Asuransi Unitlink vs Investasi Saham
Mudik lebaran kemarin penulis
dapet cerita dari salah seorang bibi. Jadi ceritanya ia membeli produk unitlink
dari sebuah perusahaan asuransi, dengan cicilan tetap Rp500,000 per bulan selama
10 tahun, sejak bulan Oktober tahun 2009 lalu. Ketika itu agen asuransinya
bilang, dengan unitlink ini maka ibu dapet dua keuntungan sekaligus. Yang
pertama adalah proteksi, dimana kalau ibu sakit maka dapat uang pertanggungan
(UP) sebesar maksimal Rp120 juta, dan yang kedua adalah investasi, dimana
setelah 10 tahun maka ibu akan menerima pembayaran tunai sebesar Rp60 juta
(Rp500 ribu x 12 bulan x 10 tahun), bahkan bisa lebih dari itu kalau hasil
investasinya tinggi. Sebab uang yang disetorkan tiap bulan akan kami putar/kami
investasikan, dan ibu akan menerima keuntungannya.
***
Jadwal
Seminar:
Karena imbas Covid-19, penulis sampai hari ini masih #stayathome, jadi untuk
sekarang belum ada jadwal. Namun anda bisa memperoleh rekamannya
disini, tersedia diskon khusus selama IHSG masih dibawah 6,000.
***
Nah, berhubung sekarang sudah bulan
Juni 2019, alias sebentar lagi bakal genap 10 tahun, dan selama itu bibi penulis
ini rutin menyetor Rp500,000 per bulan tanpa pernah terlambat sekalipun, termasuk
juga tidak pernah sakit yang serius (jadi UP-nya belum dipakai), maka ia
iseng-iseng menghubungi agen asuransinya, untuk menanyakan berapa nilai
‘investasinya’ saat ini. Tapi alangkah kagetnya ketika si agen menjawab,
nilainya Rp31 juta. Padahal kalau hitung nilai pokok setorannya saja (belum
termasuk proyeksi keuntungan yang disampaikan sebelumnya), maka harusnya nilai
tabungannya sampai Mei 2019 kemarin sudah Rp57.5 juta (Rp500 ribu x 115 bulan).
Jadi kenapa ini malah berkurang sampai hampir setengahnya? Dan si agen
menjawab, pertama, memang ada potongan-potongan untuk meng-cover UP tadi, dan
juga biaya administrasi bla bla bla. Dan kedua, ini karena bursa saham lagi
turun, makanya investasi sekarang lagi rugi semua. Bibi penulis nanya lagi, tapi
dulu kamu gak bilang apa-apa soal saham turun? Saham rugi? Dan apa pula itu
saham? Lalu baru agen juga menjelaskan tentang tiga kemungkinan hasil investasi
yakni rendah, sedang, dan tinggi. Jadi dalam skenario ‘hasil investasi rendah’,
maka hasilnya memang bisa ‘kurang memuaskan’.
Pada titik ini bibi penulis sudah
males untuk bertanya lagi, karena sejatinya dia sudah ingin murka saja. Karena
ia inget persis bahwa di tahun 2009 lalu (biasanya daya ingat ibu-ibu jauh
lebih kuat dibanding bapak-bapak), si agen asuransi ini tidak ngomong
sedikitpun soal risiko nilai tabungannya bakal turun, atau rugi, apalagi
tinggal sisa separuhnya seperti itu. Termasuk juga gak ada penjelasan apa-apa
soal biaya tetek bengek bla bla bla. Dan yang pasti, ia sekarang sangat menyesal.
Karena kalau uang Rp500,000 per bulan tadi disetor ke deposito saja, maka
setelah 10 tahun hasilnya benar minimal Rp60 juta belum termasuk bunga, dan
tanpa ada risiko apapun.
Nah, actually penulis tidak kaget
dengan cerita si bibi diatas, karena sejak dulu juga kalau saya googling, di
internet ada banyak cerita serupa dari para nasabah unitlink asuransi, dimana
jangankan menerima prospek keuntungan yang disebutkan di awal pembukaan
rekening, nilai ‘investasi’ mereka malah berkurang. Ini mending kalau
berkurangnya cuma sedikit, lha ini berkurangnya gede banget, bisa lebih dari
setengah dari total nilai pokok setoran. Penulis sendiri sering ditelpon orang
yang mengaku dari BCA, Mandiri dst, tapi ujung-ujungnya mereka menawarkan
produki unitlink dari perusahaan asuransi tertentu. Namun sebelum mereka ngomong
lebih jauh, saya langsung menolak dengan halus.
