Prospek Saham Konstruksi Setelah (Hasil) Pilpres
Dalam dua tahunan terakhir, ada satu sektor
yang kinerja fundamental para emitennya sebenarnya cukup bagus, atau bahkan
sangat bagus, namun saham-saham di sektor ini justru turun seiring dengan
ketidak pastian prospek jangka panjangnya. Yup, anda mungkin sudah tahu sektor tersebut: Konstruksi, terutama konstruksi BUMN.
Jika bicara kinerja, maka seiring dengan gencarnya pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah, Waskita Karya (WSKT) membukukan kenaikan ekuitas
serta laba yang signifikan sejak tahun 2015 lalu. Namun perkembangan politik didalam
negeri dalam satu dua tahunan terakhir membuat investor ragu bahwa pemerintahan
saat ini akan berlanjut di periode selanjutnya, dimana skenario terburuknya adalah pembangunan infra akan berhenti, sehingga masa panen raya WSKT
dkk juga akan berakhir.
Jadi ketika hasil quick count Pilpres hari Rabu kemarin mengkonfirmasi bahwa tidak
terjadi perubahan Pemerintahan, maka hasilnya mudah ditebak: Kamis ini
saham-saham konstruksi naik rata-rata 2 – 4%. Sebenarnya jika kita lihat lagi
pergerakan konstuksi sejak titik terendah koreksi pasar di tahun 2018 kemarin, tepatnya di bulan
Oktober, maka Adhi Karya dkk sudah naik cukup banyak, beberapa diantaranya hingga diatas 100%, yang mungkin karena pelaku pasar sedikit banyak sudah bisa membaca hasil Pilpres-nya sebelum pilpres itu sendiri
digelar (seperti sepakbola, dimana sebelum Barcelona ketemu Manchester United
di Camp Nou, maka sudah ada prediksi diatas kertas bahwa besar kemungkinan
Barca bakal menang). Namun jika dihitung dari posisi mereka dua atau tiga tahun
lalu, maka harga saham-saham konstruksi saat ini terbilang masih rendah, masih jauh
dibawah posisi tertinggi yang pernah mereka capai.
Thus, pertanyaannya sekarang, kemana arah
saham-saham konstruksi selanjutnya? Nah dalam hal ini kita harus melihatnya
dari dua sisi: Analisis fundamental seperti biasa, dan analisa sentimen terkait hasil pemilu/pilpres itu sediri. Okay,
kita mulai dari analisis fundamental terlebih dahulu.
Secara kinerja, didorong oleh meningkatnya
perolehan kontrak sipil, sektor konstruksi menikmati pertumbuhan yang sangat
signifikan dalam 5 tahun terakhir, dimana nilai aset bersih serta laba bersih
mereka pada tahun 2018 kemarin semuanya melompat dibanding tahun 2014 (kenaikannya
mencapai ratusan persen). Berikut data selengkapnya. Sebelumnya catat bahwa
meski ekuitas beberapa emiten tampak skyrocketted,
tapi itu adalah karena mereka juga menggelar right issue/IPO, sehingga dalam
hal ini lebih penting untuk melihat data pertumbuhan laba bersih. Angka dalam
milyaran Rupiah, kecuali growth dalam
persen. Data diurutkan berdasarkan data ekuitas di tahun 2018 (dari besar ke
kecil).
Companies
|
Equity 2014
|
Equity 2018
|
Growth (%)
|
JSMR
|
11.021
|
20.199
|
83,3
|
WSKT
|
2.759
|
18.001
|
552,4
|
PTPP
|
2.335
|
16.316
|
598,8
|
WIKA
|
3.906
|
14.804
|
279,0
|
WSBP
|
702
|
7.882
|
1.022,6
|
ADHI
|
1.745
|
6.285
|
260,3
|
WTON
|
2.205
|
3.064
|
39,0
|
WEGE
|
196
|
2.137
|
990,1
|
Companies
|
Net Earnings 2014
|
Net Earnings 2018
|
Growth (%)
|
JSMR
|
1.422
|
2.203
|
54,9
|
WSKT
|
472
|
4.252
|
801,1
|
PTPP
|
533
|
1.502
|
181,6
|
WIKA
|
641
|
1.730
|
170,0
|
WSBP
|
140
|
1.103
|
686,5
|
ADHI
|
327
|
645
|
97,5
|
WTON
|
330
|
486
|
47,5
|
WEGE
|
66
|
444
|
576,4
|
Okay, sekarang kita analisa. Sebelumnya, sebuah
perusahaan bisa dikatakan bagus, dan juga bisa dipertimbangkan untuk investasi
jangka panjang, jika dia bisa membukukan kenaikan ekuitas (kenaikan yang murni karena akumulasi laba, jadi bukan karena right issue atau lainnya) sebesar total 100% dalam 5 tahun, lebih
baik lagi jika selama 5 tahun tersebut perusahaan tersebut membayar dividen
dalam jumlah yang normal (sebesar 30 – 40% dari labanya per tahun), sehingga
investor tidak hanya menikmati capital
gain, tapi juga cash gain dari
dividen yang mereka terima.
