Ramayana Lestari Sentosa
Beberapa bulan lalu,
tepatnya Juni 2019, penulis menyampaikan bahwa, karena sekarang ini jamannya
sudah serba internet, maka para emiten di BEI dituntut untuk go online dalam
memasarkan produk dan jasa mereka, termasuk harus membuat ‘official store’
entah itu dalam bentuk website, Facebook Fan-page, hingga mendaftar di marketplace
seperti Bukalapak atau Tokopedia. Sedangkan perusahaan yang tetap
berjualan dengan cara tradisional, alias hanya menunggu pembeli datang ke toko,
maka mereka hampir bisa dipastikan akan kalah bersaing. Anda bisa baca lagi ulasannya
disini.
***
Ebook Rekomendasi Saham edisi Desember,
plus analisa window dressing dll sudah terbit! Dan anda bisa memperolehnya
disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio saham untuk
subscriber. Info telp/WA 0813-1482-2827 (Yanti).
***
Karena itulah, ketika
kita menganalisis fundamental sebuah emiten/saham, maka selain membaca laporan
keuangannya dll, sekarang ini kita juga harus melihat, apakah manajemennya juga
sudah menerapkan strategi go online, atau belum. Dan salah satu emiten
yang sukses mengikuti perkembangan jaman tersebut adalah PT Ramayana Lestari
Sentosa, Tbk (RALS). Meski berstatus sebagai salah satu perusahaan department
store paling terkemuka di Indonesia, namun posisi RALS tetap ikut terancam
oleh kehadiran toko-toko online yang menjamur. Beruntung, manajemen gerak cepat
dengan juga membuka toko online-nya sendiri, www.ramayana.co.id, dan juga
menerapkan banyak upaya go online lainnya. Alhasil, hingga Kuartal III
2019, perusahaan membukukan laba Rp612 milyar, naik dibanding periode yang sama
tahun sebelumnya sebesar Rp527 milyar, dan laba tersebut mencerminkan ROE
19.8%, clearly good untuk ukuran perusahaan ritel. Anyway, mari kita
coba pelajari lagi RALS sejak awal.
Sejarah PT Ramayana
Lestari Sentosa, Tbk bermula di tahun 1978 ketika pendiri perusahaan, Paulus
Tumewu, membuka toko pakaian dengan nama ‘Ramayana’ di Jln. Sabang, Jakarta,
dengan segmen pasar menengah kebawah. Toko tersebut maju pesat, sehingga di
tahun-tahun berikutnya Mr. Tumewu membuka beberapa toko cabang, hingga pada
tahun 1989, Grup Ramayana sudah memiliki 13 toko yang tidak lagi hanya menjual
pakaian, tapi juga sepatu, tas, mainan, dan kebutuhan rumah tangga. Tahun 1994,
Ramayana mulai menerapkan konsep one stop shopping, alias tidak lagi
sekedar membuka toko tapi sudah membuat department store termasuk supermarket,
dan pada tahun inilah PT Ramayana Lestari Sentosa resmi berdiri. Perusahaan
kemudian listing di BEI pada tahun 1996, yang kemudian disusul dengan pembukaan
dept. store pertamanya di luar Jawa, tepatnya di Bali.
Hingga hari ini,
atau genap 40 tahun sejak toko Ramayana pertama resmi dibuka, RALS sudah
memiliki setidaknya 119 gerai Ramayana, Robinson, dan Cahaya, yang tersebar di
seluruh Indonesia, termasuk 4 gerai ‘Ramayana Prime’ yang baru dibangun tahun
2017 – 2018 lalu. Beberapa poin yang penulis sukai dari RALS adalah:
- Perusahaan fokus di bidangnya yakni gerai dept. store dengan target pasar menengah kebawah, dimana kita tahu bahwa segmen pasar inilah yang paling anti krisis atau resesi,
- Utangnya kecil, malah boleh dibilang gak punya utang kecuali utang usaha,
- Bisnisnya gampang dan sederhana (jual baju tok, dan kebutuhan sehari-hari),
- Laporan keuangannya juga sederhana dan ‘bersih’, dan
- Pemilik sekaligus pendiri perusahaan (Pak Paulus) masih terjun langsung sebagai komisaris utama.
However, kemungkinan
karena RALS ini juga memiliki power of brand yang cukup kuat, maka
valuasinya selama ini relatif premium dengan PBV 2.5 – 3 kali, yang meskipun
itu mungkin sepadan dengan kualitas fundamentalnya yang memang bagus, tapi
sekarang ini di BEI ada banyak saham lain yang valuasinya jauh lebih murah.
