Untuk Pasar Modal Indonesia, Yang Lebih Baik
Selasa kemarin, 28 Januari, penulis
memenuhi undangan acara rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI, DPR RI,
di Gedung DPR, Jakarta, untuk membahas Kasus Jiwasraya. Rapat tersebut dihadiri
oleh tiga narasumber, dua dari industri asuransi, dan satu (penulis) dari pasar
modal. Kehadiran penulis diperlukan karena temen-temen dari DPR sudah mendengar
sebelumnya bahwa Jiwasraya mengalami gagal bayar karena nyangkut di ‘saham
gorengan’. Sehingga mereka memerlukan penjelasan, apa itu saham gorengan? Dan bagaimana
persisnya hubungan kasus Jiwasraya ini dengan investasi di pasar modal?
***
Ebook Analisa IHSG & Rekomendasi Saham edisi Februari 2020 sudah terbit! Dan anda bisa memperolehnya
disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio saham untuk
subscriber.
***
Penulis kemudian memaparkan semua
materi, yang pada intinya sudah pernah dibahas melalui beberapa tulisan
terpisah di blog ini. Seperti skema right
issue ala Hanson International (MYRX), cara
berinvestasi Jiwasraya, membedah
laporan keuangan Jiwasraya, dan apa
itu saham gorengan? Dan penulis menyampaikan bahwa kalau kita lihat pangkal
masalahnya, yakni keberadaan oknum-oknum pengusaha/perusahaan yang dengan
mudahnya menerbitkan sekian milyar lembar saham baru (dengan mekanisme right
issue, atau IPO) dari perusahaan gak jelas, lalu menjual saham tersebut dengan
skema repo kepada banyak investor termasuk Jiwasraya, maka korbannya dalam hal
ini bukan hanya (nasabah) Jiwasraya, tapi banyak lagi investor lain baik itu
ritel maupun institusi. Dan dengan nilai kerugian, yang kalau
diakumulasikan, juga amat sangat besar. Termasuk ketika tahun 2019 lalu, ada
banyak reksadana yang anjlok gila-gilaan, maka itu juga karena reksadana
ini membeli saham-saham gak jelas tersebut.
Sehingga, seperti harapan penulis sebelumnya, dalam sesi tanya jawab, muncul pertanyaan berikut: Dimana peran OJK? Kenapa mereka diam saja sehingga kesemua masalah ini terjadi?? Dan penulis kemudian menjawab sebagai berikut.
Foto dari tempat penulis duduk, sebelum acara rapatnya dimulai kemarin |
Sehingga, seperti harapan penulis sebelumnya, dalam sesi tanya jawab, muncul pertanyaan berikut: Dimana peran OJK? Kenapa mereka diam saja sehingga kesemua masalah ini terjadi?? Dan penulis kemudian menjawab sebagai berikut.
Pertama, seperti yang sudah
disampaikan sebelumnya, meski kemarin Kejaksaan Agung sudah menetapkan status
tersangka terhadap dua nama diluar Jiwasraya yang dianggap sebagai ‘bandar
saham gorengan’, tapi oknum-oknum yang jualan repo saham gorengan ini gak cuma
dua orang itu saja, melainkan ada banyak lagi yang lainnya. Namun perlu diingat
bahwa sebuah perusahaan tidak akan bisa IPO/right issue tanpa pernyataan
efektif/izin dari OJK.
Sehingga mungkin nanti bisa
gilirannya petinggi OJK yang diminta penjelasan: Bagaimana mungkin perusahaan-perusahaan
yang sejatinya belum beroperasi, dan juga belum memiliki pendapatan/labanya
masih minus, bisa lolos untuk menerbitkan saham di bursa, dan dengan nilai
saham yang juga amat sangat besar hingga trilyunan Rupiah? Apakah memang OJK
tidak memiliki standar kualitas bagi perusahaan-perusahaan yang hendak mencari
pendanaan di bursa saham?? Jadi dalam hal ini kita belum perlu ke
Jiwasraya-nya, karena pangkal mula masalahnya adalah di saham-saham gak jelas
itu tadi.
Kedua, ketika terjadi masalah
seperti Jiwasraya, maka memang paling mudah adalah menyalahkan OJK, entah itu dengan
tuduhan pembiaran, atau malah ada kerja sama. Tapi jangan lupa bahwa pihak OJK
itu sendiri seringkali justru harus menghadapi perlawanan ketika ada perusahaan
keuangan yang gagal bayar atau semacamnya. Contohnya, PT Asuransi Bumi Asih
Jaya, yang dipailitkan oleh OJK pada tahun 2013 karena gagal bayar sekitar Rp200 milyar,
belakangan malah menggugat balik OJK dengan tuntutan ganti rugi Rp5.4 trilyun.
Jadi ini seperti, OJK betul adalah
satpam di industri keuangan. Tapi kalau ‘satpam’ ini hanya dibekali dengan
senjata pentungan, sedangkan maling-nya membawa senjata tajam atau bahkan
senjata api, maka si satpam ini bisa apa?? Dan memang secara kewenangan, OJK
tidak bisa menuntut pidana ataupun perdata terhadap para pelaku investasi
bodong atau semacamnya, melainkan hanya sebatas memberikan sanksi administrasi,
seperti mencabut izin perusahaan investasi. Termasuk untuk mem-pailit-kan
sebuah perusahaan yang bermasalah, OJK masih harus bertarung dengan perusahaan
tersebut melalui pengadilan.
