Strategi 'Crisis Protocol', Ketika Bursa Saham Anjlok, Part 2

Okay, lanjut, berikutnya soal utang. Bagi anda yang sudah membaca blog ini sejak lama, anda mungkin hafal kalau penulis sangat anti utang, tidak hanya di saham tapi juga di kehidupan sehari-hari, dan penulis juga rajin mengingatkan ke temen-temen investor agar jangan pernah beli saham pakai margin. Salah satunya melalui tulisan ini, yang diposting pada April 2018 lalu.
***


Penulis membuat Buku Terjemahan Annual Letter Warren Buffett edisi 1965 - 69 (tahun-tahun terakhir dimana WB menjalankan Buffett Partnership, sebelum pindah ke Berkshire Hathaway), dan selama periode bear market ini, anda bisa memperolehnya secara gratis. Anda bisa langsung men-download-nya disini.

***

Catatan: Artikel ini adalah lanjutan dari artikel berikut. Buat yang belum baca, sebaiknya baca dulu biar nyambung.

Nah, karena sekarang momentumnya lagi tepat, maka penulis akan share sedikit tentang apa-apa yang kami lakukan selama ini, dalam rangka menghindari utang.
  1. Sejak modal penulis di sekuritas hanya Rp5 juta, saya selalu beli saham pakai dana yang ada saja, dan gak pernah pakai utang margin. Pernah suatu ketika, broker salah input dimana saya membeli saham lebih banyak dari jumlah cash yang tersedia, sehingga saya otomatis pake dana margin. Satu menit kemudian, saya perintahkan untuk jual lagi kelebihan saham tersebut di harga yang sama. Memang jadinya rugi trading fee, tapi saya tetap tidak mau ambil risiko kena margin call.
  2. Penulis sangat beruntung karena bisa beli apa-apa secara cash, termasuk rumah. However, jika saya ditawari promo cicilan nol persen atau semacamnya, maka saya akan tolak. Demikian pula ketika beli mobil/motor, maka meski salesnya merayu agar saya belinya pake cicilan, saya tetep bayar tunai.
  3. Penulis dulu anti kartu kredit (CC), tapi setelah menyadari bahwa ada banyak transaksi yang hanya bisa pake CC (misalnya buat bayar Google Adsense, atau buat belanja diluar negeri), penulis akhirnya menerima tawaran dari bank untuk bikin CC ini, tapi saya langsung pakai fasilitas autodebet agar tagihan CC itu selalu dibayar tepat waktu, sehingga tidak ada risiko ditelpon oleh mas-mas debt collector. Dan terakhir
  4. Biaya sehari-hari seperti untuk sekolah anak, listrik, pajak PBB dll selalu dibayar dimuka. Karena dengan menunda-nundanya, maka itu menjadi utang. Di komplek penulis ada iuran RT sebesar Rp50,000 per bulan, dan saya langsung bayar lunas untuk 5 tahun kedepan.
Tentunya, kebijakan zero debt ini bukannya tanpa kelemahan: Anda akan butuh waktu lama, atau bahkan sangat lama, untuk menjadi kaya dari pasar saham. Pada sektor riil pun, temen-temen penulis yang tipikal pengusaha konservatif juga kadang mengeluh bahwa seharusnya usahanya bisa lebih besar lagi, andaikata ia berani ambil pinjaman dari bank. Sehingga soal utang ini, mungkin lebih ke pilihan saja, dimana jika anda bisa tetap tidur tenang meskipun punya utang segede utangnya Benny Tjokro, then go ahead! Namun penulis sendiri nggak sanggup kalau harus demikian, dan karena itulah kami menerapkan gaya hidup seperti diatas.

Cash is King!

