Bank Jatim: Big Dividend No More??
Bank Pembangunan Daerah Jawa
Timur, atau biasa disebut Bank Jatim (BJTM) sudah merilis laporan keuangan
untuk periode Kuartal I 2019, dimana perusahaan melaporkan laba bersih Rp405
milyar, naik dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp376 milyar.
Namun yang menarik adalah, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, manajemen
BJTM baru menggelar RUPS untuk tahun fiskal 2018 (dimana RUPS-nya termasuk
membahas soal dividen) pada hari Jumat, 26 April kemarin, sehingga perusahaan
baru akan membayar dividen dalam waktu dekat ini, dan dividend payout ratio-nya (DPR) tidak lagi sebesar sebelumnya,
yakni hanya 54.3% dari total laba bersih sepanjang tahun 2018 (biasanya dividen
BJTM mencapai 60 – 70% labanya). Jadi apakah dengan demikian BJTM sudah tidak
bisa lagi dikategorikan sebagai ‘dividend stock’?
***
Buku Kumpulan Analisis 30 Saham Pilihan (Ebook Investment Planning) edisi Kuartal I
2019 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya pada link berikut.
***
BJTM, sesuai namanya, adalah bank
daerah milik Pemprov Jawa Timur yang sudah berdiri sejak tahun 1961, dan saat
ini merupakan bank kategori buku 3 (atau bisa juga disebut bank kelas menengah,
mengingat berdasarkan kriteria Bank Indonesia, ada 4 kategori buku bank di
Indonesia, dengan buku 4 merupakan yang terbesar) dengan ekuitas Rp8.9 trilyun
per Kuartal I 2019, dengan total 1,684 unit kantor cabang dan e-channel yang tersebar tidak hanya di
Jawa Timur, tapi juga di Jakarta dan Batam. Seperti kebanyakan bank daerah
lainnya, konsumen dan kelompok nasabah terbesar BJTM adalah PNS, pensiunan, dan
masyarakat setempat di Jawa Timur, namun BJTM juga bermain di kredit
mikro/UMKM, dimana BJTM dalam hal ini diuntungkan karena beroperasi di salah
satu provinsi dengan kualitas ekonomi dan sumber daya manusia paling tinggi di
Indonesia. Dan mungkin karena itulah kinerja perusahaan terbilang cukup baik, bahkan
meski manajemennya rada-rada gimana gitu (banyak cerita fraud yang dilakukan oleh karyawan BJTM, termasuk NPL gross BJTM
juga terbilang tinggi, meski kedua problem ini pelan-pelan terus diperbaiki).
Pada akhir tahun 2011, yakni sebelum perusahaan IPO, BJTM membukukan total aset
Rp24.8 trilyun, ekuitas Rp3.2 trilyun, dan laba bersih Rp860 milyar. Dan pada
hari ini, aset perusahaan sudah melonjak ke level Rp63.1 trilyun, ekuitas Rp8.9
trilyun, dan laba bersih Rp1.6 trilyun jika disetahunkan. Dengan ROE yang
konsisten di level 15 – 20% per tahun, maka BJTM bisa dinobatkan sebagai salah
satu emiten paling profitable yang listing di BEI.
Nevertheless, jika dibandingkan dengan big four
banking yakni Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BCA, dan Bank BNI, maka
pertumbuhan riil BJTM dalam jangka
panjang terbilang kurang memuaskan, dan penyebabnya cukup jelas: Jika keempat
emiten perbankan diatas membayar dividen dengan DPR yang wajar, yakni sekitar
30 – 40% laba bersihnya setiap tahun, maka BJTM membayar dividennya jauh lebih
besar, pernah dengan DPR mencapai 80%. Kecilnya nilai laba yang diinvestasikan
kembali membuat pertumbuhan organik BJTM menjadi sangat lambat dari tahun ke
tahun, sementara disisi lain manajemen juga gak pernah kedengaran melakukan
pertumbuhan yang anorganik/akuisisi perusahaan lain atau mengembangkan usaha
baru, melainkan hanya menjalankan bisnis perbankan yang sudah ada saja. Kurang
menariknya prospek jangka panjang perusahaan juga mungkin menyebabkan investor
tidak pernah menghargai sahamnya pada valuasi yang terlalu tinggi, dimana sejak
dulu PBV BJTM hanya mondar mandir di kisaran 0.9 – 1.2 kali, atau jauh lebih
rendah dibanding PBV BBRI dkk. Namun disisi lain, rendahnya valuasi BJTM
tersebut menyebabkan sahamnya tetap layak buy, karena fundamentalnya gak bisa
disebut jelek juga.
Karena itulah, sejak dulu penulis
tidak pernah mengambil BJTM untuk jangka panjang, bahkan meski sahamnya
sejatinya naik lumayan (lima tahun lalu BJTM di posisi 430, sekarang sudah
690), melainkan kita lebih suka membelinya pada akhir tahun tertentu, dengan
harapan bahwa sahamnya akan naik banyak menjelang pembagian dividen pada awal
tahun berikutnya, dimana kenaikannya
biasanya akan lebih besar dibanding nilai dividen itu sendiri. Dan memang
pada akhir tahun 2018 kemarin, BJTM naik dari level 610 di bulan Oktober hingga
tembus 750 pada Januari 2019, naik Rp140 per saham dalam waktu 3 bulan, atau
sudah lebih besar dibanding ketika terakhir BJTM membayar dividen Rp44 per
saham pada Februari 2018. Dengan cara inilah profitnya jadi lebih besar (dan
juga waktu tunggunya lebih singkat), dibanding jika hold sahamnya untuk jangka
panjang. Terkait strategi meraup cuan jangka pendek dari saham-saham dividen,
bisa dibaca lebih lengkap disini.
