Mengapa Generasi Millennial Harus Berinvestasi?
Ada satu pertanyaan menarik ketika penulis mengisi acara talkshow investasi saham di sebuah
kampus di Semarang, tahun 2016 lalu: Pak Teguh, tadi kan sudah disampaikan soal
tips-tips untuk berinvestasi di saham. Tapi sekarang pertanyaannya general
saja, bagaimana tips bagi kami yang masih kuliah ini untuk bisa sukses secara
finansial setelah kami lulus nanti? Apakah harus bekerja dan menabung dulu sebelum
baru kemudian invest di saham, atau bagaimana? Sebab untuk invest di saham juga
perlu uang/modal kan? Dan kami saat ini gak punya modal tersebut.
Dan berikut adalah jawaban penulis.
Ketika saya lulus kuliah tahun 2008, dalam benak saya ketika itu hanya
ada satu target: Harus segera bekerja agar bisa punya gaji/penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari (sehingga gak perlu lagi minta ke orang tua),
dan sebagian dari gaji itu akan saya tabung sehingga saya punya sejumlah aset. Jadi seperti lulusan S1 pada umumnya, saya kemudian melamar kerja kesana kemari,
waktu itu masih pake pos untuk mengirim surat lamaran dan CV, bukan pake email yang
praktis seperti sekarang. Namun ketika itu saya sudah punya ponsel, sehingga
kalau ada panggilan wawancara maka perusahaan tidak lagi mengirim surat
undangan untuk wawancara, melainkan orang HRD-nya simply menelpon atau kirim SMS. Tak lama kemudian saya menerima
banyak telepon dan SMS undangan wawancara, dan saya akhirnya diterima bekerja
di sebuah perusahaan di Jakarta Utara, sekitar 2 bulan setelah saya diwisuda.
Nah, ketika itulah saya kemudian berpikir: Seandainya saya tidak punya ponsel, maka bisa saja
terjadi kondisi dimana perusahaan mengirim surat undangan wawancara, namun
surat tersebut tidak pernah sampai, atau sampai namun tidak sempat/terlambat
dibaca, sehingga akhirnya saya tidak hadir di wawancara-nya, dan alhasil saya kehilangan kesempatan untuk bekerja di
perusahaan tersebut. Jadi kemajuan teknologi berupa keberadaan ponsel
(waktu itu belum ada Whatsapp, hape Nokia ketika itu bener-bener cuma buat
telpon dan sms saja), disadari atau tidak, telah sangat membantu penulis, dan seharusnya juga temen-temen yang lain, untuk mendapatkan pekerjaan.
Penulis kemudian bekerja sebagai karyawan biasa yang ‘dipenjara’ dari
pukul 9 pagi sampe 5 sore, dengan gaji yang cuma cukup untuk bayar kosan,
ongkos angkot, makan dua kali sehari, tapi saya masih bisa menyisihkan
Rp400,000 per bulan untuk ditabung. Tapi saya di kantor memperoleh fasilitas
komputer dengan akses internet 24 jam (dan
hal ini untuk jaman itu terbilang mewah banget, karena sebelumnya penulis cuma
bisa akses internet di warnet), dan melalui internet itulah penulis kemudian
bisa tetap berhubungan dengan temen-temen jaman kuliah melalui Yahoo Maling List. Dari Yahoo Milis
itulah penulis kemudian memperoleh info bahwa Pak Yosef Ardi, seorang wartawan dan
analis senior pasar modal, membutuhkan karyawan untuk posisi analis saham. Saya kemudian mengirim surat
lamaran dan CV, kali ini melalui email, dan tak lama kemudian saya ditelpon
untuk wawancara langsung dengan Pak Yosef sendiri. Dan Alhamdulillah, di awal
tahun 2009 penulis kemudian pindah ke kantor baru dengan bidang usaha yang juga
baru, yakni di bidang pasar modal, yang akhirnya menjadi pilihan karier saya
hingga saat ini (meski saya sendiri kemudian resign dari kantornya Pak Yosef, tahun 2012 lalu).
Tampilan muka Yahoo Milis, yang sekarang berubah jadi Yahoo Groups. Penulis gak tau sekarang ini orang masih pake Yahoo Groups atau nggak, tapi dulu ini populer banget |
Tapi yang ingin saya sampaikan adalah, yep, memang saya bukannya tanpa
kerja keras untuk kemudian menjadi investor full time profesional, dan kami
juga berkali-kali melewati masa-masa sulit, seperti misalnya jika IHSG anjlok
(dan itu sering terjadi). Namun pencapaian yang saya dan temen-temen raih hari
ini, itu salah satunya adalah karena kondisinya
sekarang ini memang jauh lebih mudah dan lebih praktis dibanding dulu, terutama
karena adanya teknologi. Jadi balik
lagi, seandainya dulu di tahun 2008 tidak ada Yahoo Milis, maka saya sendiri
mungkin tidak akan pernah memperoleh info lowongan pekerjaan dari Pak Yosef,
dan akhirnya saya tidak pernah menjadi seorang investor saham.
Dan tambah kesini, segala sesuatunya tambah lebih praktis lagi! Sekarang
bayangkan jika anda sudah invest di saham sejak awal tahun 1990-an, maka di jaman
itu kemana anda harus cari laporan keuangan? Laporan tahunan? Bagaimana anda
mau menganalisa chart saham? Lha wong
RTI atau Yahoo Finance juga belum ada! Kemudian kemana anda mau belajar saham? