Prospek PTPP: Pemegang Proyek Konstruksi Terbanyak di Wilayah Indonesia Tengah, dan Timur
Pada ulasan minggu lalu, kita
sudah membahas bahwa salah satu sektor yang diuntungkan dengan adanya
pemindahan ibukota RI dari Jakarta ke Kalimantan Timur adalah konstruksi,
dimana pada lokasi ibukota yang baru tentunya akan dibangun sejumlah gedung
perkantoran, kawasan residensial, hingga infrastruktur pendukungnya. Dan karena
salah satu tujuan dari pemindahan ibukota itu adalah agar pembangunan ekonomi
menjadi lebih merata/tidak lagi hanya terpusat di Jawa dan/atau Wilayah
Indonesia Barat pada umumnya, maka hingga beberapa tahun hingga beberapa dekade
kedepan, yang akan dibangun bukan hanya lokasi ibukota itu sendiri, tapi juga
Wilayah Indonesia Tengah (WITA) dan Wilayah Indonesia Timur (WIT) secara
keseluruhan.
***
Buku Analisa IHSG, Strategi
Investasi, dan Stockpick Saham (Ebook Market Planning) edisi September 2019 sudah
terbit! Anda bisa memperolehnya
disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio dll untuk
subscriber selama masa berlangganan.
Jadwal Value Investing Private
Class: Jakarta,
APL Tower Central Park, Sabtu/Minggu 28/29 September 2019. Info
selengkapnya baca
disini.
***
Pertanyaannya kemudian, emiten
konstruksi mana yang bakal dapet banyak proyek? Ya kalau berkaca pada
pengalaman sejak 2014, maka harusnya BUMN lagi. Okay, lalu BUMN yang mana? Nah,
penulis iseng-iseng mengecek daftar proyek yang dipegang oleh beberapa BUMN
konstruksi seperti Adhi Karya (ADHI), Pembangunan Perumahan (PTPP), Wijaya
Karya (WIKA), dan Waskita Karya (WSKT), beserta anak-anak usaha mereka (WEGE,
WSBP, WTON, PPRE, dst). Dan ternyata, PTPP sejak awal adalah pemilik proyek
pembangunan infrastruktur terbanyak di WITA dan WIT, dalam hal ini di
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, hingga Papua (selain juga di Jawa
dan Sumatera), dan rata-rata dari kesemua proyek tersebut berjalan lancar
sesuai rencana (ada beberapa proyek yang belum selesai sesuai deadline yang
direncanakan sebelumnya, tapi tidak ada yang sampai mangkrak).
Jadi apakah PTPP ini bagus? Well,
seperti biasa mari kita pelajari dulu perusahaannya sedari awal, dan kebetulan
penulis memang belum pernah membahas PTPP ini secara terbuka sejak dulu
sahamnya IPO tahun 2010. Okay, here we go.
PT Pembangunan Perumahan
(Persero), Tbk adalah salah satu perusahaan konstruksi tertua di Indonesia yang
berdiri tahun 1953, ketika itu dengan nama NV PP, dengan proyek pertamanya
adalah membangun komplek perumahan untuk direksi dan karyawan PT Semen Gresik
(yang sekarang menjadi PT Semen Indonesia, Tbk), di Gresik, Jawa Timur. Tahun
1991, perusahaan melakukan diversifikasi ke sektor properti dengan menjadi
developer (tidak lagi hanya sebagai kontraktor) perumahan di Cibubur, Jawa
Barat. Namun milestone terbesar bagi perusahaan terjadi di tahun 2010,
dimana setelah menggelar IPO di tahun tersebut, di tahun-tahun berikutnya PTPP melakukan
sejumlah pengembangan usaha penting:
- Spin off unit usaha properti menjadi anak usaha, dengan nama PT PP Properti, Tbk (PPRO),
- Diversifikasi ke segmen engineering, procurement, and construction (EPC) dengan proyek pertama membangun pembangkit listrik di Talang Duku, Sumatera Selatan,
- Akuisisi sebuah perusahaan beton precast, yang namanya kemudian diubah menjadi PT PP Pracetak,
- Akuisisi perusahaan alat-alat konstruksi (untuk disewakan ke perusahaan konstruksi lain, atau untuk digunakan sendiri), yang namanya kemudian diubah menjadi PT PP Presisi, Tbk (PPRE),
- Spin off dua unit usaha menjadi dua anak usaha terpisah, yakni PT PP Energi yang bergerak di bidang pembangkit listrik serta minyak dan gas, dan PT PP Infrastruktur, yang bergerak di bidang pengelolaan jalan tol, bandara, pelabuhan, kawasan industri, hingga pengelolaan air bersih.
