'If You Wait Until You Know Everything, It's Too Late!'
Salah satu cara untuk belajar
dari value investor terbesar sepanjang masa, Warren Buffett (WB), adalah
dengan menonton video seminar dan wawancaranya, dimana jumlahnya lumayan banyak
sejak ia pertama kali masuk televisi sekitar tahun 1962 lalu. And thanks to
Youtube, kita bisa menonton video tersebut setiap saat, kalau penulis sendiri
biasanya di malam hari menjelang tidur. Nah, dari sekian banyak video, ada satu
video wawancara yang menarik, yakni ketika WB pada tahun 2018 dimintai pendapat
oleh reporter Wall Street Journal (WSJ) tentang krisis finansial di tahun 2008
di Amerika Serikat. Lebih jelasnya bisa dilihat pada link video berikut:
Seperti yang bisa anda lihat di
videonya, si reporter mengajukan sejumlah pertanyaan yang umum ditanyakan oleh
masyarakat banyak, seperti krisis 2008 itu apa penyebabnya? Siapa yang harus bertanggung
jawab? Pelajaran apa yang anda ambil dari peristiwa krisis 2008? Seperti apa
kondisi ekonomi saat ini (maksudnya tahun 2018)? Kira-kira akan seperti krisis
berikutnya?
***
Buku Kumpulan Analisis 30 Saham
Pilihan (Ebook Investment
Planning) edisi Kuartal II 2019 sudah terbit! Dan Anda sudah bisa memesannya pada link berikut.
***
Dan WB kemudian menjawab berdasarkan
sudut pandangnya sebagai investor yang sudah amat sangat berpengalaman.
Contohnya, ketika ditanya siapa yang harus bertanggung jawab/harus disalahkan
atas terjadinya krisis, maka WB menjawab bahwa ketika terjadi bubble di
pasar modal lalu kemudian bubble tersebut meledak, menimbulkan kepanikan, dan
pada akhirnya menyebabkan krisis, maka terjadinya bubble ini bukan
disebabkan oleh segelintir orang saja, melainkan boleh dikatakan bahwa hampir
semua orang di pasar modal menyebabkan bubble tersebut, biasanya didorong oleh
ilusi bahwa ‘harga saham selamanya akan terus naik’, atau semacamnya. Para
investor/trader saham ini seperti Cinderella yang pergi ke pesta dansa yang
menyenangkan, dan mereka tidak mau meninggalkan lantai dansa hingga persis
tengah malam, ketika sebenarnya itu sudah terlambat.
Kemudian ketika ditanya, pelajaran
apa yang anda ambil dari peristiwa krisis 2008? Maka menurut WB, ia tidak
mempelajari hal yang baru karena krisis itu sama saja seperti krisis-krisis
sebelumnya, yakni diawali dari bubble, orang berspekulasi membeli
rumah/saham menggunakan dana pinjaman, bubble tadi meledak, terjadi kepanikan,
dan akhirnya krisis. Kita beruntung karena Pemerintah AS sangat cepat tanggap,
mereka melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan, yang mencegah krisis
menjadi lebih buruk lagi.
Namun bagi sebagian orang,
jawaban WB diatas terdengar normatif karena tidak mewakili pendapat umum di
masyarakat. Seperti yang kita ketahui, krisis besar di tahun 2008 telah
menyebabkan banyak perusahaan bangkrut, jutaan investor merugi atau kehilangan
tabungan mereka (tabungan mereka di bank menjadi nol, karena bank-nya tutup),
dan jutaan lagi bahkan kehilangan pekerjaan serta tempat tinggal mereka, dan
krisis itu kemudian juga menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Bagi
banyak orang, harusnya ada sekelompok orang yang bertanggung jawab atas semua
musibah diatas, dan mereka harus masuk penjara. Jadi sama seperti kalau terjadi
kecelakaan kendaraan bermotor, maka pasti ada yang bisa disalahkan, entah itu
si supir atau lainnya.
