Asuransi Unitlink vs Investasi Saham

Mudik lebaran kemarin penulis dapet cerita dari salah seorang bibi. Jadi ceritanya ia membeli produk unitlink dari sebuah perusahaan asuransi, dengan cicilan tetap Rp500,000 per bulan selama 10 tahun, sejak bulan Oktober tahun 2009 lalu. Ketika itu agen asuransinya bilang, dengan unitlink ini maka ibu dapet dua keuntungan sekaligus. Yang pertama adalah proteksi, dimana kalau ibu sakit maka dapat uang pertanggungan (UP) sebesar maksimal Rp120 juta, dan yang kedua adalah investasi, dimana setelah 10 tahun maka ibu akan menerima pembayaran tunai sebesar Rp60 juta (Rp500 ribu x 12 bulan x 10 tahun), bahkan bisa lebih dari itu kalau hasil investasinya tinggi. Sebab uang yang disetorkan tiap bulan akan kami putar/kami investasikan, dan ibu akan menerima keuntungannya.

***

Jadwal Seminar: Karena imbas Covid-19, penulis sampai hari ini masih #stayathome, jadi untuk sekarang belum ada jadwal. Namun anda bisa memperoleh rekamannya disini, tersedia diskon khusus selama IHSG masih dibawah 6,000.

***

Nah, berhubung sekarang sudah bulan Juni 2019, alias sebentar lagi bakal genap 10 tahun, dan selama itu bibi penulis ini rutin menyetor Rp500,000 per bulan tanpa pernah terlambat sekalipun, termasuk juga tidak pernah sakit yang serius (jadi UP-nya belum dipakai), maka ia iseng-iseng menghubungi agen asuransinya, untuk menanyakan berapa nilai ‘investasinya’ saat ini. Tapi alangkah kagetnya ketika si agen menjawab, nilainya Rp31 juta. Padahal kalau hitung nilai pokok setorannya saja (belum termasuk proyeksi keuntungan yang disampaikan sebelumnya), maka harusnya nilai tabungannya sampai Mei 2019 kemarin sudah Rp57.5 juta (Rp500 ribu x 115 bulan). Jadi kenapa ini malah berkurang sampai hampir setengahnya? Dan si agen menjawab, pertama, memang ada potongan-potongan untuk meng-cover UP tadi, dan juga biaya administrasi bla bla bla. Dan kedua, ini karena bursa saham lagi turun, makanya investasi sekarang lagi rugi semua. Bibi penulis nanya lagi, tapi dulu kamu gak bilang apa-apa soal saham turun? Saham rugi? Dan apa pula itu saham? Lalu baru agen juga menjelaskan tentang tiga kemungkinan hasil investasi yakni rendah, sedang, dan tinggi. Jadi dalam skenario ‘hasil investasi rendah’, maka hasilnya memang bisa ‘kurang memuaskan’.

Pada titik ini bibi penulis sudah males untuk bertanya lagi, karena sejatinya dia sudah ingin murka saja. Karena ia inget persis bahwa di tahun 2009 lalu (biasanya daya ingat ibu-ibu jauh lebih kuat dibanding bapak-bapak), si agen asuransi ini tidak ngomong sedikitpun soal risiko nilai tabungannya bakal turun, atau rugi, apalagi tinggal sisa separuhnya seperti itu. Termasuk juga gak ada penjelasan apa-apa soal biaya tetek bengek bla bla bla. Dan yang pasti, ia sekarang sangat menyesal. Karena kalau uang Rp500,000 per bulan tadi disetor ke deposito saja, maka setelah 10 tahun hasilnya benar minimal Rp60 juta belum termasuk bunga, dan tanpa ada risiko apapun.

Nah, actually penulis tidak kaget dengan cerita si bibi diatas, karena sejak dulu juga kalau saya googling, di internet ada banyak cerita serupa dari para nasabah unitlink asuransi, dimana jangankan menerima prospek keuntungan yang disebutkan di awal pembukaan rekening, nilai ‘investasi’ mereka malah berkurang. Ini mending kalau berkurangnya cuma sedikit, lha ini berkurangnya gede banget, bisa lebih dari setengah dari total nilai pokok setoran. Penulis sendiri sering ditelpon orang yang mengaku dari BCA, Mandiri dst, tapi ujung-ujungnya mereka menawarkan produki unitlink dari perusahaan asuransi tertentu. Namun sebelum mereka ngomong lebih jauh, saya langsung menolak dengan halus.