Kesemua ekspansi diatas dibiayai
dengan kombinasi dari IPO, IPO anak usaha, right issue, hingga penerbitan surat
utang. Dan alhasil, jika pada Juli 2009 lalu (sebelum IPO) PTPP hanya memiliki
dua segmen usaha (konstruksi, dan developer properti) dengan total aset Rp3.6
trilyun, dan ekuitas Rp406 milyar, maka pada hari ini, atau genap 10 tahun
kemudian, nilai aset perusahaan sudah melompat menjadi Rp53.5 trilyun, dan
ekuitas Rp12.8 trilyun, dengan setidaknya tujuh segmen usaha yang saling mendukung/terintegrasi
satu sama lain (konstruksi, developer properti, pengelolaan infrastruktur,
energi, EPC, beton precast, dan alat-alat konstruksi sipil). Laba bersih
perusahaan juga tentunya melonjak tajam, dari hanya Rp121 milyar di tahun 2008,
menjadi Rp1.5 trilyun di tahun 2018. Dalam 10 tahun terakhir, PTPP telah mengerjakan
dan menyelesaikan lebih banyak proyek konstruksi, termasuk yang besar-besar
seperti pembangunan bandara dan jalan tol, dibanding seluruh proyek konstruksi yang
pernah digarap perusahaan selama lebih dari 50 tahun sebelumnya. PTPP bahkan
punya lembaga pendidikannya sendiri dengan nama PP University, yang secara
khusus mendidik karyawan (dan calon karyawan) perusahaan tentang usaha konstruksi
dan segala tetek bengeknya.
Nah, sebenarnya dalam hal mengalami
lompatan pertumbuhan dalam 10 tahun terakhir, maka PTPP tidaklah sendirian,
karena BUMN konstruksi lainnya seperti WSKT, WIKA, dan ADHI juga sama melompat
dalam hal total aset, ekuitas, serta laba, seiring dengan dikebutnya
pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah. Namun seperti yang disebut diatas,
PTPP memiliki banyak ongoing project di WITA dan WIT, dengan detailnya
sebagai berikut, dimana datanya diperoleh dari laporan keuangan PTPP per
Kuartal II 2019. Sebelumnya perlu dicatat bahwa proyek yang penulis tampilkan
disini hanya yang nilainya besar, dalam hal ini diatas Rp500 milyar. Selain
mengerjakan banyak proyek di WITA dan WIT, PTPP juga masih memegang lebih dari seratus
proyek lainnya di Jawa dan Sumatera.
Nama Proyek
|
Lokasi
|
Nilai Kontrak (Milyar Rp)
|
Kilang Minyak PT Pertamina
|
Balikpapan, Kalimantan Timur
|
10,584
|
Jalan Tol Manado - Bitung
|
Manado, Sulawesi Utara
|
2,879
|
Makassar New Port
|
Makassar, Sulawesi Selatan
|
2,499
|
Pantai Sisi Barat, Bandara Ngurah Rai
|
Badung, Bali
|
1,361
|
Stadion Utama Papua
|
Jayapura, Papua
|
1,266
|
Mobile Power Plant, Package 1
|
Sorong, Merauke, Timika (Papua)
|
1,218
|
Bandara Syamsudin Noor
|
Samarinda, Kalimantan Timur
|
1,066
|
Makassar New Port, Paket B
|
Makassar, Sulawesi Selatan
|
1,018
|
Bendungan Way Apu
|
Buru, Maluku
|
972
|
Bendungan Manikin
|
Kupang, Nusa Tenggara Timur
|
823
|
Jalan Tol Balikpapan - Samarinda
|
Balikpapan, Kalimantan Timur
|
771
|
Bendungan Lolak
|
Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara
|
756
|
Bendungan Lolak, Paket II
|
Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara
|
746
|
Jembatan Teluk Kendari
|
Kendari, Sulawesi Tenggara
|
728
|
Bendungan Tamblang
|
Buleleng, Bali
|
700
|
Mobile Power Plant, Package 2
|
Biak, Nabire, Manokwari (Papua)
|
667
|
Selain proyek berjalan diatas,
PTPP sebelumnya juga sudah menyelesaikan pembangunan Jembatan Holtekam dan pembangkit
listrik mobile power plant di Jayapura, dan MPP di Kendari. Dan untuk kontrak
yang baru diperoleh, maka dari nilai perolehan kontrak anyar sepanjang Januari –
Juni 2019 senilai Rp14.8 trilyun, maka sejumlah proyek terbesarnya adalah juga
berlokasi di WITA dan WIT, seperti lanjutan pembangunan kilang minyak di
Balikpapan (Rp5.9 trilyun), smelter nikel di Kolaka, Sulawesi Tenggara (Rp700
milyar), dan Kereta Api Makassar – Parepare (Rp450 milyar).