Kemudian karena sejak beberapa tahun lalu penulis sendiri menganggap bahwa
bisnis dept. store perlahan akan digantikan oleh toko pakaian online, maka
jadilah kita tidak tertarik dengan sahamnya, dan saya baru melirik RALS
sekarang, yakni ketika valuasinya relatif sudah reasonable (PER 8.3 dan
PBV 1.7 kali, pada harga saham 1,000), sedangkan prospeknya, setelah kita
pelajari lagi, tetap cerah karena manajemen terus bekerja keras untuk mengikuti
perkembangan jaman serta perubahan cara belanja dan selera konsumen. Yup, sejak
tahun 2016 kemarin, RALS mulai merombak desain, tata letak, dan display untuk
setiap gerainya, agar lebih ‘kekinian’ dan lebih diterima konsumen millenial.
RALS juga berkolaborasi dengan selebritis (Rafi Ahmad dan Nagita Slavina)
sebagai bintang iklan, meluncurkan hashtag #kerenhaksegalabangsa (yang
mungkin terdengar rada gimana gitu, tapi ingat bahwa konsumen RALS berbeda
dengan katakanlah konsumen Louis Vuitton), melakukan efisiensi termasuk menutup
beberapa gerai yang merugi (jadi ibaratnya cut loss di beberapa toko, lalu
duitnya lalu dipake untuk merombak toko yang masih profit agar profitnya lebih
besar lagi), dan mulai menyewakan toko di lokasi dept. store-nya untuk berbagai
tenant (Breadtalk, J.Co, Cinema XXI, dst) untuk tujuan untuk meramaikan dept
store itu sendiri.
Salah satu gerai Ramayana Prime |
Kemudian terkait
strategi go online, sejak tahun 2016 lalu RALS mulai menjual pakaian
melalui website resminya, membuka official store di Tokopedia, Lazada,
dan Shopee (dua marketplace yang disebut terakhir memang spesialis
jualan produk fashion), pasang iklan jor-joran di Youtube (pada bulan puasa
tahun lalu, iklan Ramadhan Ramayana dengan hashtag #kerenlahirbatin sukses
menjadi iklan No.1 di Youtube, dengan meraih 16 juta view dan 11,000 komentar),
hingga berkolaborasi dengan partner e-wallet (Gopay, Ovo, Dana) Kombinasi
antara modernisasi toko fisik yang sudah ada (termasuk mengubah orientasi dept.
store dari tadinya tempat belanja, menjadi tempat nongkrong dan makan), plus
ekspansi ke toko online yang lebih efisien/biayanya lebih murah, pada akhirnya
sukses mendorong laba bersih RALS untuk tumbuh signifikan terutama sejak tahun
2016 lalu, dan itu justru terjadi ketika daya beli masyarakat sejatinya
cenderung turun dimana perusahaan dept. store lain boleh dibilang megap-megap.
Manajemen RALS bahkan berani berekspansi dengan membuka ‘Ramayana Prime’, yang
merupakan lifestyle mall dengan target pasar menengah keatas, dimana
perusahaan mentargetkan akan memiliki setidaknya 19 gerai Ramayana Prime pada
akhir tahun 2020 (saat ini perusahaan baru punya 5 gerai). Meski langkah ini
tergolong berani, tapi boleh dibilang bahwa RALS tidak mengambil risiko berarti
karena pembukaan gerai baru itu seluruhnya dibiayai oleh kas internal
perusahaan, alias tanpa utang, sedangkan disisi lain posisi kas RALS juga
sangat besar. Per Kuartal III 2019, dari total aset perusahaan senilai RpRp5.3
trilyun, Rp2.8 trilyun diantaranya merupakan kas. Menariknya, dalam lima tahun
terakhir perusahaan rutin membayar dividen dalam jumlah besar, dalam hal ini
antara 55 - 66% labanya setiap tahun, sehingga jika perusahaan tidak membayar
dividen sebesar itu, maka jumlah cash-nya bakal lebih besar lagi.
Kesimpulannya, well,
kita bisa katakan bahwa RALS ini punya kinerja bagus, manajemennya bagus,
bisnisnya gampang, perusahaan punya competitive advantage sebagai market
leader di bidangnya, dan prospeknya juga cerah karena perusahaan sudah 100%
siap untuk go online. Kalau ada beberapa hal yang menjadi concern adalah,
pertama, sejauh ini pendapatan RALS dari unit usaha online-nya masih sangat
kecil, yakni 0.5% dari total pendapatan perusahaan. Sehingga dalam hal ini kita
hanya bisa mengatakan bahwa perusahaan baru sekedar siap untuk go online saja,
tapi realisasinya masih perlu waktu. Kedua, kinerja RALS terbilang musiman,
dimana pendapatan serta labanya biasanya naik banyak ketika menjelang lebaran,
tapi setelah itu drop lagi, yang artinya kinerjanya akan tampak tidak stabil
dari kuartal ke kuartal, dan ini bisa mempengaruhi sahamnya dalam jangka pendek
kalau misalnya di kuartal tertentu labanya turun. Dan ketiga, karena selama ini
RALS dikenal sebagai dept. store untuk menengah kebawah, maka belum ada jaminan
bahwa ‘Ramayana Prime’, yang mengincar segmen pasar yang menengah keatas, bakal
langsung sukses.