Lalu apa sebenarnya asuransi unitlink ini? Dan kenapa hampir semua testimoni menyebutkan bahwa unitlink ini sangat merugikan?

Jadi pada awal mulanya, cara kerja asuransi adalah sebagai berikut: Nasabah dijanjikan UP sebesar maksimal sekian Rupiah jika terjadi peristiwa tertentu yang membutuhkan uang dalam jumlah besar, misalnya jika anda sakit dan harus dirawat di RS (jika asuransinya adalah asuransi kesehatan). Sebagai gantinya, nasabah harus membayar premi sebesar sekian persen dari UP tadi, biasanya sekitar 1 – 4% (jadi kalau UP-nya Rp100 juta, maka preminya Rp1 – 4 juta) tergantung banyaknya jenis penyakit yang di-cover, tingkat risiko si nasabah untuk menderita sakit, lamanya masa proteksi, dst.

Jadi kalau anda kemudian jatuh sakit dan asuransinya masih berlaku/masih dalam masa proteksi, maka sebagian atau bahkan seluruh biaya rumah sakitnya akan ditanggung oleh pihak perusahaan asuransi, sehingga barulah dalam hal ini asuransi yang anda ambil akan terasa manfaatnya. Tapi bagaimana jika selama masa proteksi anda sehat-sehat saja? Ya kalau gitu uang premi yang anda setorkan hangus begitu saja, dan kalau anda mau memperpanjang masa proteksi maka anda harus bayar premi lagi.

Bagian dimana uang premi hangus inilah, yang tidak disukai oleh nasabah karena kesannya mereka jadi rugi, sehingga dalam hal ini pihak perusahaan asuransi jadi sulit untuk memasarkan produknya. Karena itulah, perusahaan asuransi kemudian menciptakan produk ‘asuransi sekaligus tabungan/investasi’, yang dikenal sebagai unitlink. Perbedaan mendasarnya sebagai berikut:
  1. Nasabah tetap mendapatkan UP jika sakit dll, tapi nilainya jauh lebih kecil dibanding asuransi biasa. Contohnya bibi penulis diatas, UP-nya cuma Rp120 juta, dibanding nilai setoran premi-nya yang mencapai Rp60 juta setelah 10 tahun. Ini berarti premi-nya mencapai 50% dari nilai UP.
  2. Meski UP-nya kecil, tapi uang premi yang disetor ke unitlink tidak akan hangus termasuk jika UP tadi dicairkan, dan bahkan bisa bertambah jika hasil investasinya bagus. Ini karena uang premi tersebut akan dibelikan instrumen investasi, biasanya reksadana. Tapi disisi lain kalau hasil investasinya jelek, maka ya nilai pokok setorannya tetap bisa berkurang.
Nah, bagian dimana ‘nilai pokok setorannya bisa berkurang' inilah, yang biasanya tidak dijelaskan oleh si agen asuransi. Karena jangankan dijelaskan soal risiko investasi saham bla bla bla, si nasabah cuma bisa ngerti kalau dia ini seperti sedang menabung di bank, dan tetap mendapatkan proteksi kalau sakit. Termasuk si nasabah juga tidak tahu menahu kalau uang premi yang disetor tetap dipotong sebagian untuk biaya proteksi itu sendiri (jadi pada akhirnya uang premi tersebut tetap hangus, tapi kelihatannya tidak hangus seluruhnya karena toh sejak awal setoran premi-nya sangat besar dibanding nilai UP-nya). Malah kalau hasil investasinya ‘rendah’, maka kerugian si nasabah sejatinya jadi lebih besar lagi dibanding jika ia ambil asuransi biasa, karena ibarat sudah uang preminya hangus, ditambah sekarang nyangkut pula di reksadana. Dan, oh, masih satu lagi: Mau hasil investasinya untung atau rugi, tapi setoran premi nasabah juga tetap dipotong untuk bagian keuntungan perusahaan asuransi, komisi si agen (nama biayanya bisa biaya akuisisi, biaya admin dst, tapi intinya banyak potongannya), dan juga fee untuk manajer investasi (MI). Sebab perusahaan asuransi tidak langsung membeli saham, obligasi dll di pasar, melainkan mereka membeli unit reksadana yang dikelola oleh MI, dimana MI ini memungut management fee sekitar 1 – 2% per tahun dari total nilai dana yang dikelola, tak peduli hasilnya untung atau rugi.