Kemudian, cash is king. Nah, anda pastinya sering mendengar istilah tersebut, tapi mungkin masih bingung, penerapannya di lapangan seperti apa? Sekarang, kalau misalnya kita pegang cash terus tapi bursa saham gak pernah turun (dan nyatanya, terakhir kali IHSG drop sampai 30% dari titik tertingginya seperti hari ini, itu terjadi 12 tahun lalu), maka yang ada kita ketinggalan kereta bukan? Atau kalau kita selama ini hanya menggunakan 80 – 90% dari dana yang dimiliki untuk belanja, dimana 10 – 20% dibiarkan dalam bentuk cash, maka hasil profitnya juga jadi gak maksimal selama 12 tahun terakhir ini.

Jadi inilah yang penulis lakukan: Kalau misalnya posisi kami adalah full power (100% saham, jadi gak pegang cash), maka sekitar 50 – 75% porto kami ditempatkan di saham-saham yang likuid yang bisa cepat dijual lagi sewaktu-waktu. Sehingga, meski jualnya mungkin dalam posisi rugi, tapi posisi cash yang sebelumnya nol bisa dengan cepat bertambah lagi. Sebenarnya, jika kami katakanlah melihat tanda-tanda bahwa pasar akan turun (nanti kita akan bahas lagi soal ‘tanda-tanda’ ini ditulisan berikutnya), maka kami akan mulai jualan sebelum penurunan itu terjadi, sehingga posisinya tidak lagi full power.

Tapi seringkali, ketika IHSG beneran turun dan kita kemudian masuk lagi pake cash hasil jualan tadi, ternyata setelah itu IHSG masih lanjut turun! Nah, pada skenario inilah, jika analisa selanjutnya menunjukkan bahwa pasar masih akan lanjut turun, sedangkan kita sebelumnya hanya memegang saham-saham big caps yang likuid, maka kita bisa dengan mudah jualan lagi. Sehingga meski kita pada akhirnya tetep rugi sekian persen, tapi kita akan kembali memiliki cash yang sangat berharga tersebut.

Dan strategi terkait likuiditas saham ini mungkin tidak penting bagi anda yang modalnya masih kecil, yang bisa jualan kapanpun, dan apapun saham yang anda pegang. Namun bagi anda investor lawas yang dananya tidak lagi kecil, maka sangat penting untuk memperhatikan likuiditas ini. Intinya, jangan sampai mayoritas porto kita teralokasi pada saham-saham yang, sebelum anda sempat pasang bid, dia sudah autoreject duluan. It would be a nightmare, actually.

Berikutnya, be frugal. Biasakan bergaya hidup sederhana, dan penulis juga memang sudah mempraktekkan dan meng-kampanye-kan hal ini sejak dulu, termasuk tampilan website www.teguhhidayat.com yang tampak kurang bagus inipun, itu sengaja karena untuk memberikan 'pesan'. Sekarang begini, ketika penghasilan seseorang meningkat, maka adalah normal jika gaya hidupnya berubah menjadi lebih boros/standar hidupnya lebih tinggi. Adalah normal jika investor dengan aset $10 juta punya gaya hidup yang berbeda dibanding investor lainnya dengan aset Rp10 juta. Penulis sendiri, ketika beberapa tahun lalu dana kelolaan mulai agak gede, maka saya langsung menunaikan cita-cita untuk jalan-jalan keliling dunia, dimana itu juga tidak bisa disebut murah.

However, semua value investor senior punya satu kesamaan: Pengeluaran sehari-hari mereka jauh lebih kecil dibanding nilai aset yang mereka miliki. Contoh, Pak Lo Kheng Hong juga hobi keliling dunia, namun diluar itu beliau tidak pernah punya mobil mewah, jam tangan mewah, atau semacamnya. Dan demikian pula dengan Warren Buffett, yang hanya mengambil $100,000 dari rekening Berkshire Hathaway sebagai gajinya setiap tahun (setara Rp1.5 milyar, dan bagi banyak orang itu bukan jumlah yang kecil, tapi tentunya amat sangat kecil dibanding nilai kekayaan WB itu sendiri). Awalnya, penulis melihat hal itu hanya sebagai sesuatu yang unik, karena memang sangat sulit bagi siapapun yang punya duit katakanlah Rp1 trilyun, untuk mengenakan jam tangan seharga Rp600,000 saja (boleh googling harga jam tangan dari Direktur Utama Garuda Indonesia yang kemarin dipecat itu).