Namun untuk sektor konstruksi dalam 5 tahun
terakhir ini, maka pertumbuhan mereka rata-rata jauh lebih besar dari itu,
termasuk jika kita kurangi dana hasil IPO/right issue-nya, maka persentase
kenaikannya tetap signifikan, padahal mereka juga rutin bayar dividen (emiten
BUMN, kecuali jika mereka merugi, maka pasti bayar dividen). Demikian pula
dengan laba bersih mereka, semuanya terbang terutama WSKT, dan ini selaras
dengan kondisi di lapangan dimana WSKT memang menjadi konstruktor yang paling
banyak menerima kontrak pembangunan jalan tol dll dalam 5 tahun terakhir.
Problemnya, kita tahu bahwa bisnis konstruksi
bukanlah bisnis yang setiap hari ada jalan tol baru yang harus dibangun, melainkan
bisa saja konstruktor tertentu gak memperoleh kontrak anyar selama berbulan-bulan/beberapa
tahun. Dengan kata lain, kinerja apik sektor konstruksi dalam 5 tahun terakhir tidak menjadi jaminan bahwa mereka akan
tumbuh sebesar itu juga dalam 5 tahun yang akan datang, bahkan meski tidak
terjadi perubahan di Pemerintahan. Jadi karena itulah, penulis sengaja
mengurutkan tabel diatas berdasarkan posisi ekuitas terbaru perusahaan, dimana
emiten konstruksi dengan ekuitas yang
lebih kecil tentu berpeluang untuk kembali tumbuh signifikan, dibanding
emiten dengan ekuitas yang sudah
terlanjur besar. Contohnya JSMR, jika kita berharap bahwa perusahaan akan membukukan kenaikan
ekuitas sebesar 50%, maka mereka harus bisa menghasilkan akumulasi laba bersih net dividen sebesar Rp10 trilyun sekian, dan itu tentu berat
mengingat laba bersihnya setahun cuma Rp2.2 trilyun. Sedangkan jika WEGE hendak
membukukan persentase kenaikan yang sama, maka perusahaan cukup mencetak akumulasi
laba net dividen Rp1 trilyun sekian, relatif lebih mudah mengingat laba WEGE setahun
mencapai Rp444 milyar.
Meski sudah naik cukup banyak, namun ekuitas WEGE masih jauh lebih kecil dibanding ekuitas emiten konstruksi BUMN lainnya. |
‘Analisa Sentimen’ Sektor Konstruksi
Terlepas dari kinerja fundamentalnya yang
sejatinya sangat meyakinkan, namun seperti yang disebut diatas, pergerakan saham
di sektor ini justru lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen-sentimen yang beredar ketimbang kinerja laba bersih si
emiten itu sendiri. Dan kalau anda perhatikan lagi, WSKT dkk sebenarnya memang
naik banyak sejak 2014, yakni ketika Pemerintah mulai merealisasikan pembangunan infra, tapi kemudian balik arah dan turun sejak tahun 2017 lalu, tepatnya bulan April, ketika itu
karena asing net sell gila-gilaan di sektor ini. Karena pada bulan April 2017
tersebut terjadi peristiwa politik yang signifikan dan menjadi perhatian
dunia, yakni Pilkada DKI Jakarta dimana calon gubernur petahana ternyata kalah (padahal
kinerja si cagub ini diakui sangat baik, termasuk oleh kubu lawan politiknya),
maka muncul teori yang cukup masuk akal,
bahwa hasil Pilkada DKI inilah yang menyebabkan investor menjadi not sure dengan prospek jangka panjang sektor
konstruksi. Karena hasil pilkada tersebut otomatis menjadi cermin bagi Pilpres dua tahun berikutnya (tahun 2019 ini), dimana
jika sebelumnya semua orang optimis bahwa capres petahana akan lanjut di
periode kedua, maka setelah event Pilkada DKI tersebut, para investor tidak
lagi se-optimis itu.
Dan hasilnya kemudian bisa ditebak: Investor,
terutama investor asing, ramai-ramai cuci gudang di sektor konstruksi, dan ADHI
dkk kemudian turun lagi bahkan hingga ke posisi yang lebih rendah dibanding
sebelum tahun 2014 lalu. Dalam perjalanannya kemudian memang banyak muncul isu
aneh-aneh yang mengiringi penurunan saham konstruksi seperti ada proyek
mangkrak, banyak terjadi kecelakaan kerja di lokasi konstruksi, si konstruktor
tidak dibayar oleh Pemerintah dst, tapi penulis kira penyebab penurunan saham konstruksi
tetap hanya satu itu saja: Investor cuma tidak pede kalau pembangunan infra
yang sudah digeber sejak tahun 2014 lalu, akan kembali berlanjut tahun 2019
nanti.