Dari penjelasan diatas maka bisa dilihat kenapa nasabah asuransi unitlink rata-rata tekor bolak balik. Karena jangankan jika hasil investasinya rugi, jika investasinya untung pun maka mereka tetap rugi karena premi yang disetorkan sejak awal sudah dipotong biaya ini itu, yang jumlahnya lebih besar dibanding asuransi biasa.

Tapi Pak Teguh, kalau unitlink ini lebih banyak merugikan ketimbang menguntungkan, lalu kenapa produknya sampai sekarang gak dilarang oleh OJK? Ya karena pihak agen asuransi termasuk perusahaan asuransi itu sendiri dalam hal ini tidak melanggar hukum apapun (kecuali kalau ada oknum agen asuransi yang sengaja memberikan info yang salah, tapi itu lain cerita). Karena risiko terkait kerugian investasi, potongan biaya ini itu, hingga ilustrasi hasil investasi, semuanya sudah dijelaskan di lembar polis asuransi ketika si nasabah membuka rekening. Kemudian kalau nasabah unitlink ini beneran sakit, maka UP tadi beneran dibayarkan kok. Sehingga bagi nasabah yang sempat sakit dan menerima UP, maka unitlink ini justru sangat terasa manfaatnya. Thus, mau nasabah protes sampai bawa-bawa Hotman Paris sekalipun, biasanya si agen hanya akan mengeluarkan satu mantra sakti ini saja: ‘Jenengan sudah baca polisnya? Disitu sudah dijelaskan semuanya, jadi jangan protes!’

Okay, lalu bagaimana dengan investasi saham secara langsung? Well, meski tentunya ada banyak juga cerita investor yang rugi di saham, tapi biasanya itu adalah karena tiga hal berikut: 1. Si ‘investor’ ini sejatinya belum bisa disebut sebagai investor, karena ia masih belajar/masih pemula, 2. IHSG-nya lagi turun, atau 3. Terjadi force majeure dimana emiten bangkrut atau semacamnya, sehingga nilai sahamnya anjlok, misalnya seperti kasus Tiga Pilar Sejahtera (AISA) dulu.

Sementara diluar tiga faktor diatas, maka bagi investor yang sudah cukup pengetahuan dan pengalaman, normalnya dia akan cuan minimal sebesar kenaikan IHSG itu sendiri, dan maksimalnya bisa jadi trilyuner seperti Om Lo Kheng Hong. Contohnya bibi penulis diatas: Jika ia rutin menyetor Rp500,000 per bulan sejak Oktober 2009 untuk beli saham BBCA dkk lalu tutup mata (tak peduli pasar mau terbang atau jeblok), maka pada hari ini nilai portonya akan lebih dari sekedar Rp60 juta, mungkin jadinya sekitar Rp100 jutaan. Karena IHSG pada Oktober 2009 berada di level 2,500, sedangkan sekarang sudah diatas 6,000, atau naik lebih dari dua kali lipat belum termasuk dividen.  Dan satu-satunya biaya yang harus anda bayar hanyalah trading fee (dan juga pajak dividen, kalau anda terima dividen), yang jumlahnya tidak akan terlalu besar asalkan anda jarang melakukan trading itu sendiri (jadi beli lalu hold saja). Hanya memang dalam hal ini si bibi jadi gak punya proteksi asuransi, dimana kalau ia sakit maka harus bayar sendiri. Tapi yah, untuk proteksi asuransi ini maka bisa beli polis lagi toh? Dalam hal ini asuransi murni ya, misalnya BPJS, jadi bukan unitlink.

Daripada nabung di bank, mending beli saham bank

Jadi kalau dirunut lagi dari awal, masalah yang dialami bibi penulis tadi kronologisnya adalah sebagai berikut: Orang mau punya asuransi kesehatan, tapi gak mau kalau premi asuransinya 'hangus', sedangkan dia sehat-sehat saja. Alhasil produk asuransi yang murni jadi nggak laku. Solusinya, perusahaan asuransi bikin unitlink agar timbul kesan bahwa premi yang dibayarkan nasabah tidak hangus, dan bahkan bisa balik lagi dengan nilai lebih besar karena diinvestasikan, atau minimal sama dengan nilai total setorannya, dimana hal inilah yang ditekankan berkali-kali oleh si agen (tapi soal risiko, biaya dst gak dijelaskan, atau cuma disampaikan sekilas saja). Dan ketika realisasinya tidak seperti yang dipaparkan di awal, maka barulah nasabah menyadari there is something wrong, tapi itu sudah terlambat.

Anyway, mau itu asuransi murni, unitlink, reksadana, atau anda langsung invest sendiri di bursa saham, maka problem terbesarnya tetap di satu hal itu saja: Edukasi. Karena harus diakui, literasi keuangan di Indonesia masih sangat kurang, dan masalahnya orang-orang lebih suka membaca berita atau nonton debat politik ketimbang baca polis asuransi, prospektus, laporan keuangan emiten, atau artikel-artikel edukasi investasi seperti yang banyak disajikan di blog ini. Jadi buat temen-temen yang lebih beruntung karena sudah cukup mengerti soal saham dll, please share your knowledge, minimal ke saudara-saudara terdekat. Atau gampangnya, ajak mereka buat baca TeguhHidayat.com, semoga bisa bermanfaat.

Dan buat anda yang punya pengalaman dengan asuransi unitlink, bisa share pengalaman tersebut melalui kolom komentar dibawah.

Jadwal Seminar: Karena imbas Covid-19, penulis sampai hari ini masih #stayathome, jadi untuk sekarang belum ada jadwal. Namun anda bisa memperoleh rekamannya disini, tersedia diskon khusus selama IHSG masih dibawah 6,000.

Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Instagram

Komentar

asmnurcom mengatakan…
Masyarakat indonesia perlu edukasi tentang literasi keuangan dan pentingnya asuransi, karena membeli asuransi tidak sama seperti membeli rumah atau mobil yang wujudnya bisa dilihat dan bahkan "dipamerkan" ke khalayak umum.
erryb mengatakan…
Setuju mas Teguh, edukasi memang perlu ditingkatkan, kalo mengenai asuransi, asuransi sendiri kan hakikatnya adalah memindahkan atau juga sharing risiko, dalam kasus kebanyakan (termasuk bibi mas Teguh) risiko tidak terjadi, tapi bagi peserta asuransi lain yang mengalami risiko, entah sakit atau meninggal akan lain ceritanya. Bahkan untuk kasus bibi Mas Teguh, sebenarnya masih tercover sampai usia 50-60 an untuk sakit, dan usia 99 th untuk kematian. So, the point is, saat anda membuka polis asuransi, minimal klaim yg pasti akan anda ambil adalah risiko kematian sebesar UP itu sendiri ( kecuali umur anda lebih dari 99thn) sehingga sebenarnya menurut saya secara keseluruhan peserta pasti untung, cuma mungkin tidak seluruhnya dia nikmati tapi ada juga yang dinikmati oleh ahli warisnya. Sehingga bagi saya pribadi,sebagai kepala keluarga saya harus punya satu polis asuransi untuk cover risiko, sementara untuk tujuan investasi ya tetap saham langsung. Unless you think you rich enough to pay your risk, then you dont need to buy insurance at all
Anonim mengatakan…
pak teguh, mau bertanya nih.

kalau asuransi dwiguna itu kan manfaatnya pasti, maksudnya diusia tertentu pasti dapat uang sekian, nah pertanyaannya adalah apakah ketika sudah jatuh tempo di usia tertentu dan kita menerima uang manfaatnya apakah kita diwajibkan untuk bayar pajak dari uang manfaat tersebut? atau apakah asuransi ini bebas pajak?

mohon di share disini pak, saya rasa banyak yang ingin tahu soal ini..
terima kasih
budihmw mengatakan…
Saya pernah iseng masuk unitlink tahun 2007 dulu.

Saat itu saya invest 15 juta, saya masuk unitlink yang sekali bayar, istilah di perusahaan asuransinya investment account, jadi potongannya lebih sedikit daripada yang rutin bayar bulanan. Demikian pula nilai proteksinya juga lebih kecil juga.