Opa Warren sampai hari ini masih nyetir sendiri, dan makanan kesukaannya adalah burger McD seharga 5 Dollar

Tapi belakangan, saya berpikir berbeda. Sekarang begini: Seorang investor dengan aset trilyunan sekalipun, ia pastinya menyadari bahwa semua kekayaannya tersebut bisa habis sama sekali jika terjadi krisis, dan ketika itu terjadi maka tidak realistis jika ia kemana-mana masih pake kelas bisnis. Masalahnya adalah, ketika seseorang sudah terbiasa mempraktekkan gaya hidup yang boros, maka normalnya ia akan mengalami tekanan psikologis ketika tiba-tiba saja keadaan mengharuskannya untuk hidup hemat. You see, bagi mereka yang terbiasa hidup pas-pasan, maka tidak masalah jika mereka harus makan tahu dan tempe, tapi bagaimana dengan mereka yang selama ini makannya di Michelin Star Restaurant terus?

Sedangkan investor saham? Well, penulis sendiri selama ini makannya biasa-biasa, pake baju yang biasa-biasa saja, dan juga kemana-mana naik motor Honda Vario. Intinya, kami sekeluarga bergaya hidup normal saja, yang nggak dibikin susah, tapi juga tidak seperti keluarga selebritis di Youtube. Penulis sesekali mengajak anak-anak tidur hotel berbintang, tapi di lain waktu mereka harus tidur dirumah neneknya yang tidak senyaman kamar tidur mereka dirumah, dan mereka sama sekali gak protes.

Sehingga ketika terjadi krisis, cashflow juga mampet, maka tidak masalah bagi kami untuk sedikit menurunkan standar hidup, karena sejak awal standar itu tidak pernah terlalu tinggi (plus tabungan darurat juga masih ada, jadi ya gak akan kelaparan lah). Imbasnya, psikologis penulis tetap stabil, saya tetap bisa berpikir jernih, dan kita tetap optimis bahwa dibalik krisis ini, ada peluang besar yang belum tentu akan muncul lagi dalam 10 – 15 tahun yang akan datang.

Terakhir, tentukan prioritas. Setiap orang, apapun pekerjaannya, ia pasti punya ambisi. Dan ambisi seorang investor adalah tentu saja, profit. However, seperti halnya Jurgen Klopp yang kemarin mengatakan bahwa, hari ini, sepakbola tidaklah penting, karena yang terpenting adalah kesehatan kita semua dan juga kebaikan yang lebih besar bagi masyarakat, maka seorang investor juga harus bisa mengatakan hal yang sama, bahwa pada waktu-waktu tertentu, seperti hari ini, profit tidaklah penting. Yang penting adalah, anda lindungi diri anda masing-masing. Profit means nothing if you were sick. Dan selama anda masih sehat, baik fisik maupun psikis, maka profit bisa menunggu, dan kerugian yang terjadi juga bisa diperbaiki. Investasi saham adalah ibarat pertandingan jangka panjang, dimana semua profit & loss sifatnya hanya sementara, dan kita tidak akan benar-benar kalah kecuali jika kita keluar sama sekali. Dan agar kita bisa tetap bertahan disini, maka anda harus bisa menjaga aset terbesar yang anda miliki: Kesehatan, dan juga akal sehat. Ini mungkin terdengar naif, tapi itu benar. I mean, Warren Buffet sudah 60 tahun lebih di pasar saham, dan selama itu penulis cuma pernah mendengar ia sakit sekali saja, di tahun 2012 lalu. Dan gak mungkin juga Opa Warren bisa terus sehat seperti itu, termasuk ketika sekarang usianya sudah sepuh, kalau ia tidak menjaga kesehatannya bukan?