Jadi kesimpulannya? Yup, dalam hal
banyaknya proyek yang sudah selesai, yang sedang berjalan, dan yang akan
datang, maka PTPP adalah penguasa di Wilayah Indonesia Tengah dan Timur. Selain
konstruksi, PTPP juga memiliki saham di Jalan Tol Balikpapan – Samarinda, Jalan
Tol Manado – Bitung, dan Kereta Api Makassar – Parepare, masing-masing sebanyak
15%. Sehingga kalau kedepannya pemerintah lebih gencar lagi membangun infrastruktur
di ibukota baru khususnya, dan WITA dan WIT pada umumnya, maka normalnya
PTPP-lah yang akan ditunjuk, karena track record-nya sudah jelas. Dan
fakta bahwa PTPP saat ini adalah BUMN konstruksi terbesar ketiga dari sisi
aset, yakni setelah WSKT dan WIKA, juga menunjukkan bahwa perusahaan masih
punya ruang yang lebar untuk bertumbuh lebih lanjut.
Pemandangan Jembatan Holtekam di Jayapura, Papua, ketika masih dalam tahap konstruksi, yang merupakan salah satu karya monumental PTPP di Wilayah Indonesia Timur. |
Anyway, kesemua ulasan diatas
adalah jika kita berbicara untuk jangka panjang, karena realisasi percepatan pembangunan
infrastruktur di Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua tentunya akan butuh waktu
lebih lama dari sekedar 1 – 2 tahun, demikian pula proses pemindahan ibukota
akan butuh waktu setidaknya hingga 10 tahun kedepan. Disisi lain pergerakan
saham-saham konstruksi, termasuk PTPP, terbilang sangat fluktuatif dalam jangka
waktu yang lebih pendek, biasanya kalau ada sentimen negatif (jadi sahamnya kurang
aman untuk jangka panjang). Termasuk saham PTPP pada tahun 2018 kemarin juga
turun banyak karena adanya kekhawatiran bahwa kalau capres petahana kalah pada
Pilpres di tahun 2019-nya, maka pembangunan infrastruktur akan berhenti.
Dan meski sekarang ini
kekhawatiran terkait Pilpres itu sudah mereda, tapi toh PTPP dan juga saham-saham
konstruksi lainnya belum masih kemana-mana lagi. Nevertheless, jika kita
melihat fakta di lapangan, maka tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan infrastruktur
itu masih terus dikebut. Termasuk megaproyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung,
yang sempat ditunda karena lokasi proyeknya berhimpitan dengan proyek Cikampek
Elevated Toll Road, dan LRT Cawang – Bekasi, sejak beberapa bulan
lalu juga sudah mulai digarap (oleh WIKA). Lalu terkait kinerja perusahaan,
maka PTPP masih membukukan kenaikan pendapatan 12.8% pada Q2 2019 kemarin,
sehingga meski labanya turun namun masih berpeluang untuk berbalik naik pada
akhir tahun. Untuk perolehan kontrak anyar, manajemen juga masih optimis akan
meraih kontrak senilai Rp50 trilyun di tahun 2019 ini, atau kembali meningkat
dibanding Rp43 trilyun di tahun 2018.
Nah, jadi ketika sahamnya belum
kemana-mana, maka artinya itu justru peluang. Dan kebetulan, pada harga Rp1,790
per saham, PBV PTPP hanya 0.9 kali, clearly undervalue untuk sebuah
perusahaan dengan track record fundamental positif, sahamnya cukup populer dan
likuid, dan dengan prospek jangka panjang yang menarik. Sebenarnya kalau
berkaca pada pengalaman tahun 2018 kemarin, dimana PTPP sempat terus turun
sampai mentok di 1,330 (PBV 0.6 kali) lalu baru kemudian naik lagi, maka kalau pasar
nanti kumat lagi seperti di tahun 2018 tersebut (waktu itu IHSG turun sampai 5,700-an), maka pasar bisa saja men-diskon
PTPP lebih lanjut. Namun demikian kalau kita bisa melihat
agak jauh kedepan, maka reward yang ditawarkan PTPP tentu terlalu
menarik untuk dilewatkan, terutama karena proyek pemindahan ibukota RI, yang
notabene merupakan peristiwa bersejarah, normalnya tidak akan langsung
dilupakan orang begitu saja, melainkan akan terus dibicarakan tidak hanya oleh
investor saham, tapi juga masyarakat umum. Dan itu artinya, ada juga
kemungkinan PTPP bakal menjadi APLN selanjutnya, if you know what I mean.
PT Pembangunan Perumahan (Persero),
Tbk
Rating Kinerja First Half 2019:
BBB
Rating valuasi saham pada 1,790:
A
Disclosure: Ketika analisa ini diposting,
Avere sedang dalam posisi memegang PTPP di harga 1,840. Posisi ini bisa berubah
setiap saat tanpa pemberitahuan sebelumnya.
***
Buku Analisa IHSG, Strategi
Investasi, dan Stockpick Saham (Ebook Market Planning) edisi September 2019 sudah
terbit! Anda bisa memperolehnya
disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio dll untuk
subscriber selama masa berlangganan.
Jadwal Value Investing Private
Class: Jakarta,
APL Tower Central Park, Sabtu/Minggu 28/29 September 2019. Info
selengkapnya baca
disini.
Komentar
Terima Kasih