Special Report: Penyebab Anjloknya Saham MNCN dan BMTR, dan Rencana Private Placement

Pada Kamis, 17 Juni, tepatnya menjelang penutupan pasar, tiga saham Grup MNC yakni Media Citra Nusantara (MNCN), Global Mediacom (BMTR), dan MNC Investama (BHIT), secara bersamaan turun signifikan, gak tanggung-tanggung MNCN dan BMTR bahkan jeblok sampai auto reject (AR) 25 persen! Sedangkan BHIT tersungkur 11.9%. Tidak ada berita atau informasi penting tertentu yang bisa menjelaskan penurunan yang sangat tiba-tiba tersebut, termasuk humas dari MNCN juga sudah mengklarifikasi bahwa tidak ada peristiwa material tertentu yang mengubah fundamental perusahaan. Tapi tidak adanya penjelasan inilah yang justru kemudian menimbulkan sejumlah rumor dan teori konspirasi, salah satunya adalah bahwa jatuhnya MNCN ini adalah karena ulah bandar saham. Benarkah demikian?

***

Buku Analisa IHSG, Strategi Investasi, dan Stockpick Saham (Ebook Market Planning) edisi Juli 2019 sudah terbit. Anda bisa memperolehnya disini, gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio dll untuk subscriber selama masa berlangganan.

***

Setelah menerima banyak pertanyaan terkait sahamnya yang AR kiri, di hari yang sama humas MNCN langsung mengeluarkan press release, yang pada intinya menyebutkan bahwa perusahaan masih membukukan kinerja keuangan yang positif dan bertumbuh, termasuk tetap beroperasional seperti biasa, sehingga penurunan sahamnya tersebut tidak ada kaitannya dengan fundamental, dan juga prospek jangka panjang perusahaan. Pihak humas menambahkan, kemungkinan ada pemegang saham tertentu di MNCN terpaksa (atau dipaksa) menjual sebagian atau seluruh sahamnya sekaligus dalam jumlah besar pada satu hari Kamis tersebut. Karena normalnya jika ada investor yang keluar dalam jumlah besar seperti itu, maka aksi jualnya dilakukan secara bertahap selama beberapa hari hingga beberapa minggu, yakni agar sahamnya tidak turun, atau hanya turun sedikit. Jadi tidak sekaligus dalam 1 hari seperti itu.

However, pernyataan diatas menimbulkan pertanyaan berikutnya: Siapa pemegang saham besar yang seperti buru-buru keluar dari MNCN tersebut? Sehingga kemudian beredar rumor, ada private equity (PE) asal Korea Selatan yang mengurangi kepemilikan di saham MNCN dan BMTR, tapi tidak disebutkan nama PE tersebut. Sementara dari humas MNCN, maka mereka mengakui adanya transaksi jual beli saham oleh investor institusi, tapi itu bukan karena terjadi perpindahan kepemilikan, melainkan hanya pemindahan kustodi. Maksudnya seperti jika anda transfer/memindahkan uang dari rekening anda di Bank BCA ke Bank Mandiri, tapi dua rekening itu sama-sama dimiliki oleh anda sendiri, sehingga sejatinya pemegang saham yang bersangkutan tidak benar-benar keluar dari MNCN. Dan baru tadi pagi, ramai lagi berita bahwa Hary Tanoesoedibjo angkat bicara: Kalau MNCN berada di level Rp3,000, saya akan mundur! Entah apa itu maksudnya..

Tapi terlepas dari semua berita dan rumor yang beredar (dan juga klarifikasi dari manajemen terhadap sebagian rumor tersebut), maka dari sisi kaidah value investing, inilah fakta pentingnya: MNCN adalah perusahaan media terintegrasi terbesar di tanah air yang menguasai 35% pangsa pasar stasiun televisi free to air, menguasai 40% industi konten media, dan bahkan merupakan penghasil traffic view terbanyak di Youtube Indonesia.

