Modernland Realty (MDLN): Saham Calon Multibagger? Atau Justru Gocap Forever?
Beberapa waktu lalu penulis menerima pertanyaan bagus, ‘Pak Teguh, dalam
kondisi krisis dan pasar saham jatuh seperti sekarang memang ada banyak sekali
saham-saham super duper murah, yang berpeluang naik hingga ratusan persen (multibagger)
ketika nanti krisisnya sudah berlalu. Tapi masalahnya, ketika terjadi krisis
maka kinerja perusahaan akan turun/merugi, dan jika krisisnya sangat buruk maka
bisa saja perusahaan tertentu justru akan bangkrut bukan? Sehingga sahamnya,
meski memang sangat murah, tapi ya gak naik lagi karena perusahaannya keburu
kolaps. Nah, kalau gitu bagaimana pak? Intinya, adakah cara agar kita bisa
membedakan perusahaan mana yang akan bangkit pasca krisis, dan mana yang justru
akan mati?
***
Buku
kumpulan analisis 30 saham pilihan (Ebook Investment Planning) edisi Kuartal
I 2020 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya
disini, tersedia diskon khusus selama IHSG masih dibawah 5,500. Info
whatsapp 0813-1482-2827 (Yanti).
***
Nah, sebenarnya terkait pertanyaan diatas, penulis di blog ini sudah
membahasnya melalui artikel yang berjudul Value Trap (ini
link-nya, boleh baca dulu), atau secara harfiah bermakna ‘jebakan valuasi
saham’, dimana disitu disampaikan bahwa ketika kita sebagai investor mengincar
saham tertentu yang valuasinya teramat sangat murah, maka kita harus bisa menilai
apakah perusahaannya sedang struggling, atau justru dying. Jika perusahaan hanya sekedar struggling
saja, alias masih mampu bertahan dan juga masih beroperasi meski
merugi/labanya turun, maka tetap terdapat harapan bahwa pada akhirnya kinerja
mereka bakal pulih lagi, dan sahamnya bakal terbang. Tapi jika perusahaannya
sedang dying/sekarat, ya artinya tinggal tunggu waktu saja sebelum
mereka bangkrut, dan sahamnya menjadi worthless sama sekali.
Oke, lalu indikator apa yang paling mudah untuk menilai apakah sebuah perusahaan
sedang struggling atau dying, ketika terjadi krisis? Nah, pada link artikel
diatas penulis juga sudah menjelaskannya: Berdasarkan pengalaman,
perusahaan-perusahaan yang dying adalah yang memiliki utang terlalu
besar dibanding nilai aset bersihnya, apalagi jika utang-utang
tersebut mengandung bunga yang tinggi. Contohnya Borneo Lumbung Energi &
Metal (BORN), Berau Coal Energy (BRAU), Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA), Berlian
Laju Tanker (BLTA), atau perusahaan besar di Amerika Serikat yang bangkrut di
tahun 2008 yakni Lehman Brothers (LEH), kesemuanya menanggung utang yang amat
sangat besar sebelum mereka bangkrut. Sedangkan untuk perusahaan lainnya yang tidak
memiliki utang, atau memiliki utang tapi dalam jumlah yang wajar, maka meski
kinerja perusahaan turun/ikut rugi ketika krisis terjadi, tapi selama tidak
muncul debt collector yang berusaha menyita aset-aset perusahaan, maka perusahaannya
akan bertahan, dan akan kembali membukukan profit ketika krisisnya berakhir.
Baiklah,
lalu apa hubungan tulisan diatas dengan saham dari perusahaan properti, Modernland
Realty (MDLN)? Here we go. Ketika artikel ini ditulis, MDLN berada di
posisi 54, turun 75% dibanding posisinya di awal tahun yakni 214, dan sepertinya
sebentar lagi dia bakal mati di gocap. Pertanyaannya, kalaupun kita anggap MDLN
turun karena IHSG-nya memang lagi turun, tapi kan IHSG sejauh ini baru turun
sekitar 27% sejak awal tahun, dan demikian pula saham-saham lain turunnya kurang
lebih segitu juga, atau maksimal 50% lah. Jadi kenapa MDLN ini seperti ambyar sendiri,
apalagi mengingat kinerjanya gak bisa disebut jelek, malah cukup bagus (pada
tahun penuh 2019, laba MDLN melompat ke Rp410 milyar, dibanding Rp25 milyar di
tahun sebelumnya), dan valuasinya pada harga 214 juga sangat murah dengan PBV
hanya 0.4 kali?
