Strategi ‘Momentum Investing’ Untuk Profit Lebih Cepat Dari Saham-saham Jangka Panjang
Di artikel sebelumnya, kita
membahas bahwa kalau kita mau beli saham untuk tabungan jangka panjang, maka
jangan cuma lihat pergerakan sahamnya dalam 5 tahun terakhir, tapi coba lihat
lagi dalam 10 tahun terakhir. Contohnya ULTJ, yang meski dalam lima tahun
terakhir hanya profit 20%, tapi dalam 10 tahun terakhir profitnya total
mencapai 7 - 8 kali lipat. Namun disisi lain, jika kita kebetulan beli saham
Ultrajaya (ULTJ) di tahun 2014 dan bukannya 2009, kemudian tetap hold sampai
hari ini, maka tetap saja profitnya cuma 20% diluar dividen. Jadi adakah
strategi agar kita tidak terjebak dalam kondisi ‘hold too long for nothing’
seperti itu? Anda bisa baca lagi artikel lengkapnya disini (sebaiknya baca dulu biar
nyambung ceritanya).
***
Buku Kumpulan Analisis 30 Saham Pilihan (Ebook Investment Planning) edisi Kuartal I
2019 sudah terbit! Anda bisa langsung memperolehnya pada link berikut.
Buku Analisa IHSG, Strategi Investasi, dan Stockpick Saham (Ebook Market Planning) edisi Juni 2019 akan terbit tanggal 1 Juni mendatang. Anda bisa memperolehnya disini, gratis tanya jawab saham untuk subscriber selama 1 bulan penuh atau lebih lama lagi.
Buku Analisa IHSG, Strategi Investasi, dan Stockpick Saham (Ebook Market Planning) edisi Juni 2019 akan terbit tanggal 1 Juni mendatang. Anda bisa memperolehnya disini, gratis tanya jawab saham untuk subscriber selama 1 bulan penuh atau lebih lama lagi.
***
Okay, jadi pada artikel kali ini
kita akan membahas strategi tersebut. Namun pertama-tama, ada satu hal yang
harus anda ingat: Ketika kita membeli saham untuk tujuan jangka panjang, maka
seperti halnya nanti jualnya jangan buru-buru (harus komitmen hold selama
bertahun-tahun), maka belinya pun jangan
buru-buru, melainkan harus tunggu momentum
yang tepat. Inilah kenapa strateginya kemudian disebut sebagai ‘momentum
investing’.
Dan seperti apa momentum yang
tepat tersebut? Nah, kalau kita ambilnya saham bluechip model BBRI, atau
saham-saham ‘normal’ lainnya yang mudah naik dan turun seiring dengan fluktuasi
pasar, maka kita harus tunggu sampai terjadi koreksi pasar, lalu baru belanja.
Masalahnya, Buffett sekalipun gak bisa prediksi kapan pasar akan terkoreksi.
Jadi bagaimana kalau kita sudah tunggu lama tapi IHSG gak turun-turun juga?
Kemudian kedua, ketika IHSG anjlok maka berita-berita yang beredar pastinya
bernada negatif, seperti perang dagang lah, krisis lah, dst. Jadi apakah anda
bisa tetap belanja sendirian ketika hampir semua orang lainnya panik dan kabur
dari pasar?? Intinya sih, meski value investor tentunya punya prinsip bahwa
koreksi pasar akan selalu merupakan kesempatan untuk ngumpulin barang, tapi
tetap saja pada prakteknya tidak semudah
itu, terutama bagi pemula.
Jadi bagaimana kalau ambilnya
saham seperti ULTJ ini saja, atau juga saham-saham berfundamental bagus lainnya
yang tidak terlalu dipengaruhi oleh fluktuasi pasar? Yep, itu lebih disarankan
bagi anda yang gak mau pusing soal IHSG. Tapi Pak Teguh, kalau gitu bagaimana
cara menentukan momentum atau timing
untuk beli sahamnya?? Nah, caranya adalah dengan melihat kinerja laporan keuangan terbaru perusahaan. Penjelasannya sebagai berikut: Meski saham model ULTJ ini tidak termasuk saham yang bisa dibeli ketika IHSG
lagi anjlok (karena sahamnya akan adem ayem saja/gak akan ikut turun), namun
akan selalu ada masa-masa dimana sahamnya
akan naik lebih cepat dibanding biasanya, yakni jika kinerja LK-nya tampak tumbuh signifikan.