Dan penulis sendiri mulai melirik MNCN ini sejak awal tahun 2019 kemarin ketika sahamnya berada di level 750, yang mencerminkan PBV 0.9 kali, atau sangat murah untuk ukuran perusahaan yang merupakan market leader di bidangnya, dan PBV tersebut juga jauh lebih rendah dibanding PBV perusahaan sejenis seperti Surya Citra Media (SCMA). Pembahasan MNCN ini bisa dibaca di Ebook Investment Planning, edisi Kuartal IV 2018.

But little did I expect, sahamnya dengan cepat naik sampai sempat menyetuh 1,300-an! Jadi ketika sahamnya kemarin tiba-tiba saja drop sampai dibawah 1,000 lagi, maka alih-alih fokus pada penyebab penurunan tersebut, penulis lebih tertarik untuk mempelajari, apakah ini merupakan opportunity atau bukan? Sebab meski MNCN ini menarik pada harga 750, atau setidaknya dibawah 1,000, tapi pada harga 1,300-an, PBV-nya sudah relatif tinggi lagi.

Right Issue Tanpa Pembeli Siaga

Dan setelah mempelajarinya lebih lanjut, maka diluar kinerja fundamentalnya yang cukup baik di Kuartal I 2019, prospek jangka panjangnya yang juga menarik karena perusahaan sekarang banyak fokus ke digital media, dan valuasi sahamnya juga masih murah (atau setidaknya reasonable), penulis kemudian baru menemukan satu fakta menarik lagi: Saat ini Grup MNC tengah melakukan penambahan modal secara besar-besaran melalui mekanisme right issue (RI), private placement (PP), hingga IPO secara sekaligus. Yup, beberapa waktu lalu BMTR sudah melaksanakan PP pada harga Rp360 dan Rp372 per saham, kemudian BHIT menggelar right issue pada harga Rp100 per saham. Dan barusan, berdasarkan hasil RUPS-nya, giliran MNCN yang menggelar PP pada harga Rp1,600 – 2,000 per saham, dilanjut MNC Land (KPIG), yang juga akan menggelar PP dalam waktu dekat (harganya belum ditentukan). Seolah belum cukup, Grup MNC pada awal Juni kemarin juga meng-IPO-kan PT MNC Studios International (MSIN), yang merupakan anak usaha MNCN di bidang production house, periklanan, dan manajemen artis. Terakhir, PT MNC Vision Networks, yang juga merupakan anak usaha MNCN, juga akan IPO dalam waktu dekat.

Nah, penulis belum menghitung, berapa total tambahan modal yang diperoleh Grup MNC dari rentetan aksi penerbitan saham baru diatas, karena untuk sejumlah aksi korporasi seperti PP KPIG dan IPO MNC Vision Networks, jumlah proceeds-nya belum diketahu. Tapi yang jelas angkanya cukup besar, yakni mencapai sekian trilyun Rupiah. Dan disinilah poin pentingnya: Biasanya kan kalau perusahaan melakukan RI atau PP, maka ada pembeli siaga-nya, yakni pihak atau investor strategis tertentu yang siap untuk menyetor sejumlah dana ke perusahaan, dan sebagai gantinya mereka memperoleh saham baru yang diterbitkan. BEI sendiri sebagai otoritas pasar modal memang sengaja menyediakan fasilitas PP bagi investor besar yang hendak menjadi pemilik perusahaan dengan cara menyetor langsung modal ke perusahaan, dan bukan dengan membeli saham milik publik di pasar.