Tapi apa kata WB? Ternyata ia
tidak menyalahkan siapapun, malah menyebut bahwa terjadinya krisis itu adalah
karena tindakan para pelaku pasar itu sendiri. Kemudian soal pelajaran apa yang
bisa diambil, ia seperti menyebut bahwa krisis 2008 itu adalah peristiwa yang
biasa-biasa saja, yang sudah pernah atau bahkan sering terjadi sebelumnya. Dan
WB bahkan memuji para pejabat/politisi AS yang menurutnya telah melakukan
tindakan yang tepat, ‘a fantastic job’, sehingga krisis yang terjadi tidak
menjadi lebih buruk. Sebuah jawaban yang tentu saja sangat berlawanan dengan
mayoritas opini publik, yang menilai bahwa terjadinya krisis 2008 itu adalah
karena ulah serakah para politisi, The Fed, bankir, dan semacamnya. Anda bisa
baca komentar-komentar di video Youtube-nya, rata-rata menyebut bahwa WB
‘explains nothing’, atau bahwa ‘he knows more than he’s saying’.
Cara Berpikir Investor dibanding
Non-Investor
Actually, jika penulis adalah
seseorang yang tidak pernah membeli saham dan juga tidak tahu apa itu PE
ratio, tapi merasa sudah sangat mengerti tentang ekonomi dan pasar modal
karena sudah menonton film ‘Inside Job’ dan ‘The Big Short’, maka penulis juga
mungkin akan memberikan komentar yang sama: Warren Buffett explains nothing. Saya
bahkan mungkin bisa menjelaskan tentang krisis 2008 secara lebih spesifik,
berdasarkan referensi dari dua film diatas.
However, kalau saja anda adalah
seorang investor pasar modal yang sudah berinvestasi sejak 10 atau 20 tahun
yang lalu, dimana selama itu anda entah sudah berapa kali membeli (dan menjual)
saham, menikmati sejumlah profit, menderita rugi, melihat pasar/saham terbang,
dan sebaliknya menyaksikan IHSG anjlok dan pasar dilanda kepanikan, maka
kira-kira apakah anda akan juga menganggap bahwa WB tidak menjelaskan apa-apa? Karena
sebagai investor yang lebih banyak berkecimpung di bursa saham, WB mungkin
memang tidak terlalu memahami soal subprime mortgage bubble di AS, yang
merupakan penyebab spesifik dari krisis 2008, dan karenanya ia tidak banyak bicara
tentang subprime mortgage tersebut. Namun ia paham satu hal: Ketika 50 juta
dari 75 juta pemilik rumah baru di AS membeli rumahnya menggunakan pinjaman/mortgage
dengan jangka waktu sangat panjang (diatas 30 tahun) dan dengan bunga yang amat
sangat rendah, kemudian pihak bank menjual mortgage backed securities ke
masyarakat dengan jaminan mortgage diatas, lalu uangnya diinvestasikan ke saham
hingga harganya menjadi melambung, maka itu adalah bubble, dan bubble
ini pasti akan meledak suatu hari. Jadi sama saja dengan dot-com
bubble, stock market bubble di tahun 1929, south sea bubble, tulip
mania, dan seterusnya, dimana kesemua bubble tersebut (yang kemudian
disusul dengan ledakan atau burst) adalah bagian yang normal dari sebuah
siklus ekonomi jangka panjang (ada tulisan yang bagus sekali di
Wikipedia berjudul ‘business cycle’, bisa anda baca sendiri).
Kemudian soal pelajaran apa yang
bisa diambil dari krisis 2008? Maka sebagai investor yang entah sudah
menyaksikan dan mengalami berapa kali market crash sejak tahun 1950-an,
termasuk mungkin juga sudah mendengar kisah tentang US Great Depression
di tahun 1930-an dari ayahnya sendiri (ayah WB, Howard Buffett, adalah seorang
broker saham sejak tahun 1925, sekitar 5 tahun sebelum WB lahir di tahun 1930),
maka bagi seorang WB, krisis 2008 itu cuma ‘just another market downturn,
nothing special’. Tapi jawaban seperti itu tentu saja tidak bisa dipahami oleh
investor yang lebih baru, yang baru pertama kali menghadapi krisis di tahun 2008
tersebut, dan bukan tidak mungkin ada banyak diantara mereka yang gagal
melewatinya (baca: rugi habis-habisan, lalu menutup rekeningnya sama sekali).
