The Power of Legacy Stock: Berapa Profitnya Jika Kita Beli Saham Ultrajaya di Tahun 2009?
Ada satu pertanyaan menarik
ketika beberapa waktu lalu penulis membahas saham Ultrajaya Milk Industry
(ULTJ) (ini link
artikelnya), dimana kesimpulan akhirnya adalah bahwa ULTJ ini bisa
dipertimbangkan sebagai tabungan atau investasi jangka panjang. Atau mengutip
istilah Pak Joeliardi Sunendar, sebagai legacy
stock yang bisa di-hold as long as possible. Problemnya, dalam
lima tahun terakhir yakni 2014 – 2019, ULTJ secara keseluruhan hanya naik dari
1,000 ke 1,200, sehingga total gain-nya hanya sekitar 20% dalam lima tahun, atau jauh lebih rendah dibanding beberapa
saham long term lainnya yang lebih populer seperti katakanlah Bank BRI (BBRI).
Jadi pertanyaannya kemudian, apa benar bahwa ULTJ ini bagus untuk long term?
Karena kalaupun kita katakan bahwa sahamnya aman/low risk, tapi profit segitu dalam jangka waktu selama itu tentu
saja kelewat kecil bukan??
***
Buku Kumpulan Analisis 30 Saham Pilihan (Ebook Investment Planning) edisi Kuartal I
2019 sudah terbit! Anda bisa langsung memperolehnya pada link
berikut.
***
Sebelum kita menjawab pertanyaan
diatas, mari kita sepakati dulu, apa yang dimaksud dengan ‘jangka panjang’
disini. Dalam beberapa kesempatan, penulis katakan bahwa jika anda beli satu
saham lalu anda bisa komitmen untuk hold sampai minimal setahun kedepan, maka
itu sudah masuk kategori jangka panjang.
However, jika anda misalnya
berencana membeli saham Berkshire Hathaway (BRK), maka Warren Buffett mengatakan
bahwa anda harus hold saham itu minimal selama
5 tahun. Jadi jika anda mengharapkan profit dalam waktu yang lebih singkat,
bahkan meski itu 3 – 4 tahun sekalipun, maka Buffett menyarankan untuk beli saham
lain saja. Ini adalah karena, berdasarkan pengalaman, periode waktu 5 tahun adalah periode dimana suatu negara akan mengalami
semua siklus ekonominya, baik itu periode krisis, periode datar-datar saja,
dan juga periode bullish/euforia, dan demikian pula pasar sahamnya akan naik dan turun mengikuti siklus ekonomi tersebut. Problemnya, kita tidak bisa tahu secara
persis kapan pasar saham akan naik atau turun. Jadi jika anda beli saham BRK
lalu hold hingga setahun kedepan, dan ternyata kebetulan dalam waktu setahun
itu Amerika mengalami krisis, maka anda hampir pasti akan rugi. Faktanya, meski saham BRK terus naik sejak Buffett mengambil alih perusahaan pada tahun 1965, namun sering juga terjadi saham BRK justru turun pada tahun-tahun tertentu.
Tapi jika anda komitmen untuk hold selama 5 tahun atau lebih lama lagi, maka testimoni dari pemegang saham lama di BRK menyebutkan bahwa mereka semuanya untung besar. Karena meski perekonomian Amerika naik turun secara random setiap tahunnya, terkadang pula dengan fluktuasi yang ekstrim, namun pada akhirnya ekonomi disana tetap tumbuh dalam jangka panjang, dan BRK mampu membukukan tingkat pertumbuhan yang lebih besar lagi.
Tapi jika anda komitmen untuk hold selama 5 tahun atau lebih lama lagi, maka testimoni dari pemegang saham lama di BRK menyebutkan bahwa mereka semuanya untung besar. Karena meski perekonomian Amerika naik turun secara random setiap tahunnya, terkadang pula dengan fluktuasi yang ekstrim, namun pada akhirnya ekonomi disana tetap tumbuh dalam jangka panjang, dan BRK mampu membukukan tingkat pertumbuhan yang lebih besar lagi.
Jadi kesimpulannya, menurut W.
Buffett, yang dimaksud long term adalah minimal 5 tahun, namun kata minimal
disini harus digaris bawahi. Karena dalam banyak kasus, Buffett sendiri melalui
BRK seringkali memegang aset-asetnya dalam waktu yang jauh lebih lama dibanding
sekedar 5 tahun tadi. Contohnya See’s Candies, yang sudah diakuisisi BRK pada
tahun 1972, alias 47 tahun yang
lalu, dan sampai sekarang masih di-hold.
Lihatnya 10 Tahun Terakhir!
Di salah satu artikel di blog
ini, penulis pernah mengatakan bahwa salah satu ciri saham yang bisa
dipertimbangkan untuk investasi jangka panjang adalah jika saham tersebut memang
secara historis sudah naik signifikan, dalam hal ini sebanyak total 100% dalam
lima tahun terakhir, belum termasuk dividen. Dalam hal ini kita harus
mengabaikan pergerakan saham yang bersangkutan pada 1 atau 2 tahun tertentu/lihatnya
tetap harus minimal 5 tahun terakhir. Contohnya, saham HM Sampoerna dari Mei 2018 hingga hari
ini,justru turun dari 3,700-an ke 3,300-an, sehingga ada kesan bahwa sahamnya nggak
bagus.
Padahal berdasarkan analisa
fundamental secara menyeluruh, maka HMSP termasuk wonderful company yang ideal untuk investasi jangka panjang. Jadi
kenapa sahamnya kok setahun terakhir ini malah turun? Nah, dalam hal inilah,
seperti yang disebut diatas, kita jangan melihat pergerakan HMSP dalam setahun
terakhir saja, tapi tetap minimal kita harus melihatnya dalam 5 tahun terakhir.
