. Entah apa masalahnya.
Okay Pak Teguh, tapi dari bisnis emas-nya saja, maka ANTM ini juga harusnya tetap cuan bukan? Secara harga emas dunia juga naik terus? Sayangnya, nggak juga. Dari sisi pendapatan maka betul, angkanya terus naik dari Rp9.4 trilyun di tahun 2014 hingga tembus Rp32.7 trilyun di tahun 2019. Tapi entah kenapa laba bersihnya sangat-sangat minimalis, termasuk justru merugi pada tahun 2014 dan 2015. Dan catatan laba terbesar perusahaan adalah di tahun 2018, yakni Rp1.6 trilyun, tapi itu karena ANTM membukukan ‘keuntungan akuisisi’ senilai Rp2.2 trilyun, sehingga di tahun 2018 itupun ANTM sejatinya merugi. Indikasi buruknya kinerja perusahaan juga bisa dilihat dari catatan dividen yang dibayarkan ke pemegang saham: Selama 5 tahun antara 2015 sampai 2019, ANTM hanya membayar dividen 3 kali, itupun dengan angka ‘yang penting bayar’ yakni Rp2 untuk kinerja tahun 2017, Rp13 untuk tahun 2018, dan Rp3 per saham untuk tahun 2019. Sebagai perbandingan, untuk kinerjanya di tahun 2019, maka PTBA sebagai sesama perusahaan tambang membayar dividen Rp317 per saham, alias 100 kali lebih besar, dan di tahun-tahun sebelumnya juga PTBA rutin bayar dividen jumbo seperti itu. Penulis kenal beberapa investor lawas yang sudah bisa dividend for living dari PTBA, tapi saya tidak pernah mengetahui ada investor lain yang rutin terima ‘setoran gratis’ seperti itu dari ANTM ini.
Antam + Tesla = ?
Dengan track record yang sama sekali tidak meyakinkan seperti dijelaskan diatas, maka meski penulis sendiri sempat tertarik dengan ANTM ini ketika harganya drop gila-gilaan sehingga valuasinya menjadi amat sangat murah (misalnya pada April 2020 lalu di harga 400-an, dengan PBV 0.5 kali), sedangkan kita tahu bahwa perusahaan untuk alasan tertentu tidak akan sampai bangkrut, tapi pada akhirnya saya tidak pernah masuk, karena dananya selalu dibelikan saham lain yang kita anggap lebih baik.
Okay, tapi kenyataannya ANTM tetap naik tuh? Udah gitu banyak lagi naiknya. Jadi apa yang menyebabkan sahamnya bisa melejit seperti itu? Well, seperti yang penulis jelaskan di ulasan PGAS minggu lalu, sebuah saham berfundamental buruk bisa saja naik banyak mengikuti kenaikan IHSG terutama jika sejak awal valuasinya sudah sangat murah, dan kenaikan itu bisa lebih tinggi lagi jika ada peristiwa penting tertentu yang menyebabkan investor yakin bahwa kinerja/laba bersih perusahaan akan naik signifikan di masa yang akan datang. Dan memang, ketika sejak beberapa bulan lalu muncul cerita bahwa Pemerintah akan membangun pabrik baterai lithium dengan salah satu bahan bakunya adalah nikel di Sulawesi Tengah, termasuk Tesla, Inc. juga disebut-sebut berminat untuk membangun pabrik baterai mobil di Kawasan Industri Batang, Jawa Tengah, maka jadilah ANTM dan juga PT Vale Indonesia, Tbk (INCO) disebut-sebut akan diuntungkan, karena memang kedua perusahaan punya tambang nikel di Sulawesi. Nah, sekarang kita anggap saja lah bahwa pabrik lithium itu beneran bakal selesai dibangun dan akan langsung beroperasi di tahun 2021 ini (jadi fakta bahwa ANTM ini adalah seperti karyawan yang selalu telat masuk kantor jam 10, itupun jam 3 sore udah pulang, kita abaikan dulu), maka sebenarnya INCO-lah yang diuntungkan karena perusahaan 100% fokus di nikel, bukan di logam emas seperti ANTM. Penulis sendiri sudah bolak balik cari keterbukaan informasi dari manajemen ANTM, dan tidak ada satupun informasi resmi yang menyebutkan bahwa perusahaan memang benar akan bekerjasama dengan Tesla, atau semacamnya.