Anyway, kesemua
concern diatas bisa dibilang tidak terlalu jadi masalah. Contohnya, memang kinerja
RALS bisa turun setelah moment lebaran, tapi kan moment lebaran ini terjadi
saban tahun, sehingga kalau kita melihat kinerjanya secara tahunan, maka laba
RALS sejauh ini terus naik sejak 2016. Jadi jika kita kembali melihat poin-poin
positifnya, maka RALS tetap layak invest.
Kemudian kebetulan,
seiring dengan masih lesunya pasar/IHSG, sahamnya juga ikut turun hingga ke
level dimana valuasinya menjadi lebih masuk akal, albeit kalau
berdasarkan historisnya, RALS pernah juga turun sampai PBV-nya persis 1.0 kali,
tahun 2015 lalu, ketika itu karena IHSG sendiri memang drop di tahun tersebut.
Yup, jadi meski RALS ini dari semua sisi terbilang layak invest, tapi
kelemahannya terletak di pergerakan sahamnya, yang terbilang gampang naik dan
turun tergantung pergerakan IHSG (jadi beda dengan katakanlah saham-saham
anti koreksi pasar berikut ini). Termasuk di tahun 2019 ini, dimana IHSG
mulai turun sejak bulan April lalu, maka demikian pula saham RALS mulai drop
dari bulan April tersebut dan belum naik lagi sampai sekarang, dan dengan
penurunan yang juga sangat signifikan (dari 1,800 ke 1,000).
Disisi lain, asalkan
pasarnya tidak sedang kumat saja, maka RALS ini gampang banget naiknya, karena
sejak awal barangnya memang bagus. Termasuk jika anda masuk ke sahamnya pada
harga 1,200, persis setahun lalu (November 2018), maka hanya dalam tiga bulan
berikutnya, RALS dengan cepat naik hingga tembus 1,800, seiring dengan kenaikan
IHSG ketika itu. Dan itu artinya? Yep, karena kita pada dasarnya tidak bisa
memprediksi arah IHSG, maka kita juga tidak bisa memprediksi kemana RALS akan
bergerak dalam jangka pendek – menengah, selain karena sahamnya sampai
sekarang, kalau kata orang teknikal, masih strong downtrend (bisa lanjut turun sampai 800). Meski
demikian, penulis bisa tegaskan bahwa pada kisaran harganya sekarang (900 –
1,000), RALS sudah tergolong murah, sehingga kalaupun dia tidak langsung naik
lagi dalam jangka pendek, yakni jika koreksi pasar masih berlanjut, tapi
sahamnya pada akhirnya tetap akan naik lagi, karena pasar juga tidak akan
selamanya turun terus. Sedangkan jika IHSG melanjutkan tradisinya untuk pulih
pada bulan Desember – Januari – Februari, maka tentu saja RALS juga akan lebih
cepat naiknya, dan dengan kenaikan yang juga signifikan.
PT Ramayana Lestari
Sentosa, Tbk
Rating Kinerja Q3
2019: AA
Rating Saham 1,000:
A
Untuk artikel minggu depan, silahkan anda pilih: 1. Cara membaca laporan keuangan perusahaan batubara, 2. Analisa terkait anjloknya kinerja sejumlah reksadana, termasuk bagaimana pengaruhnya terhadap IHSG dan/atau saham-saham tertentu, 3. Ciri-ciri saham multibagger, 4. Market outlook 2020, 5. Analisa saham tertentu seperti RALS ini (sebutkan nama sahamnya).
Ebook Rekomendasi Saham edisi Desember,
plus analisa window dressing dll sudah terbit! Dan anda bisa memperolehnya
disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio saham untuk
subscriber. Info telp/WA 0813-1482-2827 (Yanti).
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
Untuk artikel minggu depan request cara membaca laporan keuangan perusahaan batu baru.
Semoga bisa jadi insight yg positif..
- Market outlook 2020,
- Cara membaca laporan keuangan perusahaan batubara
Terima Kasih
Thanks
SAYA SUKA DENGAN ANALISA PAK TEGUH.
SAYA INGIN SEKALI PAK TEGUH MEMBAHAS DAN MEMPERHATIKAN "BBKP" SEKALI LAGI.
DIMANA KOOKMIN YANG KELAK AKAN MENGENDALIKAN BBKP.
SERTA MEMBACA LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN BATUBARA.