Sebab, perusahaan sebagus apapun
bukan berarti kinerja LK-nya akan bagus terus, melainkan laba bersihnya
sesekali akan turun, dan ROE-nya menjadi kecil. Demikian pula ULTJ ini, pada tahun-tahun tertentu terkadang labanya turun. Pada saat itulah, sahamnya
kemungkinan besar akan stagnan, atau
turun sedikit. Tapi selama tidak terjadi perubahan berarti pada manajemen serta
prospek jangka panjang perusahaan, dimana perusahaan tetap menjalankan usahanya
dengan normal tanpa ada masalah spesifik tertentu, maka pada akhirnya
kinerjanya akan tampak bagus lagi, dan itulah momentum terbaik untuk masuk. Karena normalnya sahamnya akan naik
banyak dalam waktu yang jauh lebih singkat dibanding lima tahun, atau sepuluh
tahun (hitungan bulan, atau maksimal 1 - 2 tahun).
Jadi inilah yang penulis lakukan.
Pertama, kita screening saham-saham yang masuk kategori ‘wonderful company’
(apa ciri-ciri saham wonderful company? Baca penjelasannya disini), sehingga kemudian ketemulah
BBRI, ULTJ, SIDO dan seterusnya. Saham-saham ini kemudian masuk kotak watchlist, alias saham yang kita amati
kinerja laporan keuangannya setiap kuartal, dan juga pergerakan sahamnya (tapi
gak usah lihat tiap hari, cukup sebulan atau tiga bulan sekali).
Kedua, dari saham-saham watchlist
ini, akan ketemu beberapa saham yang meski dalam 5 atau 10 tahun terakhir total
kenaikannya sangat signifikan, tapi
dalam 1, 2, atau 3 tahun terakhir sahamnya cenderung stagnan, atau malah
turun. Ketiga, kita cek lagi laporan keuangan emiten yang sahamnya stagnan tersebut. Biasanya sih, kalau bukan karena saham tersebut naik banyak sebelumnya
(sehingga valuasinya menjadi mahal), maka itu adalah karena kinerja laporan
keuangan terbaru perusahaan sedang gak bagus/labanya turun. Karena ingat bahwa suatu
saham hanya akan naik jika orang ramai-ramai membelinya, dan orang hanya akan
mau beli saham kalau kinerja perusahaannya sedang bagus. Jadi kalau LK ULTJ
sedang tidak bagus, misalnya, maka sahamnya juga belum akan naik dulu, minimal
hingga LK berikutnya menunjukkan bahwa kinerja
perusahaan membaik.
Nah, jadi anda mengerti bukan,
kenapa penulis baru-baru ini membahas soal ULTJ? Yup, itu adalah persis karena
sahamnya belum kemana-mana lagi dalam 3 tahunan terakhir, dimana itu memang
karena perolehan laba bersih perusahaan juga agak stagnan sejak tahun 2015
lalu, dan ROE-nya juga turun ke level 15%. Tapi karena dasarnya ULTJ ini
wonderful company, maka seperti yang sudah disebut diatas, kami tahu bahwa
cepat atau lambat ULTJ akan kembali membukukan kinerja yang bagus, dimana pada
saat itulah sahamnya bisa dibeli. Dengan kata lain, penulis sendiri sebenarnya
sudah memperhatikan ULTJ ini sejak tahun 2015 lalu, atau lebih lama lagi, tapi
kita tidak buru-buru masuk, melainkan tunggu momentum yang tepat.
Dan karena pada Kuartal I 2019
ini kinerja ULTJ memang naik signifikan lagi, maka itulah momentum yang kita
tunggu-tunggu! Jadi setelah sahamnya ‘istirahat’ sejak tahun 2015, maka di
tahun ini ULTJ berpeluang untuk naik lagi, dan kita akan memperoleh profit
signifikan tanpa perlu menunggu selama 5 tahun. Plus bonusnya adalah, risikonya
tetap rendah (ketika Mei ini IHSG turun, ULTJ gak ikut turun). Dengan cara
inilah, kita akan terhindar dari risiko ‘cuma cuan 20% dalam lima tahun’.
Malahan pada akhir tahun 2012 hingga pertengahan tahun 2013 lalu, ULTJ pernah
terbang dari 300 sampai 1,100 dalam waktu beberapa bulan saja! Dan setelah
penulis cek, memang pada tahun 2012 itulah ULTJ membukukan lompatan laba
menjadi Rp353 milyar (dibanding Rp128 milyar di tahun 2011), sehingga sahamnya
tentu saja punya alasan bagus untuk ikut lompat.
Nah, karena untuk tahun 2019 ini,
laba ULTJ sudah tembus Rp1 trilyun jika disetahunkan, alias naik signifikan
dibanding tahun 2018 sebesar Rp702 milyar, maka sahamnya juga berpeluang untuk melompat
dalam waktu yang tidak terlalu lama dari sekarang. Sehingga kita harusnya tidak
perlu tunggu sampai tahun 2024 nanti, untuk memperoleh profit yang harusnya juga lebih besar dibanding sekedar 20%.
