Bagi Value Investor, Profit Itu Nomor Dua. Nomor Satunya Adalah..

Minggu lalu, tepatnya tanggal 30 Agustus 2019, Warren Buffett merayakan ulang tahunnya yang ke-89. Usia yang tidak lagi muda, tentu saja, namun tetap belum ada tanda-tanda bahwa ia akan pensiun dari posisinya sebagai chairman Berkshire Hathaway, dan juga sebagai investor itu sendiri. Tidak hanya itu: Sepanjang hidupnya, Buffett hampir tidak pernah menderita sakit, kecuali di tahun 2012 dimana ia sempat divonis memiliki gejala kanker prostat, tapi setelah itu ia kembali sehat dan bekerja seperti biasa hingga hari ini.

***

Buku Analisa IHSG, Strategi Investasi, dan Stockpick Saham (Ebook Market Planning) edisi September 2019 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio dll untuk subscriber selama masa berlangganan.

Jadwal Value Investing Private Class: Jakarta, APL Tower Central Park, Minggu 29 September 2019. Info selengkapnya baca disini.

***

Namun yang lebih luar biasanya lagi adalah, gaya hidup Buffett sejatinya sangat jauh dari apa yang disarankan oleh para pakar kesehatan. Buffett tidak menyukai sayuran seperti katakanlah brokoli, tapi ia rutin mengkonsumsi junk food seperti burger McDonald’s, es krim sundae dari Dairy Queen, hingga kue coklat kacang dari See’s Candies. Dan Buffett jarang minum air putih, instead ia meminum setidaknya lima botol Coca-Cola setiap harinya. Fakta bahwa Coca-Cola berkontribusi terhadap sekian puluh ribu kematian di Amerika Serikat setiap tahunnya karena penyakit jantung, diabetes, hingga kanker, menyebabkan orang awam menjadi bertanya-tanya: Apa yang membuat Buffett bisa tetap sehat walafiat??

Disisi lain, menjadi investor saham itu tampak seperti pekerjaan yang paling bikin stress yang pernah ada di dunia. Penulis sering sekali menerima pertanyaan, saya beli saham A di harga sekian, tapi sekarang sahamnya turun, kenapa bisa begitu? Apa yang harus saya lakukan? Atau semacamnya. Tidak hanya bagi investor pemula, investor yang sudah pengalaman sekalipun sering mengalami tekanan psikologis karena hal-hal seperti beli saham lalu besoknya saham itu turun, atau jual saham lalu besoknya saham itu naik, atau menjadi pusing sendiri sampai gak bisa tidur karena IHSG turun dan alhasil semua sahamnya ikut turun. Dalam banyak kasus, tekanan psikologis seperti itulah yang kemudian menjadi pemicu penyakit tertentu, yang pada akhirnya membuat seseorang tidak bisa mencapai usia 80-an seperti Buffett, atau berumur panjang tapi sakit-sakitan.

Jadi bagaimana bisa Warren Buffett, yang memiliki pola makan yang tidak sehat, yang hampir sepanjang hidupnya menjalani satu pekerjaan yang sangat bikin stress, tidak hanya berusia panjang, tapi juga senantiasa sehat dan tetap bisa beraktivitas produktif sampai sekarang?

Gorat's Steakhouse di Omaha, Nebraska, Amerika Serikat, yang merupakan restoran favorit Warren Buffett sejak dulu sampai sekarang. Sumber gambar: CNBC.com

Whatever Doesn’t Kill You, Makes You Stronger

Tapi bagaimana jika penulis bilang, justru karena Buffett adalah seorang investor, maka ia bisa memiliki usia panjang? Yup! Karena coba pikir: Ketika anda merasa takut, deg-degan ketika membeli saham, atau panik ketika saham anda turun, maka itu sangat manusiawi. Karena tidak ada seorangpun di dunia ini, entah itu investor atau bukan, yang suka merugi atau kehilangan sejumlah uang. Dan jangankan rugi, kadang hanya meraih profit Rp1,000 ketika kita seharusnya bisa profit Rp2,000 seandainya kita beli saham itu lebih banyak, juga bisa bikin nyesek (karena serakah). Demikian pula ketika anda hold sebuah saham selama tiga hari tapi dia gak naik-naik juga, maka anda mungkin akan mulai merasa jengkel, karena tidak sabar menunggu dia naik.

