Crisis Protocol, Part 5: Kapan Kita Belanja Saham?

Di tulisan sebelumnya (crisis protocol, part 4), penulis menyampaikan bahwa meski setiap kali terjadi krisis dan market crash, orang-orang akan kembali menyebut istilah cash is king, tapi pada titik tertentu, menjual saham anda untuk memperoleh cash tersebut bisa jadi merupakan kesalahan terbesar yang bisa anda lakukan. Sehingga kalau posisi anda sudah pegang saham sebelum pasar jatuh, maka anda tentunya bakal panik ketika IHSG kemudian anjlok, apalagi jika posisi cash juga sudah nol. Namun pada titik kondisi inilah, jika kita tidak tahan dan akhirnya menjual saham yang dipegang, maka itu seperti kita memberikan promo ‘beli satu lot gratis satu lot’ kepada orang lain, secara sukarela.

***
Jadwal Seminar: Karena imbas Covid-19, penulis sampai hari ini masih #rebahanathome, jadi untuk sekarang belum ada jadwal. Namun anda bisa memperoleh rekamannya disini, tersedia diskon khusus selama IHSG masih dibawah 6,000.

Ebook Market Planning edisi April 2020 sudah terbit! Dan anda bisa memperolehnya disini, tersedia diskon khusus selama IHSG dibawah 6,000, dan juga gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk subscriber. Info Whatsapp 0813-1482-2827 (Yanti).

***

Catatan: Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan minggu lalu. Sebaiknya anda baca dulu biar nyambung.

Tapi Pak Teguh, bagaimana kalau posisinya sebaliknya? Bagaimana jika sejak sebelum IHSG drop, kita sudah pegang cash banyak? Apakah sudah boleh belanja? Karena kalau nunggu krisisnya selesai, dan pasar sudah naik lagi, maka kita bakal ketinggalan kereta bukan? Nah, terkait hal ini, ada beberapa peraturan tidak tertulis terkait cara kerja pasar, yang anda-anda investor berpengalaman pastinya sudah hafal (karena kita sudah sering membahasnya di blog ini, sejak tahun 2010), tapi biar penulis sampaikan lagi bagi anda yang masih kinyis-kinyis, atau sudah lama disini tapi udah lupa lagi:
  1. Seperti halnya periode pasar/ekonomi yang ‘normal’ tidak akan serta merta menjadi krisis hanya dalam satu dua hari, maka demikian sebaliknya, periode krisis tidak akan langsung pulih lagi hanya dalam satu dua hari, melainkan akan makan waktu beberapa bulan, hingga 1 - 2 tahun.
  2. Meski demikian, ketika terjadi krisis dan bursa saham anjlok, maka bukan berarti IHSG akan turun setiap hari, melainkan akan ada hari-hari dimana dia rebound tinggi. Jadi sama saja ketika pasar sedang bullish, maka bukan berarti IHSG akan naik terus setiap hari, melainkan ada hari-hari dimana IHSG turun.
  3. Tapi kapan ISG akan rebound, apakah hari Senin atau Selasa, dan akan setinggi apa rebound-nya, itu tidak bisa diprediksi. Memang investor berpengalaman bisa mengatakan, misalnya, berhubung IHSG sudah turun 30% selama dua minggu ini, maka mungkin minggu depan dia akan naik karena technical rebound. Tapi kata mungkin disini harus digaris bawahi, dan sekali lagi, tidak bisa ditebak rebound-nya akan terjadi pada hari apa.
  4. Dan sebaliknya, ketika pasar terus meluncur turun, maka juga tidak bisa diprediksi penurunannya akan berhenti di berapa. Remember: Hanya karena saham-saham sudah sangat murah, maka bukan berarti harganya tidak bisa turun lebih dalam lagi jika koreksi pasar berlanjut.
Intinya, ketika pasar sudah turun sangat signifikan, maka investor yang pegang cash akan mulai berusaha memprediksi hal-hal diatas (Kapan pasar rebound? Ini IHSG sudah bottom belum?), dengan harapan profitnya bakal maksimal jika ia sukses beli saham persis di titik terendahnya. Hal inilah yang kemudian menimbulkan panic buying ketika IHSG, setelah turun banyak sebelumnya, pada hari tertentu terbang tinggi hingga 5, atau bahkan 10%, karena khawatir ketinggalan kereta itu tadi. Yup, jadi tidak hanya investor yang pegang saham seringkali panic selling ketika IHSG turun, maka investor yang pegang cash pun seringkali panic buying ketika IHSG kemudian rebound tinggi.