Sehingga ketika WB seperti menganggap krisis 2008 sebagai peristiwa yang
biasa-biasa saja, maka mereka mungkin akan mengernyitkan dahi, ‘Are you kidding
me???’
Nah, dari sini kita bisa lihat
bagaimana perbedaan cara pandang dari seorang investor yang sarat
pengalaman dengan orang awam atau investor pemula, ketika mereka melihat
peristiwa krisis atau semacamnya. Dan perbedaan cara pandang ini menjadi sangat
krusial karena terkait langsung dengan tindakan yang dilakukan oleh seorang
investor ketika krisis itu terjadi, dimana ketika banyak orang kabur dari pasar
pada tahun 2008, WB ketika itu justru belanja banyak. Sebenarnya, WB bisa saja mengatakan
di interview-nya bahwa ketika bursa saham AS anjlok pada bulan September –
Oktober 2008, maka itu adalah kesempatan yang sangat baik untuk belanja saham
(dan ia benar-benar melakukannya), tapi pada akhirnya ia tidak mengatakan
itu. Karena ia sadar bahwa, jangankan belanja saham, sebagian besar
investor pada tahun 2008 tersebut bahkan harus struggle untuk tidak kena
margin call (karena mereka beli saham pakai margin). Sebab ketika
Berkshire Hathaway (BRK) senantiasa menjaga posisi utang di level serendah
mungkin, dan cash minimal di level 20% sehingga mereka selalu punya ‘amunisi’
untuk tambah posisi, maka sebagian besar investor lainnya di Bursa New York,
baik itu individu maupun institusi, mereka tidak hanya menggunakan semua uang
kas yang mereka miliki untuk membeli saham, tapi juga menggunakan uang pinjaman/margin.
Thus, ketika pasar kemudian drop dan para
investor ini rugi besar-besaran, maka mereka berteriak, ‘Seseorang harus
bertanggung jawab!’ Sedangkan WB, meski ia juga merugi di tahun 2008 tersebut
(sepanjang tahun 2008, book value per share BRK tumbuh minus 9.6%), tapi
ia tidak menyalahkan siapapun, dan justru memanfaatkan peristiwa krisis
tersebut untuk membeli membeli saham-saham bagus di harga obralan, untuk
kemudian disimpan dalam jangka panjang.
If you wait until you know
everything, it’s too late!
Namun yang paling menarik adalah
pernyataan WB terkait kepanikan yang timbul ketika krisis mencapai
puncaknya pada sekitar bulan September 2008, dimana ia kurang lebih mengatakan
sebagai berikut:
‘Ketika
bursa saham anjlok, kesemua indikator ekonomi menunjukkan angka negatif, maka
pasar akan panik, tapi masalah sebenarnya bukan disitu. Melainkan, ketika pasar
panik, maka rumor negatif akan beredar dimana-mana dan itu semakin
menambah kepanikan yang terjadi, dan semua orang kemudian hanya duduk menunggu
soal peristiwa/berita/informasi apa yang akan muncul selanjutnya. Tapi saya
tidak melakukan itu. Karena jika anda menunggu hingga anda akhirnya mengetahui
semuanya (tentang apa yang sedang terjadi di bursa saham), maka itu sudah
terlambat’.
Pada video wawancara lainnya, WB
mengatakan, ‘Saya tidak mencoba untuk menebak kapan waktu yang tepat untuk
membeli saham. Yang saya lakukan hanya menilai apakah sebuah saham (dari
perusahaan bagus) sudah murah atau belum. Pada Oktober 2008, saya banyak
membeli saham karena menilai harga mereka sudah sangat murah, tapi kenyataannya
DJIA turun lebih dalam lagi hingga akhir tahun, dan baru naik lagi sekitar setengah
tahun kemudian.’