Cluster 'Asya' yang dibangun Modernland, bekerja sama dengan Astra International, dan Hongkong Land |
Dan jawabannya adalah, karena sebagai perusahaan properti, maka kinerja MDLN hampir pasti akan tertekan di ‘tahun Coronavirus 2020’ ini, sedangkan disisi lain perusahaan punya dua utang obligasi dalam mata uang Dollar senilai masing-masing $150 dan $240 juta, yang akan jatuh tempo pada tahun 2021 dan 2024, dan itu belum termasuk utang bank jangka pendek. Tapi mari kita fokus ke utang obligasi ini saja: Untuk membayar bunganya saja, MDLN harus setor sekitar Rp500 milyar saban tahun, belum termasuk biaya hedging terhadap risiko pelemahan kurs Rupiah (karena utangnya dalam Dollar). Namun hingga tahun 2019 kemarin, hal ini gak jadi masalah karena sejak 2016 lalu, pendapatan perusahaan lumayan stabil di angka Rp2 – 3 trilyun per tahun.
Tapi sekarang,
bagaimana kalau di tahun 2020 ini pendapatan perusahaan anjlok sama sekali
karena imbas krisis? Maka tentunya perusahaan akan rugi dimana laba operasional
yang dihasilkan tidak cukup untuk menutup beban bunga tadi, tapi kalau sekedar
rugi saja sebenarnya gak jadi masalah. Yang jadi masalah adalah, jika krisisnya
berlanjut sampai 2021 nanti, maka bagaimana perusahaan akan melunasi utang
obligasinya yang jatuh tempo pada tahun 2021 tersebut? Sebenarnya dalam kondisi
ekonomi yang normal, maka perusahaan bisa melakukan refinancing, alias
menerbitkan obligasi baru untuk membayar obligasi yang jatuh tempo itu tadi.
Tapi jika pada tahun 2021 nanti ekonomi dunia belum benar-benar kembali pulih,
maka bisa saja pihak bondholder mengambil opsi kedua yang lebih cepat, yakni
menyita aset-aset milik MDLN. Dan jika itu yang terjadi, maka MDLN secara
teknis bisa dikatakan bangkrut.
Sehingga, ketika investor terus saja keluar dari MDLN ini, yang kemudian
menyebabkan sahamnya autoreject setiap hari, maka kemungkinan itu adalah
adalah karena mereka menganggap bahwa MDLN tidak hanya sekedar struggling dalam
menghadapi krisis tahun 2020, melainkan dying. Dan kalau MDLN
benar-benar kolaps, maka ya sahamnya menjadi worthless. Memang secara
teori, jika sebuah perusahaan bangkrut maka aset-asetnya akan dilikuidasi/dijual
sehingga dihasilkan uang tunai, dan pemegang saham publik akan memperoleh sebagian
dari uang tunai tersebut sesuai dengan persentase kepemilikan. Namun pada
prakteknya, sejak tahun 2010 lalu penulis sudah menyaksikan sejumlah perusahaan
Tbk yang bangkrut (Dayaindo
Resources, Sekawan
Intipratama, Cipaganti
Citra Graha, dst), tapi gak pernah sekalipun pemegang saham publik di perusahaan
yang bersangkutan menerima dana hasil likuidasi perusahaan. Yang ada ya duit
mereka habis, sama sekali.
MDLN = Calon Multibagger?
However, yang perlu dicatat disini adalah, MDLN bisa anjlok hingga ke posisi
sekarang karena kekhawatiran investor bahwa perusahaan berisiko besar untuk bangkrut,
tapi bukan karena MDLN bakal bangkrut. In fact, sampai dengan ketika
artikel ini ditulis, perusahaan masih beroperasi dengan normal, dan belum ada
informasi bahwa perusahaan menunda membayar bunga utang atau semacamnya (hanya
penurunan rating saja dari Pefindo). Kemudian meski diatas disampaikan bahwa
MDLN bakal kesulitan jika krisis tahun ini berlanjut sampai 2021 nanti, tapi
bisa saja krisisnya malah selesai lebih cepat bukan? Dimana penjualan properti
akan sudah mulai bangkit lagi pada Semester II 2020 nanti. Dan jika itu yang
terjadi, maka ya MDLN hanya akan mengalami penurunan kinerja saja, tapi dia gak
akan bangkrut. Sehingga ketika investor akhirnya melihat bahwa perusahaan akan baik-baik
saja, maka mereka akan kembali berebut masuk, dan sahamnya bakal terbang! Make
no mistake, kalau MDLN ini naik sampai 200 – 250 saja, yang merupakan
posisinya sebelum ramai masalah coronavirus ini, maka cuannya sudah 4 – 5 kali
lipat bukan??