Sehingga maksud penulis adalah,
OJK ini harus diperkuat secara undang-undang. Kewenangannya harus ditambah.
Disisi lain, orang-orang didalamnya harus diisolasi dari ‘pengaruh luar’. Karena
posisi mereka sebenarnya mirip seperti orang-orang di lembaga penegak hukum
lainnya, yang tidak akan bisa bekerja dengan baik serta independen, jika tidak dilindungi.
Ketiga, sekaligus yang paling
penting. OJK, sesuai namanya yakni Otoritas Jasa Keuangan, mereka bertugas untuk
mengawasi industri keuangan di Indonesia secara keseluruhan. Tapiiii.. industri
keuangan itu sendiri ada banyak! Yakni mulai dari pasar saham, pasar
obligasi, asuransi, jasa pembiayaan, hingga perbankan. Dan belum lagi
investasi-investasi bodong yang gak jelas nama perusahaannya apa, yang tiap
tahun ada saja kasusnya, maka itu juga diurus oleh OJK. Disisi lain, kalau kita
lihat industri pasar saham itu saja, maka dengan nilai transaksi Rp6 – 7 trilyun
per hari, dan market cap lebih dari Rp7,000 trilyun, maka itu adalah industri
yang sangat besar! Lalu bagaimana dengan asuransi? Ya sama besar juga.
Jiwasraya menjadi heboh karena dikatakan nilai kerugiannya sekian belas
trilyun, tapi bahkan dengan aset Rp45 trilyun per tahun 2017, Jiwasraya sebenarnya
masih tergolong kecil dibanding PT Taspen (Rp232 trilyun), BPJS Ketenagakerjaan
(Rp400 trilyun sekian), dan BPJS Kesehatan (gak tau lagi berapa? Tapi yang
pasti amat sangat besar), dan belum lagi puluhan perusahaan asuransi lainnya,
baik itu swasta maupun BUMN. Lalu bagaimana dengan perbankan? Perusahaan pembiayaan??
Sehingga maksud penulis adalah, OJK
terlalu kecil untuk mengawasi industri keuangan yang amat sangat besar ini. Anggaran
OJK betul sangat besar, Rp5 trilyun per tahun. Tapi berapa nilai dari industri
jasa keuangan itu sendiri? Well, kemungkinan hampir sama dengan nilai GDP
nasional. Dan kalau kita lihat negara-negara maju, maka biasanya mereka punya
lembaga tersendiri untuk tiap-tiap segmen dari industri keuangan. Yup, contohnya
di Amerika Serikat, ada lembaga dengan nama Security and Exchange Commission
(SEC), yang tugasnya khusus mengawasi pasar modal saja. Sedangkan untuk
industri asuransi, perbankan dst, maka lembaga pengawasnya beda lagi. Dengan
cara bagi-bagi tugas ini, maka pengawasan menjadi lebih baik karena lebih fokus.
Terakhir, ada pula pertanyaan
seperti ini: Setelah mencuatnya kasus Jiwasraya, katanya sekarang pasar
saham lagi sepi? Penulis jawab, ‘Betul pak. Nilai transaksi harian di bursa
sekarang turun signifikan, dan kalau pasar sepi maka harga-harga saham
cenderung akan turun, karena investor ritel juga takut masuk jika tidak ada
volume. Sehingga ada juga yang bilang, dengan ditangkapnya para bandar, maka
itu justru merugikan investor pasar saham itu sendiri.’
‘Namun’, penulis melanjutkan, ‘Jika
hal ini dibiarkan, maka akan muncul lagi Jiwasraya-Jiwasraya lainnya, dan kita
tentu tidak mau itu terjadi. Betul bahwa, saya bukan korban Jiwasraya. Saya
juga bukan korban saham gorengan karena kami tidak pernah beli saham-saham
model MYRX, TRAM, dan sebangsanya. Tapi apakah kita akan diam saja ketika
saudara-saudara kita menjadi korban? Kami terus terang sangat malu jika kami protes hanya
karena pasar sekarang sepi sehingga harga-harga saham turun semuanya (termasuk
yang sebenarnya berfundamental baik), sedangkan kerugian yang kami alami tidak
seberapa dibanding kerugian mereka. Dan dalam proses menuju pasar
modal yang lebih baik, maka pasti akan ada hal-hal rintangan seperti ini. Tapi seperti
halnya kalau kita jatuh sakit, maka kita tidak akan bisa sembuh tanpa merasakan
pahitnya obat. Kami percaya bahwa jika hasil rapat ini ditindak lanjuti, maka
ini akan menjadi momentum bagi pasar modal Indonesia yang lebih bersih, yang
profesional, dan akan benar-benar menghasilkan keuntungan bagi bersama di masa
yang akan datang.’
Anyway, sebenarnya masih ada
banyak lagi yang bisa di-share dari rapat kemarin, tapi untuk sekarang mungkin itu
saja dulu. Untuk minggu depan, kita akan bahas satu saham perusahaan properti
yang sebenarnya cukup bagus, tapi harganya sudah turun sangat dalam karena
drama Jiwasraya dkk ini.
***
Ebook Analisa IHSG & Rekomendasi Saham edisi Februari 2020 sudah terbit! Dan anda bisa memperolehnya
disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio saham untuk
subscriber. Info telp/Whatsapp 0813-1482-2827 (Yanti).
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
Terima kasih sudah mewakili suara investor retail seperti kami ini.
Keep up the good work.