Tapi sebenarnya yang mengalami hal-hal diatas bukan cuma investor, melainkan sekali lagi orang yang bukan investor juga mengalaminya dalam kehidupan sehari-hari. You see, penulis sendiri pernah beli suatu barang pada harga sekian, tapi kemudian saya baru tahu kalau toko lain juga menjual barang yang persis sama pada harga yang lebih murah, sehingga saya jadi seperti kehilangan sejumlah uang, dan itu rasanya nggak enak. Kemudian pernah ada teman yang curhat bahwa ia harusnya bisa dapet uang lebih banyak andaikan usahanya tidak diganggu masalah ini dan itu. Dan jangan tanya pula soal sabar: Kalau misalnya anda harus mengantri panjang menunggu diperiksa dokter di rumah sakit ketika anda seharusnya bisa bekerja di kantor atau beristirahat tidur-tiduran di rumah, maka itu juga rasanya nggak enak bukan??

Namun berbeda dengan orang awam yang tidak setiap hari mengalami peristiwa-peristiwa yang ‘menguji kesabaran’, maka investor saham seperti dipaksa untuk merasakan panik, serakah, dan juga dipaksa untuk sabar setiap hari, setiap saat! Alhasil, tidak semua orang bisa cukup ‘kuat’ untuk menjadi seorang investor. Tapi bagi mereka yang mampu bertahan, maka mereka akan sampai pada satu titik dimana mereka akan mati rasa, yakni karena sudah saking terbiasanya dengan semua tekanan psikologis tadi. Pada titik ini, seorang investor tidak akan lagi merasa kesal ketika ia harus cut loss, tapi juga tetap bersikap biasa-biasa saja ketika ia profit besar dari saham tertentu. Dan ketika pasar euforia membicarakan ‘saham-saham terbang’, maka ia memilih untuk duduk menyendiri, untuk fokus menganalisa saham-saham yang akan ia ambil, dan kemudian tidur nyenyak di malam hari karena ia tahu persis tentang perusahaan yang sahamnya ia beli.

Nah, jadi balik lagi ke Warren Buffett. Seperti yang kita ketahui, Buffett sudah membeli saham sejak ia berusia 11 tahun. Maka, sejak saat itu pula ia sudah mulai menghadapi tekanan-tekanan psikologis sebagai investor. Jadi sekitar 20 tahun kemudian, yakni pada usia 30-an, Buffett sudah mengalami kondisi ‘mati rasa’ itu tadi, dan sudah menguasai setidaknya tiga ilmu tingkat tinggi: Ikhlas (tidak mudah panik, dan juga tidak jengkel ketika menderita rugi), bersyukur (tidak serakah), dan tentunya, sabar. Dari tiga ilmu inilah, Buffett kemudian menjadi seperti yang kita kenal sekarang ini: Memiliki gaya hidup sederhana bahkan untuk ukuran American middle-class (sedangkan ia adalah seorang billionaire), hanya punya satu rumah itu saja yang ia tempati sejak tahun 1950-an, mengendarai satu mobil yang itu-itu saja, always happy, rendah hati (jarang mau berbicara soal kesuksesannya, lebih suka bicara tentang kesalahan-kesalahan investasi yang pernah ia lakukan), jarang mengkritik investor atau trader saham lainnya, banyak beramal, dan ia mengelola Berkshire Hathaway dengan cara-cara yang baik, dimana ia tidak pernah melakukan hostile takeover atau semacamnya. Seperti yang pernah penulis sampaikan disini, kita sebenarnya bisa belajar banyak dari Warren Buffett tidak hanya dari metode serta filosofinya dalam berinvestasi, tapi juga dari kehidupan sehari-harinya sebagai manusia biasa pada umumnya.

Dan salah satu ilmu yang juga bisa kita pelajari adalah, jika anda hendak sehat dan panjang umur seperti Warren Buffett, maka jadilah pribadi yang happy, yang tidak mengalami stress atau overthinking, yang senantiasa ikhlas dan bersyukur. Caranya? Ya dengan menjadi investor saham! Bisa dibilang bahwa segala tekanan psikologis yang anda alami di tahun-tahun awal sebagai investor, akan menjadi semacam vaksin imunisasi, yang justru akan membuat anda lebih kuat dalam menghadapi tekanan psikologis seperti itu di masa yang akan datang. Dan kalau anda kelak sudah bisa bersikap biasa-biasa saja ketika rugi sekian milyar Rupiah, misalnya, maka bagaimana mungkin hal-hal kecil lainnya seperti terjebak kemacetan ketika pulang kantor bisa membuat anda stress? Ponakan penulis sendiri pernah memberikan satu testimoni, ‘Om Teguh itu gak pernah cemberut, pokoknya kalau ketemu pasti senyuuuum terus 😄 dan selalu kasih jajan. Gak kaya nenek, papa, atau mama, yang kadang begitu masuk rumah aja udah terasa aura nggak enaknya’.