BJTM untuk investasi jangka
panjang?
However, untuk tahun 2019 ini
ternyata ceritanya sedikit berbeda: Memasuki bulan Februari, manajemen BJTM
tidak kunjung mengumumkan dividen, tapi entah investor salah info bahwa dividen
itu sudah dibayar atau gimana (karena di tahun-tahun sebelumnya, BJTM memang
hampir selalu membayar dividen pada
Februari), BJTM kemudian tetap turun lagi, hingga sempat menyentuh 640 pada
pertengahan Maret kemarin. Dan ketika sekarang dividen itu akhirnya diumumkan,
maka ada dua fakta menarik. Pertama, seperti yang disebut diatas, DPR-nya hanya
54.3%, sehingga nilai laba yang diinvestasikan kembali (atau disebut juga
‘cadangan umum’) kali ini cukup besar yakni Rp576 milyar, atau 7.8% dari
ekuitas perusahaan per akhir tahun 2017 (sehingga bisa dikatakan bahwa
pertumbuhan riil BJTM sepanjang 2018 adalah 7.8%, net dividen). Ini berarti,
jika diatas disebutkan bahwa pertumbuhan jangka panjang BJTM terbilang lambat,
maka untuk kedepannya terdapat peluang bahwa BJTM akan tumbuh lebih cepat,
sehingga mungkin kali ini sahamnya bisa dipertimbangkan untuk investasi jangka
panjang/tidak lagi hanya dibeli menjelang musim dividennya. Karena disisi lain,
berdasarkan pemaparan manajemen di laporan tahunannya, mereka saat ini tengah
berinvestasi besar-besaran di bidang digital
banking (mobile banking, i-banking, virtual account, e-channel, fintech, dst),
yang itu artinya manajemen tidak lagi hanya ‘menjalankan bisnis yang sudah ada
saja’.
Kemudian kedua, meski DPR BJTM
sekarang lebih kecil, namun nilainya secara per lembar saham masih cukup besar
yakni Rp45.6 per saham, sehingga yield-nya juga masih cukup tinggi yakni 6.6% pada
harga saham 690. Berdasarkan pengalaman, saham
dengan dividend yield diatas 5% rawan untuk turun lagi setelah tanggal cum
dividen-nya, atau bahkan setelah dividen itu diumumkan (jadi sahamnya sudah
turun sebelum tanggal cum-nya), dan dengan penurunan yang lebih besar dari
nilai dividen itu sendiri. Ini juga kenapa untuk BJTM ini kita biasanya gak
ambil dividennya/sahamnya sudah dijual sebelum tanggal ex cum-nya.
Tapi untuk tahun 2019 ini,
bukankah BJTM memang sudah turun pada
bulan Februari kemarin? Dimana posisinya hari ini juga masih lebih rendah
dibanding posisi tertingginya di bulan Januari. Jadi apakah dia nanti tetap
akan turun lagi setelah tanggal cum-nya? Dan kalau dia beneran turun, maka
apakah BJTM baru akan naik lagi menjelang musim dividen berikutnya pada akhir tahun 2019 nanti (ini skenario
terburuk, jadi kita rugi waktu), atau dia tetap akan naik lagi dalam waktu
dekat karena laporan keuangannya untuk Kuartal I 2019 sudah confirm bagus??
Sudah tentu, kesemua pertanyaan
diatas baru bisa terjawab nanti setelah tanggal cum dividen BJTM itu sendiri
sudah lewat, jadi dalam hal ini lebih baik jika kita membandingkan risk and reward-nya saja, yakni kalau
anda tertarik (atau sudah memegang) BJTM ini: Skenario terbaiknya, BJTM tidak
turun, atau turun sejenak tapi tak lama kemudian langsung naik lagi, dimana
dalam hal ini kita jadi seperti dapet dividen gratis, belum termasuk capital
gain jika BJTM kemudian naik pelan-pelan dalam jangka waktu setahun kedepan,
yakni jika investor akhirnya menyadari bahwa kali ini BJTM menawarkan prospek
jangka panjang yang lebih baik. Sedangkan skenario terburuknya ya itu tadi:
BJTM turun, dan dia baru naik lagi sekitar 6 – 9 bulan dari sekarang. Tapi
bahkan pada skenario terburuk inipun, kita masih cuan sekitar 4% dari
dividennya. Kemudian ingat bahwa jika kita menjual BJTM lalu dananya dialihkan
ke saham lain, maka juga tidak ada jaminan bahwa saham lain tersebut akan menghasilkan
profit/bisa saja malah rugi, sehingga dalam hal ini risk untuk BJTM bisa
diterima.
Jadi kesimpulannya? Well,
silahkan anda simpulkan sendiri!
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, Tbk
Rating Kinerja pada Q1 2019: AA
Rating saham pada 690: A
Disclosure: Ketika artikel ini diposting, Avere sedang dalam posisi memegang BJTM di harga rata0rata 690. Posisi ini bisa berubah setiap saat tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Disclosure: Ketika artikel ini diposting, Avere sedang dalam posisi memegang BJTM di harga rata0rata 690. Posisi ini bisa berubah setiap saat tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Buku Kumpulan Analisis 30 Saham Pilihan (Ebook Investment Planning) edisi Kuartal I
2019 sudah terbit! Anda bisa langsung memperolehnya pada link berikut.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
Makasih banyak pak ulasan nya, mantaps...
Mohon pencerahannya
Terimakasih.
Jadi kalau perusahaan menghabiskan labanya untuk dividen, maka nilai bukunya masih bisa naik, tapi biasanya kenaikannya sesuai inflasi saja, alias tidak riil.
(Mohon ma'af kalo saya banyak tanya.. 🙏😅)