Kasus Jiwasraya & Bumiputera, dan Saham Gorengan
Suatu pagi, beberapa bulan lalu,
penulis lagi tidur-tiduran di rumah orang tua di Cirebon, ketika bel depan rumah berbunyi. Begitu saya buka pintu pagar, ternyata seorang ibu-ibu yang merupakan saudara jauh dimana saya masih ingat wajahnya, tapi lupa namanya.
Si ibu bertanya, ‘Bu haji ada?’ ‘Ada, silahkan masuk bu, sebentar saya panggilkan’.
Tak lama kemudian mama menemui si ibu, dan mereka ngobrol serius selama sekitar
15 menit. Setelah itu mama menemui penulis, ‘Guh, kamu ada uang sekian Rupiah
nggak?’ ‘Ada mah, buat apa?’ ‘Tadi itu ceuceu (lagi-lagi, saya lupa namanya),
bilang mau pinjem uang segitu buat biaya masuk kuliah anaknya. Harusnya ia gak
perlu pinjem karena udah punya polis yang sudah jatuh tempo di Bumiputera,
yang memang disiapkan untuk biaya kuliah itu, tapi ga tau kenapa petugasnya bilang
gak bisa dicairkan. Katanya harus ke Jakarta bla bla bla..’
***
Ebook Kumpulan
Analisa 30 Saham Pilihan edisi Kuartal III 2019 sudah terbit! Dan
anda bisa memperolehnya
disini. Info lebih lanjut, telp/whatsapp 0813-1482-2827 (Yanti).
***
Setelah itu penulis
buka m-banking untuk transfer, lalu balik lagi ke kamar untuk buka Google di
laptop, dan kata kunci yang saya ketik adalah ‘Bumiputera gagal bayar’. Daaan
ternyata, sudah ada banyak cerita tentang nasabah yang gagal mencairkan hak
mereka di Bumiputera, dengan nominal yang beragam, mulai dari belasan hingga ratusan juta Rupiah. Sedihnya, mayoritas dari mereka adalah pensiunan
yang bisa jadi sangat membutuhkan pencairan dana tersebut, karena hanya itulah
satu-satunya tabungan milik mereka. Termasuk saudara penulis diatas, dimana permasalahan Bumiputera ini hampir saja menyebabkan mereka gagal membawa anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Karena itulah,
penulis kemudian gali informasi lebih jauh, yang sayangnya gak bisa pake cara
yang biasa dengan bongkar-bongkar laporan keuangan dll, karena Bumiputera bukan
perusahaan Tbk. Tapi penulis sebelumnya memang sering mendengar bahwa ada sejumlah
perusahaan asuransi yang berinvestasi di saham-saham kecil gak jelas dan
kemudian rugi gak karu-karuan karena saham tersebut anjlok, atau terlibat
transaksi repo yang pembayarannya macet (Apa itu repo? Baca lagi penjelasannya
disini). Sebelumnya perlu diketahui bahwa karena perusahaan asuransi menerima dana setoran premi yang besar dari nasabahnya, maka mereka kemudian memutar/menginvestasikan dana tersebut di saham dll, dengan harapan diperoleh keuntungan. Sehingga ketika asuransi membayar klaim nasabahnya, maka masih ada sisa keuntungan bagi perusahaan.
Jadi bisa dibilang bahwa hampir semua perusahaan asuransi memiliki investasi di saham, baik itu secara langsung maupun melalui pihak ketiga (biasanya reksadana). Khusus Bumiputera, sejumlah sumber menyebutkan bahwa mereka pernah membeli saham PT Sugih Energy, Tbk (SUGI) senilai Rp250 milyar, dimana investasinya sekarang ini boleh dibilang rugi 100% karena saham SUGI itu jatuh sangat signifikan sebelum kemudian di-suspen oleh bursa, tanpa ada kejelasan kapan sahamnya akan kembali diperdagangkan (dan SUGI sendiri sudah setahunan ini belum merilis laporan keuangan). Pertanyaannya, kenapa kok manajer investasi di Bumiputera beli SUGI? Dan dengan jumlah yang sangat besar pula?? Well, entahlah, tapi penulis sejak tahun 2012 lalu bahkan sudah menyebut bahwa SUGI ini sama sekali tidak layak investasi, karena meski judulnya perusahaan minyak, namun SUGI sebenarnya cuma dijadikan ‘boneka’ oleh pemiliknya untuk meraup dana investor publik di BEI dengan cara right issue dll. Anda bisa baca lagi analisanya disini.
Jadi bisa dibilang bahwa hampir semua perusahaan asuransi memiliki investasi di saham, baik itu secara langsung maupun melalui pihak ketiga (biasanya reksadana). Khusus Bumiputera, sejumlah sumber menyebutkan bahwa mereka pernah membeli saham PT Sugih Energy, Tbk (SUGI) senilai Rp250 milyar, dimana investasinya sekarang ini boleh dibilang rugi 100% karena saham SUGI itu jatuh sangat signifikan sebelum kemudian di-suspen oleh bursa, tanpa ada kejelasan kapan sahamnya akan kembali diperdagangkan (dan SUGI sendiri sudah setahunan ini belum merilis laporan keuangan). Pertanyaannya, kenapa kok manajer investasi di Bumiputera beli SUGI? Dan dengan jumlah yang sangat besar pula?? Well, entahlah, tapi penulis sejak tahun 2012 lalu bahkan sudah menyebut bahwa SUGI ini sama sekali tidak layak investasi, karena meski judulnya perusahaan minyak, namun SUGI sebenarnya cuma dijadikan ‘boneka’ oleh pemiliknya untuk meraup dana investor publik di BEI dengan cara right issue dll. Anda bisa baca lagi analisanya disini.