Sehingga jika anda menyadari hal tersebut, then that’s it, anda akan baik-baik saja. And btw penulis sengaja ambil contoh Jurgen Klopp, karena Liverpool sudah menunggu 30 tahun untuk akhirnya meraih gelar juara Liga Inggris, dimana itu pastinya akan menjadikan Mr. Klopp dikenang sepanjang masa, tapi tiba-tiba saja ramai masalah corona ini! So for Liverpool fans, I feel you bro! Penulis sendiri, sebagai Interisti, tidak perlu menunggu selama itu hingga Internazionale akhirnya meraih gelar treble, tahun 2010 lalu. Jadi saya ikut berharap, mudah-mudahan EPL tetap digelar sampai selesai di tahun ini, seluruh pertandingan tetap dilaksanakan, dan The Kop pada akhirnya memperoleh gelar juara tersebut secara resmi dan sah.

Okay, jadi mari kita coba runut lagi poin-poin prosedur sebelum terjadinya krisis, yakni agar kita siap menghadapi krisis tersebut: Bangun fundamental yang kuat bagi diri anda sendiri sebagai investor, lunasi semua utang, cash is king, biasakan hidup sederhana, dan jangan lupa bahwa aset terbesar anda adalah diri anda sendiri. Kabar baiknya, karena penulis sendiri sudah sejak lama mengkampanyekan point-point tersebut, maka penulis yakin bahwa sebagian besar dari anda sudah menerapkannya dengan baik, dan anda sudah cukup siap untuk menghadapi krisis di tahun 2020 ini.

Tulisan selanjutnya: Prosedur ketika terjadi krisis.

***

Jadwal Seminar: Untuk sekarang belum ada jadwal, namun anda bisa memperoleh rekamannya disini, tersedia diskon khusus selama IHSG masih dibawah 6,000. Info Whatsapp 0813-1482-2827 (Yanti)

Penulis membuat Buku Terjemahan Annual Letter Warren Buffett edisi 1965 - 69 (tahun-tahun terakhir dimana WB menjalankan Buffett Partnership, sebelum pindah ke Berkshire Hathaway), dan selama periode bear market ini, anda bisa memperolehnya secara gratis. Anda bisa langsung men-download-nya disini.

Punya akun Instagram? Follow akun resmi penulis di media sosial, klik 'View on Instagram' berikut ini: Instagram

Komentar

dandi mengatakan…
Bener juga bro,, kesehatana adalah yang utama
Raihan mengatakan…
Di komplek penulis ada iuran RT sebesar Rp50,000 per bulan, dan saya langsung bayar lunas untuk 5 tahun kedepan.

Savage ini hahah, hanya orang kaya yang bisa ;)
Anonim mengatakan…
Kalo sdh terlanjur minus sekian pukuh persen apakah tetap pegang terus dan gak ngapa-ngapain ataukah short sell jual rugi trus beli kagi di harga rendah walau resikonya harga bs saja naik oasca jual ruhi...
Ugi Sugiarto mengatakan…
Terima kasih pak teguh, saya selalu menunggu update artikel dari pak Teguh, saya banyak belajar dari artikel pak teguh dan sangat membantu saya dalam berinvestasi di pasar modal. salam sukses pak teguh.
Sigit sugiarto mengatakan…
Di tunggu postingan berikutnya pak����
Unknown mengatakan…
Terimakasih pak Teguh atas didikannya selama ini, sekarang semua sangat berguna
Renetchi mengatakan…
Pak Teguh, kalau mau saya bisa bantu update tampilan web ini supaya jadi lebih modern.
Supaya para pembaca dan saya juga lebih enak dan semangat bacanya.

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Saham BBRI Anjlok Lagi! Waktunya Buy? or Bye?