Tapi dari PP yang dilakukan BMTR, MNCN, dan KPIG, dan juga RI BHIT, semuanya dilakukan tanpa adanya pembeli siaga. Atau dengan kata lain, saham baru yang diterbitkan akan langsung dilempar/ditawarkan ke investor publik (jadi sama seperti IPO), dimana pada proforma komposisi pemegang saham MNCN pasca RI, tampak bahwa kepemilikan publik di MNCN akan meningkat dari 29.9% menjadi 35.1%. Ini pula kenapa manajemen MNCN tidak secara tegas menyebut harga PP-nya di berapa, melainkan pada rentang Rp1,600 – 2,000 per saham. Yang itu artinya, harga pelaksanaan PP MNCN akan ditentukan oleh seberapa besar minat investor untuk membeli saham baru tersebut. Kalau misalnya minat investor ternyata tinggi, maka harga PP-nya bisa disetel pada batas atas. Tapi bagaimana kalau minatnya rendah? Ya harganya ditetapkan di level 1,600, atau bahkan lebih rendah lagi. Namun masih ada skenario ketiga: Jika minat investor publik untuk menebus saham PP MNCN sangat rendah, maka jumlah saham baru yang diterbitkan akan lebih sedikit dibanding rencana awalnya.

Dan setelah penulis menemukan fakta penting lainnya, yakni bahwa hampir semua perusahaan Grup MNC secara bersamaan menggelar (atau berencana menggelar) public expose dalam beberapa bulan terakhir ini, termasuk Om HT itu sendiri nongol langsung untuk ‘membela’ MNCN, maka kesimpulannya cukup jelas: Saat ini Grup MNC tengah berusaha menggalang dana dari investor publik melalui perusahaan-perusahaan yang mereka miliki, melalui semua mekanisme penambahan modal yang tersedia. Dan meski perusahaan-perusahaan tersebut jumlahnya tampak banyak, tapi sebenarnya mereka sejatinya satu perusahaan saja! You see, MSIN dan MNC Vision Networks adalah anak usaha dari MNCN, sedangkan MNCN adalah anak usaha dari BMTR, dan BMTR pada gilirannya adalah anak usaha dari BHIT. Kemudian KPIG adalah juga anak usaha dari BHIT. Jadi mau anda sebagai investor publik ikut menyetor modal entah itu dalam bentuk RI, PP, atau ikut IPO-nya, tapi ujung-ujungnya yang terima duitnya adalah perusahaan yang posisinya paling diatas yakni BHIT, atau dalam hal ini, Om HT itu sendiri. Dan ini bukan kali pertama Grup MNC melakukan hal ini, karena untuk BHIT sendiri, right issue-nya kali ini bahkan adalah yang ke-6 kali, sejak perusahaan melantai di bursa pada tahun 1997.


Logo PT MNC Investama, Tbk (BHIT)

Dua Macam Owner Perusahaan

Kalau anda pelajari, maka ada dua macam pemilik perusahaan Tbk berdasarkan cara mereka menghimpun dana, dan menumbuhkan perusahaan. Pertama, yang menjalankan operasional perusahaan seperti biasa, mengakumulasi laba yang dihasilkan setiap tahun, membayar dividen, dan menginvestasikan kembali selebihnya. Idealnya pemilik perusahaan bekerja dengan cara seperti ini, dimana investor publik kemudian ikut menikmati pertumbuhan riil perusahaan, dalam hal ini kenaikan aset bersih per saham atau book value per share yang kemudian tercermin pada kenaikan sahamnya dalam jangka panjang, plus dividen setiap tahun.

However, cara kedua adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat, baik itu investor ritel, investor institusi, hingga bank, entah itu dalam bentuk setoran modal (IPO, right issue, private placement), utang obligasi, hingga utang bank. Untuk melakukan hal ini tidak mudah, karena dibutuhkan izin OJK dll, tapi sejumlah grup usaha justru paling jago dalam hal ini. Salah satunya ya Grup MNC, yang meski usaha sektor riil-nya adalah di bidang media, melalui MNCN, tapi sejatinya mereka bisa jadi besar karena kepiawaian sang owner dalam hal menerbitkan saham baru dll, karena memang latar belakang beliau di investment banking. Sebelumnya mungkin perlu diketahui, seorang investment banker adalah mereka yang kerjaannya menciptakan atau menghimpun dana untuk modal suatu perusahaan (capital raising), entah itu perusahaan miliknya sendiri atau milik orang lain. Investment banker berbeda dengan investor atau value investor, karena fokusnya bukan di meningkatkan nilai perusahaan atau mengakuisisi aset-aset bagus pada harga murah, melainkan di, sekali lagi, menghimpun dana.