Sehingga untuk MDLN ini, terdapat setidaknya dua skenario: 1. Krisisnya
cepat berlalu sehingga MDLN gak akan sampai kesulitan membayar utangnya, atau 2.
Krisisnya terjadi cukup lama, dan MDLN keburu kolaps sebelum sektor properti
itu sendiri pulih. Dan untuk saat ini kita masih belum memiliki petunjuk
tentang skenario mana yang bakal terjadi, sehingga jika kita masuk sekarang
maka itu sangat berisiko, karena kerugian yang bisa terjadi adalah 100%,
alias dana anda habis sama sekali. Tapi jika nanti perkembangannya positif, misalnya
jika perusahaan sukses me-refinancing obligasinya yang jatuh tempo di tahun
2021, sedangkan kondisi sektor properti tidak seburuk yang diperkirakan
sebelumnya, maka penulis sendiri mungkin akan masuk ke MDLN ini. Intinya sih,
kalau anda tertarik dengan MDLN ini, maka sebaiknya tunggu dulu barang beberapa
bulan dari sekarang. Tidak perlu buru-buru ataupun khawatir ketinggalan kereta,
karena pada harga 70 atau 100 sekalipun, MDLN ini masih sangat murah kok.
Baiklah Pak Teguh, tapi masalahnya saya udah keburu masuk di MDLN ini
dan sekarang nyangkut, jadi ini gimana pak? Well, dalam hal ini penulis harus
mengingatkan lagi: Dalam kaidah value investing, maka investor harus melihat
kinerja fundamental sebuah perusahaan, kemudian prospeknya, lalu baru
valuasinya. Jadi nggak bisa dibalik. Analoginya seperti kalau anda ditawari
untuk beli mobil second, maka yang pertama-tama anda lakukan adalah cek mesin, cek
surat-surat dll, dan kalau semuanya bagus lalu baru tanya harganya. Tapi
jika ternyata mobilnya jelek/gak bisa jalan, maka tak peduli semurah apapun
harga yang ditawarkan, anda tetap tidak akan membelinya bukan?
Dan sebenarnya kalau dilihat dari kinerja terakhirnya, MDLN ini bagus,
tapi masalahnya di prospeknya untuk tahun 2020 ini, yang boleh dibilang suram. Sehingga
jika anda sudah membeli MDLN sejak awal, maka anda dalam hal ini tidak melakukan
kesalahan apapun, karena memang pada tahun 2020 ini telah terjadi force
majeure besar (wabah Covid-19, yang kemudian menyebabkan lockdown ekonomi)
yang mengubah prospek dari banyak perusahaan Tbk di BEI, termasuk MDLN ini.
Jadi seperti halnya Warren Buffett yang beberapa waktu lalu cut loss dari
saham-saham maskapai penerbangan karena menganggap bahwa prospek American
Airlines dkk telah berubah, maka anda juga bisa melakukan hal yang sama untuk
MDLN ini: Jual saja. Dan kalau anda gak bisa jual karena sahamnya keburu mati
di gocap, maka ya sudah hold saja, tapi jangan nambah posisi lagi. Karena
ingat sekali lagi bahwa, MDLN belum tentu akan bangkrut, malah bisa saja dia ujungnya
jadi multibagger. Tapi apakah MDLN ini bakal bangkrut atau survive dan
pada akhirnya profit gede lagi, maka kita baru akan mengetahuinya dalam
beberapa bulan kedepan.
Anyway, MDLN sebenarnya bukanlah satu-satunya perusahaan di BEI yang prospeknya
berubah karena krisis, sedangkan perusahaannya juga punya utang besar yang bisa
saja gagal dibayar jika krisisnya berkepanjangan. Jadi anda boleh cek lagi
saham-saham di portofolio, apakah prospek mereka juga berubah/kinerjanya kemungkinan
bakal turun? Dan apakah utangnya besar dan akan jatuh tempo dalam waktu dekat?
Jika jawabannya ya, dan tidak, maka no problem, dan anda berpeluang
untuk jackpot dalam beberapa bulan hingga 1 – 2 tahun kedepan jika memang anda
beli saham tersebut pada valuasi yang super diskon. Tapi jika jawabannya ya,
dan ya, then you know what to do.
***
Video
Seminar Terbaru: Berburu Saham Mutiara Terpendam, yakni saham yang berpeluang naik
hingga ratusan persen ketika nanti krisis karena Covid-19 ini berakhir. Anda
bisa memperolehnya disini.
Follow akun resmi penulis di media sosial, klik 'View on Instagram' berikut ini:
Komentar
Apakah Bapak memperkirakan bahwa MDLN akan lakukan rights issue, atau repo utk bantu selesaikan maslaah utangnya?
aturcash