Tapi mau itu posisinya buy atau sell, mereka sama-sama panik. Misalnya, karena anda melihat IHSG naik tinggi di hari Senin, maka anda panic buy di hari Selasa-nya, tapi ternyata di Rabu-nya IHSG langsung drop lagi! Dan pada hari kamisnya pun, ternyata IHSG turun lagi, sehingga akhirnya pada hari Jumat, anda memutuskan untuk sell. Yup, panic sell. Tapi ternyata hari Senin-nya IHSG naik lagi, sehingga anda tambah bingung lagi. Demikian seterusnya, sehingga yang tadinya anda tenang-tenang saja pegang cash ketika pasar jatuh, tapi sekarang anda ikutan Panic! At the disco, hampir setiap hari.

Okay Pak Teguh, jadi apa yang harus dilakukan? Ya anda ingat lagi peraturan tidak tertulis diatas (eh, tapi sekarang sudah jadi tertulis deng), terutama yang No.1: Periode krisis tidak akan langsung pulih lagi hanya dalam satu dua hari. Ini artinya, dalam periode ini, yang harus kita lakukan adalah mengikuti perkembangan riil pasar, termasuk perkembangan isu utamanya (jika tahun 2008 lalu, isunya adalah subprime mortgage crisis di Amerika, maka di tahun 2020 ini, isunya covid-19, dan dampak ekonomi yang ditimbulkna), dan bukan melihat naik turunnya IHSG/saham setiap hari, karena itu hanya akan bikin psikologis kita jadi ikut kembang kempis. Biasanya yang ditunggu investor (yang tidak panik) ketika terjadi krisis adalah kinerja emiten di periode laporan keuangan berikutnya, dimana barulah pada saat itulah dampak krisisnya akan kelihatan, apakah cukup buruk, sangat buruk, atau malah gak ada dampak negatif apa-apa (ingat bahwa tidak semua perusahaan dirugikan karena covid ini, sebagian justru diuntungkan). Dan karena laporan keuangan keluar tiap tiga bulan sekali, maka kita juga punya waktu hingga tiga bulan untuk menganalisa kondisi pasar, sekaligus menunggu pasar kembali tenang, ditandai dengan fluktuasi yang tidak se-liar sebelumnya (tidak lagi naik atau turun 5 – 7%, melainkan hanya naik atau turun 0 – 1%, seperti pada hari-hari normal).

Sehingga, jika anda pegang cash maka jangan buru-buru belanja, melainkan: 1. Pelajari kondisi riil ekonomi dan juga pasar, bukan melihat naik turunnya IHSG setiap hari, apalagi setiap saat, 2. Tunggu kinerja terbaru emiten, dan juga data statistik ekonomi, dan 3. Tunggu hingga fluktuasi pasar mereda. Berkaca pada krisis-krisis sebelumnya, ketika penurunan IHSG sudah mentok, maka dia tidak akan langsung uptrend lagi, melainkan akan ada jeda beberapa minggu hingga beberapa bulan dimana dia bergerak sideways, sebelum barulah dia akan terbang tinggi lagi, tergantung perkembangan ekonomi dan kinerja emiten saat itu. Pada tahun 2008 lalu, IHSG mencapai titik terendahnya di bulan Oktober, mengalami technical rebound di bulan November, lalu bergerak melandai hingga awal tahun 2009, dan baru naik lagi pada Maret – April 2009, setelah emiten membukukan kinerja bagus di Kuartal I 2009. Yup, jadi ada jeda sekitar 3 – 4 bulan, sebelum penurunan IHSG karena krisis balik arah menjadi rally kembali. Dan pada masa jeda inilah, anda bisa mulai nyicil belanja sambil, sekali lagi, mempelajari kondisi riil pasar.

Tapi biasanya dalam kondisi krisis, sebagian besar investor akan berada di posisi tengah-tengah: Ada pegang cash, tapi sejak awal sudah pegang saham juga. Jika anda juga demikian, maka saham yang sudah dibeli hold saja (dengan asumsi fundamentalnya bagus, dan harganya turun karena pasar turun saja), dan demikian pula cash yang dipegang ditahan dulu, minimal hingga fluktuasi pasar mereda.