Jadi kalau anda lihat Grup Astra, misalnya, maka mereka adalah investor, karena mereka banyak akuisisi aset ini itu untuk disimpan jangka panjang, tapi mereka jarang sekali melakukan right issue atau semacamnya, dan kalaupun mereka melakukan itu maka ada pembeli siaga-nya (jadi gak seperti MNCN diatas, dimana saham barunya ditawarkan ke publik). Atau contoh yang lebih ekstrim lagi adalah Berkshire Hathaway-nya Warren Buffett, dimana jangankan menerbitkan saham baru, BRK bahkan sangat jarang mengambil utang bank. Pun ketika para direkturnya hendak memiliki saham perusahaan, maka BRK tidak menerbitkan saham baru, melainkan para direktur ini disuruh beli sendiri saham BRK di pasar.

Sedangkan Grup MNC, well, seperti yang disebut diatas, acara penghimpunan dana-nya kali ini adalah yang kali kesekian, dan dana hasil right issue-nya dll bahkan tidak jelas mau dipakai untuk apa kecuali sebatas ditulis untuk ‘modal kerja’. Di satu sisi ini menyebabkan BHIT dkk tidak layak untuk investasi jangka panjang, karena pemiliknya tidak pernah benar-benar berusaha untuk menaikkan nilai perusahaan (dan memang BHIT, BMTR dst, meski dulu pernah naik banyak, tapi ujung-ujungnya turun lagi, dan beberapa saham lainnya seperti KPIG dan MSKY malah gak kemana-mana). Namun disisi lain, kalau misalnya pada waktu-waktu tertentu sahamnya turun banyak hingga valuasi mereka menjadi murah, maka mungkin ada peluang disini. Karena biasanya cepat atau lambat mereka akan naik lagi, entah karena digoreng bandar atau lainnya. Dan karena untuk aset-aset media yang dipegang oleh MNCN, itu beneran kinerjanya bagus kok, dan prospeknya pun cerah terkait Industri 4.0, seperti yang kemarin kita bahas disini (dan inilah kenapa, seperti yang sudah disebut diatas, penulis mulai melirik lagi MNCN ini ketika beberapa bulan lalu sahamnya drop sampai 750).

Nah, jadi balik lagi ke peristiwa anjloknya saham MNCN dan BMTR sampai 25% dalam sehari, beberapa waktu lalu: Entah itu ada hubungannya atau tidak dengan aksi private placement perusahaan, tapi memang sejak awal kedua saham tersebut memiliki risiko yang cukup tinggi terkait cara kerja owner-nya yang totally different dengan katakanlah Grup Astra, atau Grup Djarum pemilik Bank BCA (pernah denger Bank BCA right issue?). Penulis sendiri melihat bahwa dalam beberapa waktu kedepan, saham MNCN dkk kemungkinan akan bergerak liar tergantung rumor yang beredar, dan karena itulah sahamnya tidak disarankan bagi anda yang tidak mau berspekulasi, let alone anda ikut PP (kalau anda ditawari), right issue, atau IPO-nya. Actually, cara penghimpunan dana oleh Grup MNC ini masih lebih baik dibanding cara kerja beberapa grup lainnya, yang kadang pake cara repo saham, dimana dalam banyak kasus itu jelas-jelas merugikan investor publik (baca penjelasannya disini). Tapi apapun itu, ingat bahwa owner Grup MNC adalah seorang investment banker, dan bukan benar-benar pengusaha media.

Disisi lain, jika saham-saham yang disebut diatas entah gimana ceritanya drop pada level yang benar-benar rendah/valuasinya sangat terdiskon, maka penulis sendiri mungkin akan ikut masuk karena, sekali lagi, prospek bisnis digital media oleh Grup MNC ini memang riil adanya, dan mereka adalah memang perusahaan media terbesar di tanah air saat ini. Anyway, untuk saat ini maka mari kita perhatikan dulu bagaimana perkembangan selanjutnya.