Nah, jadi buat temen-temen yang masih belum mulai brerinvestasi di saham, maka biar penulis sampaikan satu hal: Tujuan kita berinvestasi di saham memang untuk meraih keuntungan, tapi sebenarnya masih ada satu tujuan yang lebih penting lagi, yakni agar kita bisa belajar banyak untuk menjadi pribadi yang happy, yang tidak mudah stress, dimana itu pada akhirnya akan membantu kita untuk senantiasa hidup sehat, dan insya Allah panjang umur.

Namun untuk mencapai itu semua, maka kita harus memulainya dari sekarang juga, karena perjalanannya akan sangat panjang dimana pada tahun-tahun awal anda justru akan mengalami sebaliknya: Stress setiap hari, jantungan setiap saat, hingga nggak bisa tidur. Anyway, buat temen-temen yang sudah cukup berpengalaman sebagai investor, maka mungkin bisa share tentang bagaimana ‘transformasi’ anda dari yang tadinya serba nggak sabaran, menjadi investor yang lebih santai seperti sekarang. Anda bisa menulisnya melalui kolom komentar dibawah.

***

Buku Analisa IHSG, Strategi Investasi, dan Stockpick Saham (Ebook Market Planning) edisi September 2019 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio dll untuk subscriber selama masa berlangganan.

Jadwal Value Investing Private Class: Jakarta, APL Tower Central Park, Minggu 29 September 2019. Info selengkapnya baca disini.

Dapatkan informasi, motivasi, dan tips-tips investasi saham melalui akun Instagram Teguh Hidayat, klik 'View on Instagram' berikut ini: Instagram

Komentar

Untouchable Investor mengatakan…
Dulu pertama kali kenal saham langsung jadi trader, beli saham yang lagi banyak diperbincangkan orang. Bulan pertama profit 20%, bulan kedua rugi total 30%. Dua tahun trading, portofolio gak kemana mana, gali lubang tutup lubang. Karena capek, niatkan diri untuk pindah haluan jadi value investor kayak pak Teguh, karena sebelumnya juga dah sering baca blognya pak Teguh tapi belom diaplikasiin. Sekarang dah bener bener beli saham yang menurut saya undervalue dan lagi floating gain dua digit persen, invest cuan tapi tetep santuy
cyneena99 mengatakan…
Beberapa bulan lalu tepat 1 tahun saya masuk pasar modal pak. Dan dlm jangka satu tahun ini udah kayak rollercoster pak hehehe. Awal masuk, krn background sy sedikit kerja di bidang perbijian , sy belilah saham BISI di harga menuju pucuk. ����. Pas lagi bagi deviden jg, cukup hepi waktu itu krn lumayan besar. Selain itu, spt newbie lainnya yg kena bujuk rayu LQ45, belilah jg sy sahamnya KLBF, sama INDF, juga di harga lumayan sih untuk kelas teri modal cekak kyk saya. Bulan2 awal hingga sebelum puasa, sy hepi sekali pak krn ternyata naik lumayan, ya udah karna katanya nabung saham itu ditinggal aja, sy tinggalah dy sekitar 2 bulanan. Setelah 2 bulan, eh turun semua gak kira2 sampe menjelang akhir tahun. Selama masa itu sy panik banget , menjual klbf di harga 1400 dan indf sy di harga cm 6000an (untung tipis bgt) dan memutuskan ikut grup telegram sana sini, belajar teknikal (yg sebelumnya sy modal fundamental aja doank). Ternyata belajar teknikal dan bergaul d grup penuh trader bikin kepala sy tambah penuh, puyeng dan stress krn tiap hari kasih fear, pamer ARA dll lah. Bikin newbie malah down banget. Saya aja agak merasa beruntung krn gak kena jebakan gelombang emiten ipo an yg menelan korban gila2an.


