Special Report: Menggali Laporan Keuangan Hanson International
Di ulasan
sebelumnya, kita membahas soal ‘MYRX vs OJK’, dimana OJK menuduh perusahaan
telah melakukan aksi penghimpunan dana layaknya sebuah bank, padahal PT Hanson
International, Tbk (MYRX) ini bukan bank, melainkan perusahaan properti. OJK juga
disebutkan akan menggali lebih dalam laporan keuangan MYRX untuk menemukan aksi penghimpunan dana yang dimaksud. Nah, tadinya penulis akan mem-posting artikel ini minggu
depan, tapi terus terang karena saya sendiri sudah penasaran, maka barusan penulis sudah bongkar-bongkar semua dokumen milik MYRX, dan berikut adalah hasilnya.
Okay, here we go.
***
Ebook Kumpulan
Analisa 30 Saham Pilihan edisi Kuartal III 2019 sudah terbit! Dan anda bisa memperolehnya
disini. Info lebih lanjut, telp/whatsapp 0813-1482-2827 (Yanti).
***
MYRX dulunya merupakan
perusahaan tekstil dengan nama PT Mayertex Indonesia, yang berdiri tahun
1971, go public tahun 1990, dan pada tahun 2004 berubah
nama menjadi PT Hanson International, Tbk. Usaha tesktil yang dijalankan
perusahaan tidak memberikan hasil yang baik, dan MYRX tidak pernah menjadi
perusahaan yang menguntungkan. Hingga pada tahun 2013, MYRX dijadikan
objek backdoor listing bagi perusahaan bernama PT Mandiri Mega
Jaya atau MMJ, yang merupakan perusahaan properti. Jadi pemilik MMJ mengakuisisi MYRX, biasanya pada harga yang
sangat murah karena memang perusahaannya tidak menghasilkan keuntungan apa-apa,
lalu pada gilirannya MYRX mengakuisisi MMJ, sehingga MMJ sekarang menjadi
perusahaan Tbk melalui MYRX sebagai induknya. Mekanisme backdoor
listing ini lebih mudah dilakukan ketimbang IPO itu
sendiri, dan dengan demikian MYRX menjadi perusahaan properti.
Oke, lanjut. Melalui MMJ, MYRX memiliki dan
mengelola tiga kawasan township, yakni Citra Maja Raya (berlokasi
di Maja, Kabupaten Lebak, Banten), Serpong Kencana/Forest Hill (berlokasi di
Parung Panjang, Bogor, Jawa Barat), dan Millennium City (juga berlokasi di Parung Panjang, Bogor). Untuk Citra Maja Raya, yang merupakan
proyek utama perusahaan, MYRX bekerjasama dengan PT Citra Benua Persada (CBP),
yang merupakan anak usaha Grup Ciputra, dimana MYRX melalui beberapa anak
usahanya berperan menyediakan lahan, sedangkan CBP membangun lahan tersebut
menjadi kawasan pemukiman. Salah satu anak usaha MYRX yang menyediakan lahan
tersebut adalah PT Armidian Karyatama, Tbk (ARMY), yang juga merupakan
perusahaan Tbk dimana sahamnya terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Nah, sampai disini,
MYRX kelihatannya masih normal, sama saja lah seperti developer properti lain
pada umumnya. Tapi lain ceritanya ketika kita menggali laporan keuangannya,
dimana penulis menemukan beberapa poin menarik. Pertama, MYRX mencatat nilai
asetnya sangat besar, yakni total Rp12.9 trilyun, padahal perusahaannya
terbilang masih baru. Sebagai perbandingan, PT Alam Sutera Realty, Tbk (ASRI),
yang sudah beroperasi jauh sebelum MYRX, dan saat ini sudah merupakan salah
satu developer terbesar di Indonesia (ASRI merupakan developer properti
terbesar kedua di Kawasan Serpong, Tangerang, dibelakang Bumi Serpong Damai),
total asetnya hanya Rp21.8 trilyun, tapi total aset MYRX sudah mencapai
separuhnya. Ingat pula bahwa ASRI memegang Alam Sutera township yang
tentu saja, harga unit-unit properti disana lebih tinggi dibanding di Citra
Maja Raya, karena kawasannya sudah lebih mapan, dan jaraknya lebih dekat ke
Jakarta, serta sudah memiliki akses tol sendiri (sedangkan akses tol terdekat ke Citra Maja Raya adalah pintu Tol Balaraja, Tangerang, dengan jarak 20 KM).