Bulan April 2018, saya cairkan unitlinknya, ternyata nilainya cuma jadi 31 juta. Jadi invest 11 tahun nilainya hanya naik 2x saja.

Cukup mengecewakan juga. Andaikan dulu saya taruh di saham seperti BBRI, pasti hasilnya akan jauh lebih memuaskan.
Anonim mengatakan…
Saya sering memang menemukan teman2x yg secara finansial kurang paham (atau malas untuk paham). Bagi mereka yg penting nabung/invest dan ada asuransi. lebih simpel.

Kalau ada yg tanya ke saya, maka saya selalu berikan pengertian, kamu kalau beli mobil/motor (atau rumah) pasti compare sana sini, tanya sana sini. klo invest koq tidak melakukan yg sama. coba compare2x dulu bro, soalnya besar biayanya (dan besar manfaatnya, kalau benar)
Anonim mengatakan…
Pak Teguh, uniknya sekarang justru asuransi murni untuk pribadi itu sulit dicari di Indonesia! Sepertinya para agen asuransi lumayan malas menjual asuransi murni karena komisinya kecil. Perusahaan asuransi juga sepertinya lumayan malas mengeluarkan produk asuransi murni individual. Saya tidak tahu entah karena komisi yang kecil atau memang permintaan produk yang rendah.
Pengalaman saya sendiri lumayan kesulitan saat mencari asuransi jiwa murni (term-life). Saya akhirnya mendapatkannya walau rasanya cukup mahal kalau dibandingkan dengan di luar negeri. Saya membeli asuransi term-life 15 tahun dengan premi sekitar 0.6% dari UP. Kalau googling, di negara lain dengan profil risiko sama, premi bisa seperempat dari itu. Dan saat memilih produk itu, agen-nya pun berulang kali berusaha menawarkan unit-link dengan alasan utama premi tidak akan hangus seluruhnya. Pesan saya untuk para pencari asuransi murni, saat mencari produk, langsung saja bilang anda cari asuransi yang uang preminya hangus. Karena kalau tidak begitu, agen akan terus menerus mencoba menjual unit-link :)
Unknown mengatakan…
Asuransi itu biaya, bukan tabungan apalagi investasi. Meskipun dikemas seperti unitlink tetap dia sbg proteksi bukan investasi
Ashiang mengatakan…
Saya juga masuk di unitlink jalan 3 thn dgn premi 350 rb /bulan selama 5 thn tp hanya mengcover nyawa saja..

Dan selama setahun ini saya mencoba peruntungan di perusahaan start up, yaitu perusahaan infrastruktur global dgn membeli bbrp saham nya yg di jual di 15 stage/tahapan dan sekarang sudah memasuki tahap 14...

Coba mas teguh di bahas tentang investasi saham tp saham induk yang seperti saya ikuti.... Krn sy sudah 4 sertifikat saham dgn jumlah sahan yang berbeda...
Hadikusuma mengatakan…
Inti sari dari insurance adalah dari mindset nya. Kita beli proteksi. Bukan invest. Kalau ada agent menjual insurance dengan iming2 investment. Itu sudah salah.
Untuk masalah term VS unit link masing2 punya kelebihan dan kekurangannya sendiri. Misal kalau UL kita bisa anggap menjadi Fixed cost, karena premi yang di bayar tidak berubah. Untuk masalah tabungan ada sisa brapa/untung berapa itu anggap sebagai bonus.

Saya selalu menanamkan mindset ini kepada nasabah-nasabah saya. Maybe kalau temen2 disini ada yg mau di tanyakan saya bantu sebisanya
Anonim mengatakan…
Saya beli unit link, dan investasinya di saham yang bagus. Tahun ini saham ancur ya ikut ancur deh. Walaupun sudah pernah klaim di RS dan diganti hampir 100%. Dibandingkan BPJS yang murah tapi uang hilang kalau tidak pernah sakit
Anonim mengatakan…
@Hadi Kusuma: kak mau nanya kalau untuk asuransi term life atau konvensional yang non unit link, biasanya preminya setiap tahun naik berapa persen ya?

