Strategi Investasi Saat IHSG Jatuh

Jika penulis bertanya, siapa investor yang paling diuntungkan ketika pasar atau IHSG jatuh? Maka anda mungkin akan menjawab, investor yang pegang cash besar. Malah bagi investor yang pegang cash ini, semakin dalam penurunan IHSG, maka semakin besar keuntungan yang bisa mereka peroleh. Nah, tapi bagaimana kalau penulis bilang bahwa investor yang pegang cash belum tentu untung ketika harga-harga saham berjatuhan?

***

Jadwal Seminar Value Investing: Jakarta, Amaris Hotel Thamrin City, Sabtu, 26 Oktober 2019. Info selengkapnya baca disini, atau Whatsapp 0813-1482-2827 (Yanti). Tersedia diskon earlybird untuk peserta yang mendaftar sebelum tanggal 20 Oktober. Tersedia juga kelas advanced di hari minggu, 27 Oktober.

***

Maksud saya begini. Misalnya sekarang pasar sedang anjlok, dan kita sejak awal sudah pegang cash besar. Maka apakah itu artinya kita sudah untung? Posisi kita mungkin memang nggak nyangkut seperti investor lainnya yang masih pegang saham, tapi apakah kita sudah profit?

Kenyataannya adalah, seorang investor baru akan benar-benar untung besar ketika pasar turun, dan ia membelanjakan cash tersebut sebelum pasar kemudian naik kembali!

Tapi kebanyakan orang tidak akan berani belanja ketika pasar sedang panik. Mereka biasanya baru akan belanja ketika pasar sudah naik lagi, yakni ketika kepanikan sudah mereda. Masalahnya, jika seperti itu kejadiannya, maka investor yang pegang cash ini tidak lagi membeli saham pada harga terendahnya, melainkan pada harga yang sama tingginya dengan harga beli investor lain yang nyangkut tadi. Sehingga keuntungan yang diperoleh pada akhirnya sama saja dengan investor lain yang sempat nyangkut dan mampu bertahan/tidak cut loss hingga akhirnya pasar pulih kembali.

Dua Strategi

Sehingga terkait judul diatas, ‘Strategi investasi saat IHSG jatuh’, maka ada dua langkah strategi yang harus dilakukan investor. Pertama, menyiapkan cash sebelum IHSG jatuh, dan kedua, membelanjakan cash tersebut ketika IHSG jatuh. Kedua strategi diatas adalah saling melengkapi, dimana jika anda tidak melakukan strategi pertama, maka anda tidak akan bisa menerapkan strategi kedua, karena bagaimana mungkin anda bisa belanja jika duitnya tidak ada? Sedangkan tanpa menerapkan strategi kedua, maka strategi pertama akan jadi percuma. Okay, kita mulai dari strategi pertama dulu, menyiapkan cash.

Nah, terkait ‘menyiapkan payung sebelum hujan’ ini, sebagian dari anda mungkin berpikir bahwa itu artinya kita harus bisa memprediksi kapan IHSG akan turun, dan seberapa dalam penurunannya. Namun penulis sudah berkali-kali menyampaikan di banyak tulisan bahwa dua hal itu tidak bisa diprediksi.

Tapi memang ada sejumlah tanda-tanda yang bisa kita perhatikan, sebelum kemudian menyimpulkan bahwa memang sebaiknya kita minggir dulu (baca: jualan). Dan pertanda yang paling jelas adalah satu hal ini: Kita tahu bahwa berdasarkan kaidah value investing, sebuah saham harus memenuhi setidaknya tiga kriteria agar layak invest, yakni 1. Berfundamental bagus, 2. Valuasinya, berdasarkan kualitas fundamentalnya tadi, terbilang murah, dan 3. Prospeknya cerah. Nah, jika kita berada dalam kondisi dimana kita kesulitan menemukan saham yang memenuhi tiga kriteria diatas (misalnya karena saham-saham yang bagus udah pada naik banyak sehingga valuasinya jadi mahal, sedangkan saham yang masih murah kinerjanya memang jelek), termasuk saham yang kita pegang juga sudah naik banyak sehingga valuasinya tidak murah lagi, maka ketika itulah penulis biasanya menyimpulkan bahwa cepat atau lambat pasar akan turun, dan mulai jualan. Dan meski dalam hal ini kita tetap tidak bisa memperoleh kesimpulan soal kapan pasar akan turun (tadi hanya disebutkan, cepat atau lambat), tapi adalah juga tidak logis jika kita tetap memaksakan membeli saham yang sejatinya belum layak buy bukan? Yakni jika saham tersebut fundamentalnya tidak cukup bagus, atau fundamentalnya bagus tapi valuasinya masih tanggung.