Tapi jika demikian, kenapa justru ANTM yang naiknya lebih tinggi?? Well, kemungkinan karena faktor influencer di media sosial, dimana seperti yang mungkin juga anda perhatikan, ANTM menjadi satu dari sejumlah saham yang banyak direkomendasikan oleh public figure yang memiliki follower sampai puluhan juta orang. Nah, sebenarnya artis menjadi investor saham itu bukan cerita baru, dimana sejak dulu juga sudah ada beberapa nama beken seperti Giring Nidji, Piyu Padi, hingga Adrian Maulana, yang sudah invest di saham, bahkan Mas Adrian sekarang sudah jadi senior vice president di PT Schroder Investment Management Indonesia (jadi Mas Adrian ini gak cuma artis, tapi ia beneran mengerti soal investasi saham, secara pengalamannya juga sudah sejak tahun 2007).
Tapi ketika sekarang berkembang pesat media sosial seperti Instagram, yang memungkinkan para selebritis ini untuk bilang saham A bagus bla bla bla secara langsung ke jutaan penggemar mereka (tak peduli meski postingannya tidak didasari analisa yang logis, dan tak peduli meski si artis belum cukup berpengalaman di pasar saham seperti Mas Adrian itu tadi), plus sekarang ini bursa saham juga dipenuhi ratusan ribu investor/trader pemula yang bahkan belum tahu dimana memperoleh laporan keuangan, maka imbasnya ya seperti yang terjadi pada saham ANTM itu tadi. Yup, jadi memang ini suatu fenomena baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meski demikian, ini bukan kali pertama sebuah saham terbang tinggi tanpa didasari oleh faktor fundamental. Dan seperti kasus-kasus ‘saham terbang’ sebelumnya, maka ANTM juga pada akhirnya akan balik lagi ke level harga yang seharusnya, yang jauh dibawah harganya saat ini (coba baca ini biar ngerti). Ini bukan berarti penulis mengatakan bahwa ANTM besok-besok akan turun lagi, karena kalau misalnya nanti ada lagi influencer tertentu yang bilang ANTM bagus, atau cerita ‘pabrik baterai’ itu nongol lagi, maka bukan tidak mungkin sahamnya melesat naik lagi. Tapi coba deh, nanti baca lagi postingan ini 1 atau 2 tahun dari sekarang, maka anda akan mengerti maksud penulis.
Baiklah Mas Teguh, jadi sarannya ANTM jual saja nih? Soale saya
kebetulan pegang? Soal itu tentunya anda sendiri yang menentukan, tapi intinya
kalau saya sendiri tidak pegang ANTM ini. Soal ANTM kemarin digugat di Surabaya itu gimana? Well, aku wes ngomong kalau ndak pegang ANTM, jadi ya soal itu ndak peduli. Okay,
terus panjenengan pegangnya saham apa kalau gitu? Beberapa saham yang kita
anggap bagus sudah dibahas di blog ini kok, search saja. Sekarang giliran saya
nanya: Untuk minggu depan, ada saran kita ngulik saham apa lagi?
***
Video Seminar Value Investing: Basic & Advanced, bisa diperoleh disini, dan alumni juga bisa ikut webinar (jadwal berikutnya Sabtu, 6 Februari 2021) secara gratis.
Komentar
jika boleh request untuk saham berikutnya, mohon diulas saham Panca Budi Idaman tbk (PBID) atau Bukit Asam Tbk .
Terima Kasih.
#infundamentalwetrust
Thanks atas sharing dari Mas Teguh
kalo bisa bahas sedikit2/intinya aja gapapa om, biar langsung banyak wawasannya :D
Simple dan mudah dimengerti... saya pembaca setia blog anda sejak tahun 2017.
Terima kasih.
Kalau boleh request bahas AGII pak. Lagi ngehits terkait distribusi vaksin.Thank You.
Terimakasih atas sharing ilmunya. Jika berkenan, mohon minggu depan bahas DCII kah, dari sisi prospek investasi kedepan terlepas dr suspensi saat ini.
Terimakasih
CAPSLOCK EIKE RUSAK NIIIH. HUEHUEHUEE... MAKASIIII OOOM :*