kalau unitlink apakah biasanya fixed atau bisa naik juga preminya?
Seno mengatakan…
Problem terbesarnya juga di agen asuransinya..
1.Apakah meeeka perduli dengan kebutuhan jenis asuransi tiap individu usia, status, besaran premi dll
2. Apakah mereka mampu secara simple menjelaskan perspektus polis?
Agen yg lebh paham harusnya jg bisa mengarahkan hal itu minimal sedikit memberi pengetahuan financial planner bg calon nasabah.. namun sayang mereka hanya fokus pd komisi dan produk asuransi yg mereka bawa. Ditambah faktor kawan dan kekerabatan sebagai modal.
Hadikusuma mengatakan…
@Anonim:

Untuk Term Inssurance
Premi = Biaya (COI/COR)
setau saya, kenaikan premi di term kurang lebih 5-10% per tahun. (biasanya perusahaan memberikan tabel premi untuk kenaikan usia)
ada 2-3 faktor yang biasa di gunakan untuk kenaikan premi
1. pertambahan usia (tentu saja)
2. inflasi biaya kesehatan, (biasanya tabel premi hanya mencantumkan dari kenaikan usia
3. risiko sakit perorangan, memang perusahaan memberikan garansi perpanjangan asuransi, tapi mereka tidak memberikan garansi kenaikan premi. jd bila di rasa nasabah tersebut memiliki risk lebih besar (misal udah pernah sakit dan klaim besar), ada Sebagian perusahaan asuransi (tidak semua) yang memberlakukan seperti ini.


untuk Unit Link inssurance,
Premi berbeda dengan biaya COI/COR.
premi UL kebanyakan akan Flat, selama tidak ada upgrade plan.
kelebihan premi yang di bayarkan di awal ini bisa di gunakan untuk "dana darurat" pada polis itu sendiri, karena kita tidak tahu apa yang terjadi kedepan.seperti kondisi pandemi seperti ini, bagi nasabah Unit Link, mereka bisa memiliki opsi untuk Cuti Premi. dan akan membayar premi kembali setelah keadaan ekonomi membaik.

jadi saya rasa untuk Term Vs Unit Link ini masing2 memiliki kelebihan dan kekurangan masing2.
saya sendiri memilih Unit Link.
karena
1. premi yang di bayar flat
2. saya mendisiplinkan diri untuk menyisihkan dana darurat untuk polis saya.
3. karena nilai waktu uang, premi yang saya bayarkan nanti akan terasa murah.
4. bisa ambil raider Waiver of Premium (di Term tidak bisa beli)

jika ingin berdiskusi lebih lanjut bisa kontak saya di contact.riskology.id@gmail.com
Hadikusuma mengatakan…
@Seno:

saya setuju dengan pendapat Pak Seno.
di luar sana banyak sekali agen asuransi dengan product knowledge kurang.
tapi disaat sekarang ini semakin banyak agen asuransi yang kredibel juga. cuma memang kalau "barang bagus" kan jarang dapat publikasi. kalau ketemu yang jelek baru ribut kemana2 kan pak? hihi

untuk menentukan agen itu cocok atau tidak ini adalah tugas dari nasabah itu sendiri. misal:
1. jangan beli karena sungkan, beli karena butuh
2. tanyakan spec produk dengan detail, pastikan agen bisa menjawab semua pertanyaan bapak
3. apakah dia seorang full time agen?
4. prestasi apa yang sudah di capai?
5. apakah dia seorang agen MDRT? (hanya 0.5% populasi agen asuransi yang merupakan agen MDRT)


bila Pak seno ingin berdiskusi, boleh kontak saya di contact.riskology.id@gmail.com
No sungkan-sungkan club
no Paksa-Paksa Club
in profesional way
Stella mengatakan…
Dear Pak @HadiKusama
Saya ingin bertanya pak.
Kebetulan saya sudah punya asuransi unitlink sejak 2016. Kalau saya cek sampai dengan 2020 (Kebetulan ada upgrade polis di tahun itu) by asuransi saya masih sama tiap bulan nya seperti waktu awal di 2016 (By asuransi yang bkn premi yg inc nilai invest).
Pertanyaan saya pak kalau tadi yg saya simak klo asuransi tradisional itu tiap tahun ada kenaikan by asuransi ya pak?
Apakah berarti ini salah satu keuntungan dari asuransi UL which is tiap tahun by asuransinya tidak naik pak?

Terima Kasih sebelumnya.

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Saham BBRI Anjlok Lagi! Waktunya Buy? or Bye?