Kemudian, karena ketika artikel ini ditulis, pasar sudah turun, maka penulis asumsikan anda sudah pegang cash, sehingga kita bisa ke strategi kedua: Belanja. Sekali lagi, anda mungkin berpikir bahwa strategi kedua ini adalah berarti kita harus memprediksi, apakah penurunan IHSG sudah mencapai titik terendahnya atau belum? Tapi sebenarnya kunci utamanya masih sama dengan strategi menyiapkan cash diatas, yakni: Jika pasar sudah turun hingga titik tertentu dimana kita bisa menemukan banyak saham yang memenuhi tiga kriteria diatas, misalnya saham-saham incaran kita sebelumnya sudah turun ke level harga undervalue-nya, maka itulah saatnya untuk belanja! Plus satu lagi: Pasar memang sudah panik, dan anda akan bisa merasakan kalau pasar panik. Masalahnya ketika pasar panik, maka kita juga biasanya akan ikut panik dan alhasil nggak berani menerapkan strategi kedua, yakni membelanjakan cash yang sudah disiapkan sebelumnya, malah bisa jadi saham yang masih dipegang justru dijual, misalnya karena beredar berita negatif tentang resesi bla bla bla.

Karena itulah, kunci terpenting agar seorang investor bisa menerapkan dua strategi diatas, dan kemudian mampu memanfaatkan penurunan pasar untuk justru memaksimalkan profit, adalah si investor tadi harus sudah pernah mengalami penurunan IHSG itu sendiri sebelumnya, minimal sebanyak satu kali. Pada pengalaman pertama menghadapi koreksi ini, seorang investor hampir pasti akan rugi karena itu tadi: Ketika pasar panik, maka ia akan ikut panik, dan jadinya takut untuk belanja. Sebenarnya masih mending kalau kita pegang cash lalu gak berani belanja ketika pasar turun. Dalam banyak kasus, investor yang masih pegang saham justru cut loss ketika IHSG turun. Sehingga ketika pasar kemudian naik lagi, dia sudah tidak pegang barang.

Namun bagi mereka yang sukses bertahan di 'pengalaman pertama' ini, maka ia akan belajar bahwa, ternyata semua berita jelek yang muncul ketika IHSG jeblok, itu akan menghilang dengan sendirinya ketika IHSG kemudian naik lagi. Dan jika pada peristiwa koreksi selanjutnya ia sudah bisa menerapkan dua strategi diatas, maka itu sudah sangat bagus sekali.

Strategi Untuk Memaksimalkan Keuntungan

Sekarang, let say anda sudah cukup berpengalaman/sudah pernah menghadapi koreksi pasar sebelumnya, dan dalam kondisi IHSG yang sudah turun seperti sekarang (ketika artikel ini diposting, IHSG berada di 6,000-an, turun dari posisi tertingginya 6,500-an), anda sudah menyiapkan cash. Lalu selanjutnya bagaimana? Karena kalaupun kita belanja sekarang, maka gak ada jaminan bahwa pasar tidak akan turun lebih dalam lagi bukan?

Nah, dalam hal ini, perlu diingat bahwa ultimate goal dari seorang investor bukanlah menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya, namun untuk beat the market, alias membukukan kinerja diatas kinerja IHSG dalam setahun (dan itu juga bukan goal yang mudah, contohnya lihat saja kinerja reksadana). Maksud penulis begini: Ketika artikel ini ditulis, IHSG berada di posisi 6,106, dan katakanlah sampai akhir tahun nanti IHSG akan ditutup di posisi 6,106 tersebut. Karena posisi IHSG pada awal tahun adalah 6,194, maka kinerja IHSG untuk tahun 2019 adalah -1.4%. Tapi ingat bahwa sepanjang tahun 2019 ini, IHSG pernah naik sampai 6,536, dan sebaliknya turun sampai 5,827. Jadi jika anda katakanlah jualan ketika IHSG berada di 6,400-an (gak harus persis posisi tertingginya), dan belanja ketika IHSG berada di 5,900-an (sekali lagi, gak harus persis posisi terendahnya), maka bisa dibayangkan berapa keuntungan yang diperoleh, yang pasti jauh diatas kinerja IHSG yang -1.4% tadi. Contoh lebih gampang, katakanlah anda awal tahun 2009 beli Bank BNI (BBNI) di 7,000-an, lalu profit taking dari BBNI ini di harga 9,000-an (ketika IHSG di 6,400-an, bulan April, dan karena BBNI di harga segitu sudah tidak murah), lalu masuk lagi di harga 6,500-an (karena harga segitu sudah murah lagi), dan menjelang akhir tahun BBNI naik lagi. Maka berapa total keuntungannya? Sekitar 20 - 30% bukan? Dan itu tentu saja sangat baik dibanding kinerja IHSG yang hanya -1.4%.