Baru mungkin sekitar awal tahun ketika sy mengenal blog pak teguh, serta channel dan buku dari pak joeliardi, barulah sy bener2 belajar & menikmati menjadi investor. Porto kebakaran hampir sepanjang tahun udah biasa aja, krn sy sadar sebagian emang sy yg salah momen masuk, jd ya udah nunggu aja, sebagian emang belum waktunya naik. Seperti dl waktu sy beli sido ketika di awal2 sy hampir selalu mau jual lg krn merasa g untung (sy beli d harga 800 ) . untung sy sabar dan akhirnya sido jadi penyumbang hijau paling gede di porto sy. Memang bener..jadi investor itu ibarat waiting game . yg paling sabar yg menang hehe.
myself mengatakan…
Kerja serius mungkin pak Teguh..
Pas jam kerja, uninstall applikasi stockbit / whatever..
donny mengatakan…
mantap pak. artikel yg bagus dan memotivasi.
Raihan mengatakan…
Iya jg sih kalau dipikir-pikir, dulu ditipu temen yg minjem 2.5jt aja rasanya paniknya minta ampun, sekarang ada yg ngutang 3jt ga balikin jg yaweslah...
Floating loss 100jtan juga udah jadi agak biasa, dulu padahal tiap liat saham naik turun 5%an aja udah seneng banget, liat turun 5% juga stres banget hahah..
How time changes..
Mungkin ini yang dibilang "seni untuk bersikap bodo amat" ya pak ;)
Griya Taman Patas mengatakan…
Awal awal investasi hampir setiap jam tangan gatel buka aplikasi sekuritas. Syukur skrng mungkin sebulan 2 atau 3 kali saja. Itupun kalau mau membeli dan menjual saham tertentu. Dan jujur sya blm merasa menjadi investor yg sesungguhnya karena blm melalui koreksi pasar yg cukup besar.
Unknown mengatakan…
bener broo semakin ke sini cut loss dan profit nggak kerasa, ngomong2 aku udah 9 tahunan di market, walaupun saya swing trading bukan value investing
NAY mengatakan…
Mantap Pak Teguh, this is so good.
Saya Pembaca setia artikel bapak, sukses selalu.
Betul. Harus happy. Sebab ketika happy kita akan enjoy dalam prosesnya. Beruntungnya ketika investor bisa menikmati apa yang ia kerjakan.
Tatsuya mengatakan…
Setelah memiliki PTBA selama 13 tahun dan ADMF selama 9 tahun, memang benar-benar mati rasa. Harga saham naik turun, biasa aja tuh. Benar-benar santai karena targetnya bukan mau jual di harga mahal melainkan hanya menunggu dividen tiap tahun. Malah kalau turun banyak dan setelah dapat dividen, malah bahagia. Seperti tahun 2016, PTBA turun banyak dan kebetulan baru dapat dividen, malah borong dengan harga murah.

Efeknya terasa sekali. Orang yang lama tidak bertemu dengan saya, begitu ketemu lagi, bilang saya kok tidak kelihatan lebih tua, sama dengan ketika ketemuan terakhir. Kelihatannya karena tingkat stress yang sangat rendah di bursa saham, mempengaruhi kondisi fisik saya juga. Sama sekali tidak menyesal telah pensiun dari trading sejak 2006 dan menjadi investor.
Timo mengatakan…
Terimakasih pak teguh,, menghadirkan sisi lain sebagai investor alias berbisnis saham. Saya sendiri baru mau mulai di usia 51 (ultah Agustus), saya akan mengingat tulisan ini. Keserakahan dan rasa takut rugi serasa mulai menghantui setelah saya ambil beberapa saham. Justru saya harus berlatih untuk akhirnya bisa mati rasa dan tetap bertindak sebagai value investor
Anonim mengatakan…
Ini yang saya suka dari pak Teguh, bukan hanya membagi ilmu teknis sebagai seorang value invsetor, namun juga memberi nilai seorang value investor dalam kehidupan sehari hari.

saya beruntung ketika pertama memulai menabung saham, saya langsung kenal tulisan2 TH. Sehingga tidak menjadi seorang Trading saham, Saya tidak 100 % mengikuti portofolio TH atau memilih 30 saham yang dibedah TH. ada 1-2 saham saya beli berdasarkan insting saya.

Bukan berarti saya sudah sukses sebagai Investor, sampai sekarang sy terus belajar. Sementara nilai portofolio saya bertumbuh terus, bukan karena sering gain, namun karena saya tiap bulan nambah terus setoran ke Sekuritas. dulu kelebihan uang sy disimpan di tabungan, sekarang lebih besar di sekuritas.Namun ada yang positip yang saya rasa, saya sekarang sudah tidak terlalu boros. misal tidak sering ganti HP, tidak banyak belanja konsumtif. Rasanya mending buat nambah setoran, untuk dibelikan saham. yang sy targetkan ketika pensiun nanti, uang saya di saham, lebih banyak dibanding jika uangnya ditabung konvensional.

terimakasih untuk tulisan yang ini, nambah semangat nabung saham...
sufren mengatakan…
Kalau saya mindset taruh uang saham untuk menabung daripada uang ditaruh di Bank, tahu-tahu menguap karena dipakai belanja. Sama satu lagi, untuk pembangunan negeri. Syukur-syukur uang saya bisa bermanfaat negara kita supaya lebih baik lagi.
Anonim mengatakan…
Lho?? Tapi Warren Buffett kan kafir. Tidak boleh jadi panutan dalam hal apapun itu. Nanti Allah tidak suka dan cemburu
Anonim mengatakan…
@Anonim:
Bodo banget, hidup perlu uang, bung! Money rules! :p

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?