Dan memang benar: Pada Mei 2014, atau lima tahun yang lalu, HMSP masih berada
di posisi 2,500-an, sehingga total profitnya hingga hari ini masih cukup
lumayan, sudah termasuk loss dalam
setahun terakhir.
However, jika anda perhatikan
lagi, maka untuk beberapa saham terutama yang tidak terlalu likuid, maka seringkali kita harus melihat historis
pergerakan sahamnya lebih jauh dibanding sekedar 5 tahun, dalam hal ini selama 10 tahun terakhir.
Contohnya? Ya saham Ultrajaya tadi: Jika kita melihat kenaikannya sejak tahun
2014, maka memang ULTJ tampak mengecewakan. Tapi jika kita lihat lagi kenaikannya
sejak 2009, maka ketika itu ULTJ masih berada di level 150 - 170 (sesudah
stocksplit), dimana jika dibandingkan dengan posisinya hari ini yakni 1,300-an, maka artinya ULTJ sudah memberikan profit
sekitar 7 - 8 kali lipat dalam waktu 10
tahun, belum termasuk dividen. Sebagai perbandingan, pada Mei 2009, BBRI berada
di 600-an, sehingga total profitnya hingga hari ini, berdasarkan harga sahamnya
saat ini yakni 3,800, hanya sekitar 6 kali lipat belum termasuk dividen.
Dan fakta menarik lainnya adalah,
dibanding BBRI yang dikenal low risk sekalipun, ULTJ ini bahkan lebih low risk lagi. Sekarang gini: Ketika IHSG
sepanjang bulan Mei ini turun, maka BBRI juga ikut turun bukan? Dan penurunannya
pun cukup signifikan/lebih dari 10%. Demikian pula ketika sepanjang tahun 2018
kemarin IHSG mengalami bearish berkepanjangan,
maka BBRI juga drop dari 3,900 sampai 2,900. Problemnya, meski BBRI memang kemudian naik lagi ketika pasar pulih, tapi bagaimana jika anda kebetulan sudah
masuk di harga yang tinggi? Apakah anda mampu untuk tidak panik, dan tetap
komitmen untuk hold sahamnya untuk ‘jangka panjang’ ketika anda melihat BBRI
drop sampai 3,000, sementara anda sudah pegang barangnya sejak di harga 4,000??
Faktanya, ada banyak investor yang rugi bukan karena mereka salah pilih
saham dengan fundamental jelek, tapi cuma karena gak kuat saja menghadapi naik
turunnya pasar, atau masuknya kebetulan persis sebelum pasar terkoreksi.
Tapi bagaimana jika anda belinya
ULTJ? Well, mari kita lihat lagi: Ketika pada tahun 2018 kemarin IHSG sempat
drop dari 6,600 sampai mentok di 5,600, demikian pula saham-saham pada hancur
lebur semua, maka posisi terendah yang dicapai ULTJ di tahun 2018 tersebut
adalah 1,120, atau hanya turun sedikit saja dibanding posisi tengahnya
sepanjang setahun sebelumnya di level 1,200-an. Demikian pula ketika pasar
saham mengalami crash tahun 2015
lalu, maka ULTJ ketika itu nyaris tidak bergeming di level 900-an. Ini artinya,
ULTJ tidak hanya low risk dari sisi
fundamental perusahaannya, tapi sahamnya juga kebal terhadap risiko fluktuasi pasar. Tapi bahkan
dengan risiko yang lebih rendah dibanding saham sekelas BBRI sekalipun,
ternyata profitnya malah lebih besar, tentunya dengan asumsi jika anda
menjadikan kedua saham tersebut (BBRI dan ULTJ) sama-sama sebagai pegangan
jangka panjang.
Kesimpulannya, ketika kita hendak
membeli saham untuk tabungan jangka panjang, maka ketika kita melihat
pergerakan historisnya, jangan cuma lihat 5 tahun terakhir, tapi coba lihat
lagi dalam 10 tahun terakhir, atau bahkan 15 tahun terakhir. Selain ULTJ, silahkan nanti anda cek sendiri, ada
banyak saham-saham kecil lainnya yang juga perform lebih baik dibanding BBRI dkk
dalam 10 - 15 tahun terakhir, plus ‘bonus’ dividen yang juga tidak kalah besarnya.
Tapi Pak Teguh, bagaimana kalau
misalnya kita kebetulan beli ULTJ ini di tahun 2014, kemudian tetap hold selama
lima tahun sampai hari ini? Karena kalau dikatakan bahwa kita harus tunggu selama
lima tahun lagi, maka juga gak ada jaminan bahwa profitnya dalam lima tahun
berikutnya tersebut akan lebih besar bukan? Dan kedua, jangankan sepuluh tahun,
pegang saham yang sama selama lima tahun itu juga gak gampang kan?? Apalagi di
pasar saham Indonesia yang terkenal sangat fluktuatif. Jadi apakah ada strategi
tertentu agar kita minimal tidak lagi terjebak dalam kondisi dimana kita hanya cuan
20% setelah lima tahun? Karena kalau dapetnya cuma segitu, mending taroh di deposito
lah!
Kabar baiknya, memang ada
strategi untuk itu, dan itulah yang akan kita bahas disini. Tapi berhubung
artikel kali ini sudah cukup panjang, maka kita akan bahas strateginya di
artikel berikutnya.
Buku Kumpulan Analisis 30 Saham Pilihan (Ebook Investment Planning) edisi Kuartal I
2019 sudah terbit! Anda bisa langsung memperolehnya pada link
berikut.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
600 sebelum SS ?