Lalu apa sebenarnya asuransi unitlink
ini? Dan kenapa hampir semua testimoni menyebutkan bahwa unitlink ini sangat
merugikan?
Jadi pada awal mulanya, cara
kerja asuransi adalah sebagai berikut: Nasabah dijanjikan UP sebesar maksimal sekian
Rupiah jika terjadi peristiwa tertentu yang membutuhkan uang dalam jumlah besar,
misalnya jika anda sakit dan harus dirawat di RS (jika asuransinya adalah
asuransi kesehatan). Sebagai gantinya, nasabah harus membayar premi sebesar
sekian persen dari UP tadi, biasanya sekitar 1 – 4% (jadi kalau UP-nya Rp100
juta, maka preminya Rp1 – 4 juta) tergantung banyaknya jenis penyakit yang
di-cover, tingkat risiko si nasabah untuk menderita sakit, lamanya masa
proteksi, dst.
Jadi kalau anda kemudian jatuh
sakit dan asuransinya masih berlaku/masih dalam masa proteksi, maka sebagian atau
bahkan seluruh biaya rumah sakitnya akan ditanggung oleh pihak perusahaan
asuransi, sehingga barulah dalam hal ini asuransi yang anda ambil akan terasa
manfaatnya. Tapi bagaimana jika selama masa proteksi anda sehat-sehat saja? Ya
kalau gitu uang premi yang anda setorkan hangus begitu saja, dan kalau anda mau
memperpanjang masa proteksi maka anda harus bayar premi lagi.
Bagian dimana uang premi hangus inilah,
yang tidak disukai oleh nasabah karena kesannya mereka jadi rugi, sehingga
dalam hal ini pihak perusahaan asuransi jadi sulit untuk memasarkan produknya.
Karena itulah, perusahaan asuransi kemudian menciptakan produk ‘asuransi
sekaligus tabungan/investasi’, yang dikenal sebagai unitlink. Perbedaan
mendasarnya sebagai berikut:
- Nasabah tetap mendapatkan UP jika sakit dll, tapi nilainya jauh lebih kecil dibanding asuransi biasa. Contohnya bibi penulis diatas, UP-nya cuma Rp120 juta, dibanding nilai setoran premi-nya yang mencapai Rp60 juta setelah 10 tahun. Ini berarti premi-nya mencapai 50% dari nilai UP.
- Meski UP-nya kecil, tapi uang premi yang disetor ke unitlink tidak akan hangus termasuk jika UP tadi dicairkan, dan bahkan bisa bertambah jika hasil investasinya bagus. Ini karena uang premi tersebut akan dibelikan instrumen investasi, biasanya reksadana. Tapi disisi lain kalau hasil investasinya jelek, maka ya nilai pokok setorannya tetap bisa berkurang.
Nah, bagian dimana ‘nilai pokok
setorannya bisa berkurang' inilah, yang biasanya tidak dijelaskan oleh si agen
asuransi. Karena jangankan dijelaskan soal risiko investasi saham bla bla bla,
si nasabah cuma bisa ngerti kalau dia ini seperti sedang menabung di bank, dan
tetap mendapatkan proteksi kalau sakit. Termasuk si nasabah juga tidak tahu
menahu kalau uang premi yang disetor tetap dipotong sebagian untuk biaya
proteksi itu sendiri (jadi pada akhirnya uang premi tersebut tetap hangus, tapi
kelihatannya tidak hangus seluruhnya karena toh sejak awal setoran premi-nya
sangat besar dibanding nilai UP-nya). Malah kalau hasil investasinya ‘rendah’,
maka kerugian si nasabah sejatinya jadi lebih besar lagi dibanding jika ia ambil
asuransi biasa, karena ibarat sudah uang preminya hangus, ditambah sekarang nyangkut
pula di reksadana. Dan, oh, masih satu lagi: Mau hasil investasinya untung atau
rugi, tapi setoran premi nasabah juga tetap dipotong untuk bagian keuntungan perusahaan
asuransi, komisi si agen (nama biayanya bisa biaya akuisisi, biaya admin dst, tapi intinya banyak potongannya), dan juga fee untuk manajer investasi (MI). Sebab
perusahaan asuransi tidak langsung membeli saham, obligasi dll di pasar,
melainkan mereka membeli unit reksadana yang dikelola oleh MI, dimana MI ini
memungut management fee sekitar 1 – 2% per tahun dari total nilai dana yang dikelola,
tak peduli hasilnya untung atau rugi.