Jadi ketika dalam beberapa bulan kemarin (sejak
Oktober 2018) peta politik di tanah air mulai menunjukkan siapa yang kira-kira
bakal memenangkan pilpres, maka itulah yang menyebabkan WSKT dkk akhirnya naik
lagi. Jadi ini mirip-mirip seperti sebuah saham sudah naik duluan sebelum
laporan keuangan emitennya, yang memang menunjukkan kinerja positif, dirilis, karena investor sudah expect bahwa LK si emiten memang bagus.
Baiklah Pak Teguh, kemudian karena hasil quick count kemarin menunjukkan bahwa
tidak akan terjadi perubahan di Pemerintahan, maka apakah itu artinya trend
kenaikan konstruksi dalam enam bulan terakhir ini akan berlanjut? Well, secara
teori maka iya bakal berlanjut katakanlah dalam 1 – 2 tahun kedepan, namun
tetap ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, ingat bahwa hasil quick count kemarin itu belum final, melainkan masih ada
beberapa tahapan yang akan dilalui seperti real
count, pengumuman resmi KPU, gugatan ke Mahkamah Konstitusi
oleh pihak yang kalah, hingga akhirnya capres-cawapres itu sendiri dilantik
pada Oktober 2019 nanti. Berkaca pada pengalaman di pemilu-pemilu sebelumnya,
berbagai tahapan ini tidak akan mengubah hasil QC kemarin, tapi bisa menyebabkan sebagian investor bertahan pada posisi wait n see, alias gak buru-buru belanja dulu. Dan itu artinya pasar tidak akan serta merta naik, termasuk saham-saham konstruksi juga bisa turun
lagi sewaktu-waktu (selain karena dalam sebulanan terakhir konstruksi memang
sudah naik banyak, jadi harga sekarang mungkin sudah price in dengan hasil Pilpres. Baca lagi soal teori
price in disini).
Kemudian kedua, ingat bahwa meski pembangunan
infra memang akan kembali dilanjut, namun kubu capres petahana sendiri sudah
mengatakan bahwa mereka dalam 5 tahun kedepan akan lebih fokus ke membangun sumber daya manusia (SDM),
alias gak akan jor-joran bikin jalan tol dll lagi. Dan karena beberapa emiten
konstruksi memang sudah already too big
to grow further, maka tidak ada jaminan bahwa kinerja/laba bersih
perusahaan akan kembali naik di tahun 2019 ini. Beberapa emiten konstruksi juga
mulai melaporkan penurunan nilai perolehan kontrak baru; bukan karena sudah
tidak ada lagi pembangunan infra, tapi karena nilai kontrak infra yang
dikerjakan sebelumnya sudah kelewat besar sehingga sulit bagi mereka untuk mendapatkan
nilai kontrak yang lebih besar lagi.
Jadi kalau kita kembali fokus ke faktor
fundamental, maka akan lebih aman jika kita tunggu sampai para emiten
konstruksi ini merilis laporan keuangan untuk Kuartal I 2019, akhir April ini (sebentar lagi), dimana yang
labanya masih lanjut naik lah, yang kita ambil sahamnya. Dan tentunya sambil
menunggu perkembangan hasil pemilu ini karena, trust me, dalam beberapa waktu kedepan bakal ada drama-drama lanjutan yang bisa jadi tampak menegangkan bagi sebagian orang. However,
seperti yang sudah kita bahas di artikel
sebelumnya, secara ekonomi dll maka ‘there is nothing to worry about’
terkait penyelenggaraan Pilpres ini, dan semua fluktuasi yang akan terjadi di
market hanya bersifat jangka pendek saja. Thus,
entah itu anda mau langsung masuk ke konstruksi sekarang atau tunggu
beberapa minggu lagi, namun untuk saat ini bisa kita katakan bahwa prospek jangka
menengah – panjang untuk konstruksi sudah menjadi cerah kembali.
Untuk artikel minggu depan kita akan ulas saham
yang kinerjanya bagus di Kuartal I 2019, atau ada ide kita mau bahas saham apa?
Anda bisa menulisnya melalui kolom komentar dibawah.
Buku Kumpulan Analisis 30 Saham
Pilihan (Ebook Investment Planning) edisi Kuartal
I 2019 akan terbit hari Selasa, 7 Mei 2019 mendatang.
Anda bisa memperolehnya dengan cara pre-order, pada link
berikut.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
Kalau boleh tolong buat ulasan tentang INKP pak. Terima kasih
Tolong dibahas juga saham-saham CPO setelah Pilpres ini.Terimakasih..
Bagaimana jika untuk ulasan selanjutnya, saham ANTM diulas analisis fundamentalnya?
karena saham ANTM dimana tahun lalu labanya naik 5x lipat, namun harga sahamnya malah turun.
Terima kasih.
Hari ini sy cek chart ihsg monthly to daily. Menurut pengamatan sy ihsg dalam krg lebih 12 bulan ini bisa turun ke sekitar 5400an, sebelum melanjutkan (semoga) bullish.