Kedua, dalam
prospektusnya ketika MYRX menggelar right issue, tahun 2013 lalu, disebutkan
bahwa perusahaan memperoleh setoran dana Rp4.6 trilyun, dimana Rp4.0 trilyun
diantaranya digunakan untuk mengakuisisi MMJ, tapi sebenarnya sama sekali
tidak ada uang yang berpindah tangan, karena MMJ dan MYRX sejak awal
dimiliki oleh pemilik yang sama (baca lagi soal backdoor listing diatas).
Dan nilai MMJ yang Rp4.0 trilyun itu dianggap wajar, atau bahkan murah, karena
MMJ memiliki 17 bidang tanah dengan indikasi nilai pasar masing-masing
sebagai berikut (klik gambar untuk memperbesar):
Nah, sebelumnya
perlu diketahui bahwa secara akuntansi, nilai aset berupa lahan properti bisa
dicantumkan dengan dua cara: 1. Berdasarkan harga perolehan, dan 2. Berdasarkan
nilai pasar. Dalam hal ini MYRX mencantumkan nilai aset-asetnya berdasarkan
'indikasi nilai pasar', alias berdasarkan asumsi bahwa kalau
tanah seluas 2.4 juta meter persegi milik PT Armidian Karyatama dijual
semuanya, maka akan diperoleh uang Rp457 milyar. Jadi ini sama seperti kalau
anda punya rumah, dan anda bilang sendiri kalau harganya, berdasarkan harga
dari rumah-rumah lain dengan ukuran yang sama di kompleks perumahan yang sama,
adalah Rp1 milyar. Pertanyaannya, jika anda benar-benar menjual rumah tersebut,
maka apakah anda pasti akan memperoleh pembayaran Rp1 milyar?
Well, belum tentu, kalau misalnya anda dalam posisi BU maka bisa jadi harga
jualnya akan jauh lebih rendah. Demikian pula jika PT Armidian benar-benar
menjual seluruh lahannya tersebut, maka apakah perusahaan pasti akan memperoleh
pembayaran Rp457 milyar? Sekali lagi, belum tentu, malah kemungkinan lebih
rendah karena seringkali, nilai tanahnya dihitung berdasarkan harga eceran per unit rumah/kavling, yang tentu saja lebih tinggi dibanding jika ada orang yang membeli
lahan seluas 2.4 juta meter persegi itu secara sekaligus.
Tapi sekali lagi, secara akuntansi, metode pencatatan nilai tanah berdasarkan asumsi nilai pasarnya seperti diatas, itu diperbolehkan. Anyway, dengan
strategi ini maka MYRX memperoleh dua keuntungan sekaligus: 1. MMJ sekarang
menjadi perusahaan Tbk (melalui induknya), 2. Nilai ekuitas perusahaan langsung
melejit karena 'setoran' modal Rp4.6 trilyun tadi, dan aset lahan milik
perusahaan di Maja dll menjadi 'lebih berharga' karena sudah memiliki nilai
tercatat sekian, seperti yang ditunjukkan pada tabel diatas. Keuntungan No.2 ini
menjadi penting terkait point selanjutnya yang menarik di LK MYRX, sebagai
berikut:
Ketiga, pada bagian
aset tidak lancar, pada Kuartal III 2019, MYRX mencatat uang muka pembelian
tanah senilai Rp3.6 trilyun, dimana MYRX membeli tanah di proyek Citra Maja
Raya dari MMJ (yang merupakan anak usahanya sendiri) seluas total 1,581 hektar,
sehingga nilai uang yang dibayarkan adalah sebesar Rp228,000 per meter persegi,
yang artinya harga jual tanahnya dianggap lebih tinggi lagi, karena itu baru
uang muka. Lalu dari mana MYRX punya uang Rp3.6 trilyun tersebut? Dari utang,
salah satunya pinjaman individual senilai total Rp2.5 trilyun.