Dalam sepuluh tahun terakhi, saham ini sudah naik total 10 kali lipat, tapi anda bahkan bisa dapet profit lebih besar lagi dari saham yang sama, jika bisa menerapkan 'strategi saat IHSG jatuh'

Tapi bagaimana jika setelah anda belanja ketika IHSG di 5,900-an, selanjutnya IHSG malah turun lagi? Termasuk BBNI yang sudah saya beli di 6,500 juga turun lagi, sedangkan cash sudah habis? Ya kalau demikian maka profitnya (ingat sebelumnya anda sudah profit taking dari BBNI ini) memang jadi lebih kecil, mungkin cuma 10%, tapi itu tetap saja jauh lebih baik dibanding kinerja IHSG yang minus 5 - 10% (jadi selisihnya 15 - 20%). Dan ketika in the end pasar pulih lagi (dan pasar pasti akan pulih lagi), maka saham anda juga akan kembali naik banyak.

Kesimpulannya, jika anda bisa menerapkan strategi 'siapkan payung sebelum hujan', dan 'membuka payung tersebut ketika hujan sudah turun', maka anda akan memperoleh hadiahnya: Keuntungan yang maksimal, dalam hal dibanding kinerja IHSG. Dan kalau anda bisa konsisten memperoleh selisih profit 10 - 20% saja dibanding IHSG setiap tahunnya, maka dalam jangka panjang, hasil akumulasinya akan luar biasa. However, seperti yang disebut diatas, untuk bisa menerapkan strategi yang pada intinya memanfaatkan fluktuasi pasar ini, itu tidak mudah, karena mayoritas investor akan bertindak berdasarkan kondisi psikologis mereka sesuai kondisi pasar (euforia ketika pasar naik, dan panik ketika pasar turun), dan bukan berdasarkan konsep dasar value investing untuk membeli saham murah (dimana jumlahnya akan ada banyak ketika pasar turun), dan menjual saham mahal (dimana jumlahnya akan ada banyak ketika pasar naik).

Namun seperti yang juga disebut diatas, dalam hal ini yang diperlukan hanyalah pengalaman saja, dimana meski pada tahun-tahun awal anda akan merasa 'dihajar' setiap kali terjadi koreksi pasar, tapi nanti anda akan sampai pada satu titik dimana anda akan memandang koreksi pasar sebagai berkah alih-alih musibah, yakni berkah untuk memaksimalkan kinerja portofolio dibanding kinerja Mr. Market itu sendiri, melalui dua strategi diatas.

Pertanyaannya sekarang, ketika anda membaca artikel ini, bagaimana posisi porto anda? Berapa banyak cash yang anda pegang? Dan bagaimana rencana selanjutnya?

***

Buku Analisis 30 Saham Pilihan (‘Ebook Investment Planning’) edisi terbaru, yakni edisi Kuartal III 2019 akan terbit tanggal 8 November mendatang. Anda bisa memperolehnya disini, tersedia diskon preorder bagi yang memesan sebelum tanggal 8 November.

Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Instagram

Komentar

Irfan Hadi N mengatakan…
Terima kasih pak Teguh, artikel-artikel yang disajikan sangat menginspirasi
ian mengatakan…
saham tinggal 50%. sudah mendekati akhir tahun mulai masuk lagi ke big cap, menunggu window dressing. tahun ini portofolio sudah 6% jadi sudah ok

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Saham BBRI Anjlok Lagi! Waktunya Buy? or Bye?