Dari penjelasan diatas maka bisa
dilihat kenapa nasabah asuransi unitlink rata-rata tekor bolak balik. Karena
jangankan jika hasil investasinya rugi, jika investasinya untung pun maka
mereka tetap rugi karena premi yang disetorkan sejak awal sudah dipotong biaya
ini itu, yang jumlahnya lebih besar dibanding asuransi biasa.
Tapi Pak Teguh, kalau unitlink
ini lebih banyak merugikan ketimbang menguntungkan, lalu kenapa produknya
sampai sekarang gak dilarang oleh OJK? Ya karena pihak agen asuransi termasuk perusahaan
asuransi itu sendiri dalam hal ini tidak melanggar hukum apapun (kecuali kalau ada oknum agen asuransi yang sengaja memberikan info yang salah, tapi itu lain cerita). Karena
risiko terkait kerugian investasi, potongan biaya ini itu, hingga ilustrasi hasil investasi, semuanya sudah dijelaskan
di lembar polis asuransi ketika si nasabah membuka rekening. Kemudian
kalau nasabah unitlink ini beneran sakit, maka UP tadi beneran dibayarkan kok. Sehingga bagi nasabah yang sempat sakit dan menerima UP, maka unitlink ini justru sangat terasa manfaatnya. Thus,
mau nasabah protes sampai bawa-bawa Hotman Paris sekalipun, biasanya si
agen hanya akan mengeluarkan satu mantra sakti ini saja: ‘Jenengan sudah baca
polisnya? Disitu sudah dijelaskan semuanya, jadi jangan protes!’
Okay, lalu bagaimana dengan
investasi saham secara langsung? Well, meski tentunya ada banyak juga cerita investor yang rugi
di saham, tapi biasanya itu adalah karena tiga hal berikut: 1. Si ‘investor’ ini
sejatinya belum bisa disebut sebagai investor, karena ia masih belajar/masih
pemula, 2. IHSG-nya lagi turun, atau 3. Terjadi force majeure dimana emiten
bangkrut atau semacamnya, sehingga nilai sahamnya anjlok, misalnya seperti
kasus Tiga
Pilar Sejahtera (AISA) dulu.
Sementara diluar tiga faktor
diatas, maka bagi investor yang sudah cukup pengetahuan dan pengalaman, normalnya
dia akan cuan minimal sebesar kenaikan IHSG itu sendiri, dan maksimalnya bisa
jadi trilyuner seperti Om Lo Kheng Hong. Contohnya bibi penulis diatas: Jika ia
rutin menyetor Rp500,000 per bulan sejak Oktober 2009 untuk beli saham BBCA dkk
lalu tutup mata (tak peduli pasar mau terbang atau jeblok), maka pada hari ini
nilai portonya akan lebih dari sekedar Rp60 juta, mungkin jadinya sekitar Rp100
jutaan. Karena IHSG pada Oktober 2009 berada di level 2,500, sedangkan sekarang
sudah diatas 6,000, atau naik lebih dari dua kali lipat belum termasuk dividen. Dan satu-satunya biaya yang harus anda bayar hanyalah trading fee (dan juga pajak dividen, kalau anda terima dividen), yang jumlahnya tidak akan terlalu besar asalkan anda jarang melakukan trading itu sendiri (jadi beli lalu hold saja). Hanya memang dalam hal ini si bibi jadi gak punya proteksi asuransi, dimana kalau
ia sakit maka harus bayar sendiri. Tapi yah, untuk proteksi asuransi ini maka
bisa beli polis lagi toh? Dalam hal ini asuransi murni ya, misalnya BPJS, jadi bukan
unitlink.
Jadi kalau dirunut lagi dari awal, masalah yang dialami bibi penulis tadi kronologisnya adalah sebagai berikut: Orang mau punya asuransi kesehatan, tapi gak mau kalau premi asuransinya 'hangus', sedangkan dia sehat-sehat saja. Alhasil produk asuransi yang murni jadi nggak laku. Solusinya, perusahaan asuransi bikin unitlink agar timbul kesan bahwa premi yang dibayarkan nasabah tidak hangus, dan bahkan bisa balik lagi dengan nilai lebih besar karena diinvestasikan, atau minimal sama dengan nilai total setorannya, dimana hal inilah yang ditekankan berkali-kali oleh si agen (tapi soal risiko, biaya dst gak dijelaskan, atau cuma disampaikan sekilas saja). Dan ketika realisasinya tidak seperti yang dipaparkan di awal, maka barulah nasabah menyadari there is something wrong, tapi itu sudah terlambat.