Untuk ulasan minggu depan, ada masukan isu apa lagi yang mau kita bahas?

Buku Analisa IHSG, Strategi Investasi, dan Stockpick Saham (Ebook Market Planning) edisi Juli 2019 sudah terbit. Anda bisa memperolehnya disini, gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio dll untuk subscriber selama masa berlangganan.

Dapatkan informasi, motivasi, dan tips-tips investasi saham melalui akun Instagram Teguh Hidayat, klik 'View on Instagram' berikut ini: Instagram

Komentar

Herman Ang mengatakan…
Saran Pak Teguh, JPFA menarik untuk dibahas, apakah ada pengaruh terhadap prospek perusahaannya dari harga ayam yg anjlok sampai peternaknya kasi ayam gratis di beberapa daerah Jawa. JPFA selain ayam ada beberapa bisnis lain, yg saya cermati itu susu merek UHT Greenfield yg saya liat sudah mulai ramai di supermarket, apakah cukup prospek seperti bisnis susunya ULTJ ? Terima kasih
Unknown mengatakan…
mantap gan ! up
Anonim mengatakan…
Terima kasih om teguh atas analisisnya selama ini,,

Apakah om teguh berkenan utk membahas btps yg lagi naik terus dalam sebulan ini,?

Terima kasih
Anonim mengatakan…
Terima kasih atas analisis2 nya om Teguh,,

Apakah om Teguh berkenan utk membahas btps yg dalam sebulan ini naik terus,? Sy sudah membaca analisis btps ini pada saat baru ipo, klo gal salah tahun lalu,nah setelah LK nya keluar, gimana menurut om,?

Terima kasih,,
Anonim mengatakan…
mau bahas BTPS dan BRIS pak. Mgkn karena emang performa BTPS sudah terbukti dengan profit margin yg lumayan dan growth jg masih bagus, tapi dengan valuasi sekarang, bukankah BTPS sudah overpriced tapi masih uptrend terus semenjak IPO.
Pertanyaan saya sih simple saja pak; apakah BRIS, dengan backing BRI yg tersebar di mana2 sampai ke pelosok dan mayoritas customernya agama Muslim, akan mencetak pertumbuhan income dan profit yang bagus dan memberikan return yg besar ke investor, ga kalah oleh BTPS?

Thanks sebelumnya
Celina mengatakan…
sy si BIG NO untuk invest di perusahaan om HT..
prinsip investment sy 3R:
Right business
Right financial
Right management

klo dari paparan Mas Teguh nampak business is Good, tp utk financial n management nya sangat di ragukan, terutama om HT nya sendiri yg integrity + business ethics jg di ragukan. good business alone gak cukup.

Salam Cuan
Cecilia Dewi
Jasa Branding Mobil mengatakan…
@Celina: Betul, agak meragukan untuk berurusan dengan saham-saham dari grup ini.
Jasa Branding Mobil mengatakan…
Sempat tertarik, tapi jadi agak ragu masuk ke saham-saham grup ini.
Adri mengatakan…
Why MNCN dan SCMA secara teknikal drop terus bertahun tahun ? Padahal untung
qodri mengatakan…
setuju kl utk jangka panjang(>5th) kl rencana hold bulanan smpe 3th, saya rasa ancurnya harga saatnya kt masuk ikut dalam penggorengan bertopeng investor qiqiqiqiiq
qodri mengatakan…
mantap pak teguh, bagi yg mau value investing momen kyk gini pas, dg investment risk moderate saya rasa ini cocok hehe
qodri mengatakan…
krn valuasi kemahalan slm ini maybe?
Dwi Narmeiyanti mengatakan…
MNCN valuasinya sudah seperempat PBV. Bukankah sangat menarik untuk masuk?

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?