Jadi kesimpulannya, pertama,
untuk bisa memahami jalan berpikir seorang WB atau investor kawakan lainnya,
maka pertama-tama kita juga harus menjadi seorang investor yang berpengalaman
terlebih dahulu, minimal selama beberapa tahun, karena ada banyak hal dan
peristiwa di dunia investasi pasar saham ini yang hanya bisa dimengerti setelah
kita mengalaminya sendiri. Kedua, dalam perjalanan ‘menabung pengalaman’
sebagai investor, maka kita awalnya akan menganggap bahwa kita harus membaca dan
mengetahui semua info/berita yang beredar tentang subprime mortgage dll,
agar kemudian bisa mengambil keputusan investasi yang terbaik, tapi pada
akhirnya nanti kita akan sama seperti WB, yang tidak berusaha untuk
mengetahui segalanya dengan cara menangkap semua informasi, rumor,
dan pemberitaan yang beredar di pasar (karena logika saja: Anda tidak
akan bisa melakukan itu). Melainkan, strategi investasi WB justru sangat
sederhana (meski pada prakteknya tidak semudah itu juga), yakni: 1. Jangan beli
saham pakai utang, 2. Jika kita memandang saham-saham sudah pada mahal, atau indikasi
bubble mulai tampak, maka segera siapkan sejumlah cash lalu tunggu, dan
3. Ketika kemudian pasar anjlok dan saham-saham sudah sangat murah, maka ketika
itulah kita bisa belanja kembali.
Terakhir, ketiga, investor yang
sejak awal sudah pegang cash sekalipun seringkali berusaha
menebak-nebak, soal kapan waktu terbaik untuk belanja saham lagi. Namun yang WB
lakukan hanya mencari value deal terbaik, dan kalau ketemu maka ia akan mengeksekusinya
saat itu juga. Mengabaikan faktor timing ini seringkali menyebabkan
porto WB tampak nyangkut untuk sementara (misalnya ketika BRK belanja banyak
saham di bulan Oktober 2008, tapi DJIA justru turun banyak hingga bulan
Desembernya), tapi itu masih lebih baik daripada tunggu pasar pulih dulu lalu
baru masuk, karena itu artinya sudah terlambat.
Oke Pak Teguh, lalu sebenarnya
kenapa panjenengan posting artikel ini sekarang? Well, soal itu silahkan ente
tafsirken sendiri.
Jadwal Kelas Value Investing: Investasi Saham untuk Tabungan Jangka
Panjang: Jakarta & Surabaya, 24 & 31 Agustus 2019. Info
lengkapnya baca disini, tersedia diskon earlybird
untuk peserta yang mendaftar sebelum tanggal 10 Agustus.
Dapatkan informasi, motivasi, dan tips-tips investasi saham melalui akun Instagram Teguh Hidayat, klik 'View on Instagram' berikut ini:
Komentar
baca bagian ini jadi lebih tenang, soale kmrn baru belanja sebelum dihajar zona merah bertubi-tubi... pdhl sudah terasa itu murah.. ehhh merah..hehehehe
Let's see, what will be...
Karena WB seorang investor maka caranya bertindak akan berbeda dgn seorang trader. Seorang trader PRO tdk pernah akan trade di saat pasar bearish, trader PRO cenderung akan wait n see n menunggu pattern pembalikan arah. Nah ini berbeda dgn cara pikir seorang investor, karena investor mempunyai nafas n panjang dalam money manajemen.
WB sendiri suda puluhan tahun di pasar modal, beliau sendiri tidak pernah mencoba menebak pergerakan market, beliau hanya MEMBACA pergerakan market.
Kesimpulan : market akan bergerak kemana kita tidak peduli, yg harus kita peduli adalah bagaimana sikap kita menghadapi market, baik saat crash maupun saat euforia.