Anyway, mau itu asuransi murni, unitlink, reksadana, atau anda langsung invest sendiri di bursa saham, maka problem terbesarnya tetap di satu hal itu saja: Edukasi. Karena harus diakui, literasi keuangan di Indonesia masih sangat kurang, dan masalahnya orang-orang lebih suka membaca berita atau nonton debat politik ketimbang baca polis asuransi, prospektus, laporan keuangan emiten, atau artikel-artikel edukasi investasi seperti yang banyak disajikan di blog ini. Jadi buat temen-temen yang lebih beruntung karena sudah cukup mengerti soal saham dll, please share your knowledge, minimal ke saudara-saudara terdekat. Atau gampangnya, ajak mereka buat baca TeguhHidayat.com, semoga bisa bermanfaat.
Dan buat anda yang punya
pengalaman dengan asuransi unitlink, bisa share pengalaman tersebut melalui
kolom komentar dibawah.
Jadwal Seminar: Karena imbas Covid-19, penulis sampai hari ini masih #stayathome, jadi untuk sekarang belum ada jadwal. Namun anda bisa memperoleh rekamannya disini, tersedia diskon khusus selama IHSG masih dibawah 6,000.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
kalau asuransi dwiguna itu kan manfaatnya pasti, maksudnya diusia tertentu pasti dapat uang sekian, nah pertanyaannya adalah apakah ketika sudah jatuh tempo di usia tertentu dan kita menerima uang manfaatnya apakah kita diwajibkan untuk bayar pajak dari uang manfaat tersebut? atau apakah asuransi ini bebas pajak?
mohon di share disini pak, saya rasa banyak yang ingin tahu soal ini..
terima kasih
Saat itu saya invest 15 juta, saya masuk unitlink yang sekali bayar, istilah di perusahaan asuransinya investment account, jadi potongannya lebih sedikit daripada yang rutin bayar bulanan. Demikian pula nilai proteksinya juga lebih kecil juga.
Bulan April 2018, saya cairkan unitlinknya, ternyata nilainya cuma jadi 31 juta. Jadi invest 11 tahun nilainya hanya naik 2x saja.
Cukup mengecewakan juga. Andaikan dulu saya taruh di saham seperti BBRI, pasti hasilnya akan jauh lebih memuaskan.
Kalau ada yg tanya ke saya, maka saya selalu berikan pengertian, kamu kalau beli mobil/motor (atau rumah) pasti compare sana sini, tanya sana sini. klo invest koq tidak melakukan yg sama. coba compare2x dulu bro, soalnya besar biayanya (dan besar manfaatnya, kalau benar)
Pengalaman saya sendiri lumayan kesulitan saat mencari asuransi jiwa murni (term-life). Saya akhirnya mendapatkannya walau rasanya cukup mahal kalau dibandingkan dengan di luar negeri. Saya membeli asuransi term-life 15 tahun dengan premi sekitar 0.6% dari UP. Kalau googling, di negara lain dengan profil risiko sama, premi bisa seperempat dari itu. Dan saat memilih produk itu, agen-nya pun berulang kali berusaha menawarkan unit-link dengan alasan utama premi tidak akan hangus seluruhnya. Pesan saya untuk para pencari asuransi murni, saat mencari produk, langsung saja bilang anda cari asuransi yang uang preminya hangus. Karena kalau tidak begitu, agen akan terus menerus mencoba menjual unit-link :)
Dan selama setahun ini saya mencoba peruntungan di perusahaan start up, yaitu perusahaan infrastruktur global dgn membeli bbrp saham nya yg di jual di 15 stage/tahapan dan sekarang sudah memasuki tahap 14...
Coba mas teguh di bahas tentang investasi saham tp saham induk yang seperti saya ikuti.... Krn sy sudah 4 sertifikat saham dgn jumlah sahan yang berbeda...
Untuk masalah term VS unit link masing2 punya kelebihan dan kekurangannya sendiri. Misal kalau UL kita bisa anggap menjadi Fixed cost, karena premi yang di bayar tidak berubah. Untuk masalah tabungan ada sisa brapa/untung berapa itu anggap sebagai bonus.