Lindungi diri anda dari virus mematikan

Ketika artikel crisis protocol ini ditulis, dunia sedang heboh karena virus corona. Tapi jauh sejak sebelum kemunculan virus tersebut, investor di bursa saham di seluruh dunia juga harus menghadapi satu virus mematikan yang hampir pasti bakal mewabah, setiap kali terjadi market crash. Biasanya virus ini menular melalui komentar-komentar negatif para ‘pengamat’, yang membuat seorang investor, yang meski sudah matian-matian berusaha agar tidak panik karena nyangkut, tapi pada akhirnya panik juga. Dan kerusakan mental yang timbul karena virus ini, seringkali lebih buruk dibanding kerugian di saham itu sendiri.

Sebagai contoh, pada tahun 2008, ketika bursa saham di seluruh dunia hancur, dan Lehman Brothers (LEH) yang agung itu juga bangkrut, Warren Buffett menerima banyak sekali kritikan ketika ia menggelontorkan $5 milyar untuk membeli saham Goldman Sachs (GS), sebuah investment banking yang diprediksi akan juga bernasib seperti LEH. Untungnya, Opa Warren sukses untuk ‘tutup telinga’ ketika itu, dan ia akhirnya cuan besar dari GS. Di waktu lain, belum ada setahun lalu, Opa Warren dikritik karena memegang uang cash kelewat besar ($128 milyar), sehingga ia ketinggalan ‘pesta’ mengingat Dow Jones naik terus. Tapi ketika hari ini, Wallstreet akhirnya runtuh juga, apakah para pengkritiknya kemudian bungkam? Tentu saja tidak. Sejak tahun 2016, Berkshire Hathaway (BRK) mulai membeli saham American Airlines (AAL) pada harga $40, dan BRK sampai hari ini masih memegang AAL, meski harganya sudah nyungsep gila-gilaan hingga tinggal $10, gara-gara coronavirus ini. Beberapa analis kemudian menyoroti hal ini, lalu menyebutnya sebagai ‘Another Warren Buffett’s mistake’. Terutama karena tidak hanya AAL, tapi BRK juga ada pegang saham Delta Airlines, Southwest Airlines, hingga United Airlines, dan semuanya anjlok.
Saham AAL anjlok hingga 75% pasca adanya travel ban dimana-mana karena imbas Covid-19, sehingga dipastikan kinerja perusahaan akan turun. Namun investor berpengalaman tentu sadar bahwa jalur penerbangan tidak akan selamanya ditutup, sedangkan harga bahan bakar minyak juga justru lagi murah-murahnya. Sehingga ini big opportunity.

Intinya sih, ketika kita rugi di saham, atau ketika kita melakukan keputusan buy atau sell yang tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan, maka akan selalu ada saja komentar dari para ‘pakar’, yang membuat kita jadi down. Mirip-mirip seperti mamah muda yang lagi santai keliling komplek sambil gendong anaknya yang masih bayi, lalu papasan sama tetangga, dan si tetangga ini nyeletuk, ‘Kok anaknya kurus yah?’ ‘Kok dikasih bubur? Asi-nya kurang apa gimana?’

Dan awalnya penulis mengira bahwa hal ini hanya akan dialami oleh investor sekelas Warren Buffett saja. Kan orang dulu bilang, semakin tinggi sebuah pohon, semakin kencang angin menerpanya. Jadi kalau pohon anda masih pendek, gak usah khawatir!

Tapi ternyata, penulis baru saja mendengar curhatan dari investor yang baru buka rekening sejak 2018 lalu, dan hasilnya sampai hari ini rugi, tapi masalahnya bukan di rugi-nya itu. Melainkan, ia mengetahui kalau rekan-rekan kerja di kantornya pada ngomongin dan menertawakan dari belakang, tentang ‘kesuksesannya’ sebagai investor saham. Dan itu tentu saja bikin sakit hati, sehingga beban psikologisnya jadi dobel. I mean, bagi investor manapun, mengalami rugi di saham itu sudah cukup berat, lebih berat ketimbang stress gegara skripsi yang nggak kelar-kelar. Tapi jangankan dapet support dari orang-orang terdekat, ini mereka malah nyinyir!