Nah, jadi ketika
kemarin ramai berita bahwa Asuransi Jiwasraya juga gagal bayar klaim
nasabahnya, dan bahkan manajemennya meminta suntikan dana Rp32 trilyun dari
Pemerintah untuk mengatasi masalah gagal bayar tersebut, maka penulis sudah tidak lagi kaget.
Sebab seperti halnya
Bumiputera, Jiwasraya juga banyak berinvestasi di saham-saham yang perusahaannya
bermasalah, salah satunya Trada Maritime, yang sekarang berubah nama menjadi Trada
Alam Minera (TRAM), padahal sejak tahun 2015 lalu penulis juga sudah bilang
TRAM ini dangerous (baca lagi ulasannya
disini).
Jadi maksud penulis
adalah, kalau kita beli saham tertentu kemudian menderita kerugian karena
pasarnya turun, atau terjadi peristiwa/muncul sentimen negatif tertentu, atau
perusahaannya mengalami perubahan fundamental/penurunan kinerja di laporan
keuangan berikutnya, maka itu adalah bagian dari risiko berinvestasi di saham,
yang hanya bisa diminimalisir tapi tidak bisa kita hindari 100%. Dan kalaupun itu
terjadi maka yang rugi hanya diri kita sendiri, jadi gak bawa-bawa orang lain. Tapi
bagaimana kalau perusahaan asuransi yang bertanggung jawab atas dana senilai trilyunan Rupiah milik
orang banyak, malah menderita rugi karena entah
kenapa mereka membeli saham-saham gorengan? Apakah mungkin manajer investasi di Bumiputera dan Jiwasraya gak bisa baca laporan keuangan SUGI
dan TRAM, untuk kemudian mengetahui bahwa dilihat dari sisi manapun, kedua perusahaan tersebut tidak layak investasi??
Tapi kenyataannya,
itulah yang terjadi. Dan dalam hal ini besar kemungkinan bahwa Bumiputera dan
Jiwasraya tidak sendirian karena bisa jadi, masalahnya bukan hanya terletak di pihak
perusahaan asuransinya, tapi juga di saham gorengan itu sendiri. Seperti yang
pernah penulis bahas tentang
repo, pemilik perusahaan Tbk seringkali mencari dana dari investor,
termasuk investor institusi, dengan tawaran bunga, komisi, janji bahwa sahamnya
akan dikerek naik, atau semacamnya. Dan sebagai jaminan, si investor menerima
saham dari perusahaan Tbk tersebut. Yup, jadi modusnya kurang lebih sama
seperti Hanson International (MYRX) yang menerima setoran ‘deposito’ dari ‘nasabah’
dengan iming-iming bunga 9 – 12%, dan si nasabah kemudian menerima jaminan unit
properti yang dikatakan bernilai sama dengan nilai deposito tersebut plus
bunganya (baca lagi ceritanya
disini, baru aja minggu lalu). Nah, jadi kalau MYRX dengan skema seperti
itu bisa sukses meraup dana hingga Rp2.5 trilyun dari investor individual, lalu
apa susahnya mereka bagi mereka, atau perusahaan Tbk lainnya, untuk meraup dana
sebesar itu juga dari investor institusi seperti Bumiputera dan Jiwasraya??
Hanya saja kali ini skemanya lebih canggih, yakni pake repo saham (boleh anda
googling sendiri, misalnya dengan kata kunci ‘Jiwasraya repo’).
Namun masalahnya,
uang yang kemudian ditempatkan di saham-saham gorengan itu tentu saja bukan
milik Bumiputera itu sendiri, melainkan milik ratusan ribu hingga jutaan
nasabah yang mempercayakan dana mereka untuk dikelola. Yup, jadi ketika seorang oknum di Bumiputera/Jiwasraya bekerja sama dengan oknum bandar saham gorengan, maka bisa jadi
mereka berdua sama-sama untung, dengan jumlah keuntungan yang juga tidak
sedikit! Lantas yang dirugikan siapa?? Ya salah satunya saudara jauh penulis
tadi, yang saya sendiri gak bisa bayangkan seperti apa paniknya, karena yang
dipertaruhkan disini adalah masa depan putra mereka sendiri. Padahal tentu
saja, dia gak ngerti apa itu SUGI, atau apa itu TRAM.
Anyway, karena
alasan-alasan inilah, maka meski penulis sendiri punya sejumlah asuransi terutama yang
bersifat mandatory, seperti BPJS dan asuransi mobil, namun untuk keperluan tabungan
pendidikan anak dll, dana pensiun, dan tentunya investasi, maka akan jauh lebih baik
jika kita investasi saham sendiri. Karena meskipun juga tidak ada jaminan bahwa kita
pasti untung, tapi at least kita tahu bahwa kita gak akan beli
saham-saham gak jelas, ataupun ikut repo dari perusahaan yang gak jelas pula. Mengharapkan
OJK atau pemerintah menindak tegas kasus-kasus seperti ini juga sulit, karena
bisa dibilang polisinya cuma sedikit, sedangkan malingnya ada banyak. Sehingga
pada akhirnya, yang bisa diandalkan ya diri kita sendiri. What? Anda gak ngerti
cara berinvestasi saham? Ya belajar lah, bisa dengan baca-baca tulisan di blog ini,
yang jumlahnya sudah ratusan artikel sejak tahun 2010 lalu. Good luck!
Komentar
Oh bentar, man.city berarti dapat uang haram doang? :D
Alamat ga juara tahun ini.
Padahal yang ditelusuri kan harusnya keputusan kerjasama manajer investasi/direksinya dengan bandar (apalagi kalo statusnya BUMN, harus sesuai kaidah GCG mestinya. Bisa2nya masukin dana di TRAM)