Saya selalu menanamkan mindset ini kepada nasabah-nasabah saya. Maybe kalau temen2 disini ada yg mau di tanyakan saya bantu sebisanya
kalau unitlink apakah biasanya fixed atau bisa naik juga preminya?
1.Apakah meeeka perduli dengan kebutuhan jenis asuransi tiap individu usia, status, besaran premi dll
2. Apakah mereka mampu secara simple menjelaskan perspektus polis?
Agen yg lebh paham harusnya jg bisa mengarahkan hal itu minimal sedikit memberi pengetahuan financial planner bg calon nasabah.. namun sayang mereka hanya fokus pd komisi dan produk asuransi yg mereka bawa. Ditambah faktor kawan dan kekerabatan sebagai modal.
Untuk Term Inssurance
Premi = Biaya (COI/COR)
setau saya, kenaikan premi di term kurang lebih 5-10% per tahun. (biasanya perusahaan memberikan tabel premi untuk kenaikan usia)
ada 2-3 faktor yang biasa di gunakan untuk kenaikan premi
1. pertambahan usia (tentu saja)
2. inflasi biaya kesehatan, (biasanya tabel premi hanya mencantumkan dari kenaikan usia
3. risiko sakit perorangan, memang perusahaan memberikan garansi perpanjangan asuransi, tapi mereka tidak memberikan garansi kenaikan premi. jd bila di rasa nasabah tersebut memiliki risk lebih besar (misal udah pernah sakit dan klaim besar), ada Sebagian perusahaan asuransi (tidak semua) yang memberlakukan seperti ini.
untuk Unit Link inssurance,
Premi berbeda dengan biaya COI/COR.
premi UL kebanyakan akan Flat, selama tidak ada upgrade plan.
kelebihan premi yang di bayarkan di awal ini bisa di gunakan untuk "dana darurat" pada polis itu sendiri, karena kita tidak tahu apa yang terjadi kedepan.seperti kondisi pandemi seperti ini, bagi nasabah Unit Link, mereka bisa memiliki opsi untuk Cuti Premi. dan akan membayar premi kembali setelah keadaan ekonomi membaik.
jadi saya rasa untuk Term Vs Unit Link ini masing2 memiliki kelebihan dan kekurangan masing2.
saya sendiri memilih Unit Link.
karena
1. premi yang di bayar flat
2. saya mendisiplinkan diri untuk menyisihkan dana darurat untuk polis saya.
3. karena nilai waktu uang, premi yang saya bayarkan nanti akan terasa murah.
4. bisa ambil raider Waiver of Premium (di Term tidak bisa beli)
jika ingin berdiskusi lebih lanjut bisa kontak saya di contact.riskology.id@gmail.com
saya setuju dengan pendapat Pak Seno.
di luar sana banyak sekali agen asuransi dengan product knowledge kurang.
tapi disaat sekarang ini semakin banyak agen asuransi yang kredibel juga. cuma memang kalau "barang bagus" kan jarang dapat publikasi. kalau ketemu yang jelek baru ribut kemana2 kan pak? hihi
untuk menentukan agen itu cocok atau tidak ini adalah tugas dari nasabah itu sendiri. misal:
1. jangan beli karena sungkan, beli karena butuh
2. tanyakan spec produk dengan detail, pastikan agen bisa menjawab semua pertanyaan bapak
3. apakah dia seorang full time agen?
4. prestasi apa yang sudah di capai?
5. apakah dia seorang agen MDRT? (hanya 0.5% populasi agen asuransi yang merupakan agen MDRT)
bila Pak seno ingin berdiskusi, boleh kontak saya di contact.riskology.id@gmail.com
No sungkan-sungkan club
no Paksa-Paksa Club
in profesional way
Saya ingin bertanya pak.
Kebetulan saya sudah punya asuransi unitlink sejak 2016. Kalau saya cek sampai dengan 2020 (Kebetulan ada upgrade polis di tahun itu) by asuransi saya masih sama tiap bulan nya seperti waktu awal di 2016 (By asuransi yang bkn premi yg inc nilai invest).
Pertanyaan saya pak kalau tadi yg saya simak klo asuransi tradisional itu tiap tahun ada kenaikan by asuransi ya pak?
Apakah berarti ini salah satu keuntungan dari asuransi UL which is tiap tahun by asuransinya tidak naik pak?
Terima Kasih sebelumnya.