Yang dimaksud pinjaman individual ini adalah perusahaan melakukan perjanjian
bilateral (perjanjian yang hanya disepakati oleh kedua belah pihak tanpa
melibatkan notaris, otoritas pemerintah, atau pihak ketiga manapun) dengan
sejumlah pemilik dana individu (jadi bukan institusi ataupun perusahaan) alias
'nasabah', dimana perusahaan memperoleh setoran dana tanpa
jaminan, dan nasabah akan menerima bunga 9 - 12% per tahun. Namun
meski tanpa jaminan, nasabah bisa memperoleh kembali uangnya dalam bentuk
tunai, atau unit properti milik perusahaan, sehingga tidak perlu khawatir.
Nah, jadi anda
mengerti maksud penulis bukan? Yup, ini adalah strategi yang sangat cantik dari
MYRX dalam menjual unit-unit properti mereka pada harga yang mereka tentukan
sendiri (yang bisa jadi lebih mahal dari seharusnya) kepada konsumen yang
mereka sebut sebagai 'nasabah' tersebut. Sekarang gini: Kalau anda ditawari
beli rumah seharga Rp1 milyar di Lebak, Banten sana, maka kemungkinan anda akan
langsung menolak, mungkin anda malah bertanya, Lebak itu dimana? Tapi bagaimana
kalau anda ditawari 'deposito' Rp1 milyar dengan bunga 10% per tahun, dimana
kalaupun anda tidak bisa lagi menarik dananya, maka anda akan memperoleh rumah senilai Rp1.1 milyar? (dimana sebenarnya itu adalah rumah yang sama dengan
yang nilainya Rp1 milyar tadi) Maka tentu itu tampak lebih menarik bukan?? Cerita
yang juga dijual adalah bahwa proyek di Maja, Lebak itu dikelola oleh Grup
Ciputra, jadi masa iya sih kita nggak percaya sama Ciputra? (padahal Ciputra disana
ya cuma fokus membangun saja, dan dia gak ada urusan sama ‘pinjaman individual’,
goreng saham dll. Jadi ini seperti ada orang yang entah dari mana datang ke
anda, tapi dia mengaku kenal dengan presiden/menteri/gubernur, kemudian minjem
duit). Dengan strategi inilah, MYRX sukses meraup dana hingga Rp2.5 trilyun (dari para 'nasabah' yang tanpa sadar diarahkan untuk membeli unit properti milik perusahaan pada harga mahal), yang tentu saja bukan jumlah kecil, dan dananya langsung disetor ke MMJ sebagai uang
muka pembelian tanah milik perusahaan. Tanpa strategi seperti ini, besar
kemungkinan proyek Citra Maja Raya itu gak bakal laku, karena industri properti itu sendiri sampai sekarang masih lesu.
Namun skema ‘tabungan’
inilah yang kemudian dipermasalahkan oleh OJK, apalagi jumlah dana yang
berhasil dihimpun juga tidak main-main/mencapai trilyunan Rupiah, karena
penggunaan istilah tabungan atau ‘deposito’ tanpa jaminan hanya diperbolehkan untuk perbankan
atau lembaga keuangan lainnya, yang memang memiliki izin khusus untuk
menghimpun dana dari masyarakat. Dalam hal ini memang belum sampai jatuh
korban, toh para ‘nasabah’ MYRX sampai sekarang juga masih santai-santai saja.
Namun jika ini dibiarkan, apalagi jika strateginya di-copy paste oleh
developer lain untuk menggelembungkan harga jual unit-unit properti mereka,
maka ending-nya bisa seperti krisis besar tahun 2008 lalu di Amerika
Serikat, yang memang diawali dari bubble properti. Dan ketika itu terjadi
maka tetap saja, Pemerintah dan khususnya OJK yang bakal disalahkan.
Anyway, menarik untuk mencermati, bagaimana tindakan OJK selanjutnya, karena kita tahu bahwa MYRX dan ARMY tidak sendirian, melainkan masih ada lagi beberapa emiten properti lainnya yang juga dimiliki oleh grup yang sama, yakni NUSA, POSA, dan RIMO (dan saham mereka juga sama liarnya), dimana kalau kita gali laporan keuangannya maka bisa jadi bakal ketemu strategi yang aneh-aneh lagi. Well, kita tunggu saja kelanjutannya nanti bagaimana.
Komentar
Strategi beginian, blum lagi saham2 reponya dan goreng2 sahamnya. Belum kasusnya jiwasraya
Berati memang modus manajemennya model begini sih..