Baiklah Pak Teguh, tinggal satu
hal lagi: Tadi kan dikatakan bahwa untuk ULTJ ini sudah dilihat sejak tahun
2015, dan baru benar-benar dibeli awal tahun 2019 ini, alias 4 tahun kemudian. Jadi
selama jeda 4 tahun itu kita ngapain dong? Duduk bengong aja dari luar sambil minum susu gitu?? Ya nggak lah, kan tadi sudah disebutkan bahwa kita punya kotak
watchlist yang berisi saham-saham wonderful company, yang isinya gak cuma ULTJ
saja. Jadi ketika ULTJ selama 4 tahun tersebut tidak juga menunjukkan
momentum-nya, maka pasti ada saja saham
lain yang sudah menunjukkan momentum tersebut, sehingga kita gak akan
kekurangan pilihan saham untuk dibeli, minimal setahun sekali. Itu sebabnya
kalau anda baca-baca lagi ulasan emiten di blog ini (dan juga di Ebook Investment Planning), maka kita cukup sering
bahas saham-saham yang mungkin kurang populer seperti Surya Toto Indonesia (TOTO), Nippon Indosari Corpindo (ROTI), HM Sampoerna (HMSP), Sido Muncul (SIDO), Adira Dinamika Multifinance (ADMF), hingga ULTJ itu tadi, dimana
saham-saham tersebut baru penulis bahas di blog ini setelah kita menilai bahwa momentum-nya sudah tepat, yakni
momentum untuk kita membeli sahamnya, entah itu untuk jangka panjang maupun
pendek. Contohnya,
untuk SIDO kita kembali membahasnya pada Oktober 2017 lalu ketika sahamnya di
level 500 (setelah sebelumnya kita terakhir membahasnya pada tahun 2013), dan memang tak sampai dua
tahun kemudian, sekarang SIDO sudah di level 900-an.
Kabar baiknya, berbeda dengan
dengan strategi ‘momentum investing’ dengan memanfaatkan koreksi pasar, dimana
itu sulit untuk dilakukan (karena itu tadi, bisakah kita belanja sendirian
ketika orang lain panik dan kabur semua? Dan kita juga sulit untuk menebak, sampai berapa IHSG bakal turun ketika koreksi pasar itu terjadi), maka momentum investing pada
saham-saham jangka panjang ini jauh lebih mudah untuk dilakukan, karena anda
tidak akan ditakut-takuti oleh berita perang dagang Amerika – China atau
semacamnya. Dan yang paling penting, strategi untuk ‘memaksimalkan profit’ dan
‘mempersingkat waktu hold’ ini tidak mengubah tingkat risiko dari saham yang
anda pegang, dimana ULTJ dkk akan tetap menjadi saham type low risk, sehingga
megangnya juga santai.
And that’s it, ladies and
gentlemen, the beauty of value investing 😊
Buku Kumpulan Analisis 30 Saham Pilihan (Ebook Investment Planning) edisi Kuartal I
2019 sudah terbit! Anda bisa langsung memperolehnya pada link berikut.
Buku Analisa IHSG, Strategi Investasi, dan Stockpick Saham (Ebook Market Planning) edisi Juni 2019 akan terbit tanggal 1 Juni mendatang. Anda bisa memperolehnya disini, gratis tanya jawab saham untuk subscriber selama 1 bulan penuh atau lebih lama lagi.
TeguhHidayat.com tetap online sepanjang libur lebaran. Jadi email-email yang masuk tetap akan dibalas secepatnya.
Buku Analisa IHSG, Strategi Investasi, dan Stockpick Saham (Ebook Market Planning) edisi Juni 2019 akan terbit tanggal 1 Juni mendatang. Anda bisa memperolehnya disini, gratis tanya jawab saham untuk subscriber selama 1 bulan penuh atau lebih lama lagi.
TeguhHidayat.com tetap online sepanjang libur lebaran. Jadi email-email yang masuk tetap akan dibalas secepatnya.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
Saya mau menambahkan sedikit, kalau kita perhatikan Annualized PER ULTJ ini dalam 10 tahun terakhir berkisar antara 11 sampai 47, dimana di harga 1340 & Annualized EPS 103 ini ULTJ berada di PER 12.9. Dengan EPS segini ULTJ dilanda euforia sampai ke PER 47 lagi maka harganya akan menyentuh 4800an. Toh kalo kita ga se-optimis itu, anggaplah asumsi konservatifnya PER-nya bakalan ke 30 aja, udah di harga 3000an. Apalagi kalau di tahun" yang akan datang EPS-nya lebih dari 103, maka harga untuk di posisi PER 30-nya akan lebih tinggi lagi dari 3000.
Sementara itu, kalau besok" ULTJ turun ke PER 11, in which historically it was the lowest point of PER ever for ULTJ in the last 10 years, maka ULTJ masih berada di harga 1100an, anggep lah kayak Desember 2018 lalu.
Jadi secara risk and reward, jelas kalo reward yang bisa kita dapet di ULTJ gede banget, sedangkan risknya ga seberapa, at least untuk saat ini.