Nah, jika kita termasuk yang diserang ‘virus’ seperti diatas, maka apa yang harus dilakukan? Ada dua hal. Pertama, luangkan waktu makan siang dengan orang-orang di lingkaran terdekat anda, bisa itu istri/suami, orang tua, sahabat jaman kuliah, hingga temen taruhan bola. Investor legendaris asal Hong Kong, Li Ka-shing, bahkan menyarankan agar investor muda membagi penghasilan mereka menjadi lima bagian, dan satu diantaranya adalah untuk mentraktir teman makan. Mungkin perlu dicatat bahwa, se-introvert apapun seseorang, tapi semua orang pasti punya orang-orang terdekat, minimal keluarganya sendiri. Nah, dalam kondisi market crash inilah, anda bisa mengajak teman/saudara terdekat anda untuk makan siang, kalau bisa di Grand Hyatt sekalian, dan disitulah anda akan menyadari bahwa anda memiliki kawan baik yang bisa dijadikan tempat curhat, dan itu akan sangat membantu kita untuk mengabaikan suara-suara dari belakang itu tadi. Penulis kira, salah satu alasan kenapa Opa Warren bisa tetap strong menghadapi badai kritikan selama lebih dari 65 tahun terakhir, adalah karena ia punya Charlie Munger sebagai teman curhat dan diskusi, setiap saat.

Itu satu. Kedua, perlu diingat tidak semua kritikan itu merupakan nyinyiran, melainkan banyak juga yang meski terdengar tidak menyenangkan, tapi bisa jadi itu merupakan masukan berharga. Ini memang tidak mudah, tidak ada seorangpun yang suka dikritik, atau diberi tahu bahwa ‘Kamu salah!’. Tapi jika anda bisa melakukan itu, maka anda akan mengubah virus mematikan diatas menjadi vaksin yang akan membuat anda profit lebih besar lagi di masa yang akan datang. Contohnya kembali lagi ke duet Warren – Charlie: Meski dua orang ini sudah saling kenal dan bersahabat sejak tahun 1959, tapi barulah pada tahun 1972, Warren untuk pertama kalinya menerima saran dari Charlie untuk mengakuisisi sebuah perusahaan (See’s Candies, perusahaan produsen permen dan coklat), yang dikemudian hari ternyata benar menghasilkan keuntungan hingga berlipat-lipat. Dalam tulisannya, Warren mengatakan bahwa ia awalnya tidak mau mendengarkan masukan dari ‘seorang pengacara yang tidak pernah hadir di sekolah bisnis’ (sebelum menjadi investor saham, Charlie Munger berprofesi sebagai pengacara), sedangkan ia pada tahun 1960-an sudah merupakan investor sukses dengan tiga gelar akademik di bidang keuangan.

Namun pada akhirnya, Warren bisa mengalahkan ego-nya, mau mengaku kalau metodenya tidak sempurna dan bersedia menerima saran dari Charlie, dan hasilnya mereka berdua sukses besar. Nah, jika anda juga bisa melakukan hal yang sama, menjadikan kritikan sebagai masukan dan motivasi, maka hasilnya akan luar biasa. What? Anda ga kuat kalau ada yang komentar nggak enak? Ya sudah, tinggal kurangi penggunaan media sosial termasuk Grup Whatsapp, dan banyak-banyak main ke gunung atau pantai. Nanti, kalau masalah covid-19 ini udah selesai.

Berikutnya, kita akan masuk ke crisisi protocol after crisis. Minggu depan yap.

***

Penulis membuat Buku Terjemahan Annual Letter Warren Buffett edisi 1965 - 69 (tahun-tahun terakhir dimana WB menjalankan Buffett Partnership, sebelum pindah ke Berkshire Hathaway), dan selama periode bear market ini, anda bisa memperolehnya secara gratis. Anda bisa langsung men-download-nya disini.

Ebook Market Planning edisi April 2020 sudah terbit! Dan anda bisa memperolehnya disini, tersedia diskon khusus selama IHSG dibawah 6,000, dan juga gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk subscriber. Info Whatsapp 0813-1482-2827 (Yanti).

Punya akun Instagram? Follow akun resmi penulis di media sosial, klik 'View on Instagram' berikut ini: Instagram

Komentar

cni-enb mengatakan…
terima kasih pak teguh

untuk annual letter buffett yang pertama bisa didownload dimana ya? thx
Untouchable Investor mengatakan…
Pengen ngajakin temen temen makan di grand hyatt tapi masih ada covid-19
Amri mengatakan…
Salam sejahtera pak.
Sy tertarik dgn annual letternya opa Warren Buffet.
Apa bapak juga pernah buat annual letter seperti ini ?
Atau ada tips utk investor kecil-kecilan sprti saya utk dpt membuat annual letter ?
Terima kasih sebelumnya utk bantuannya.

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?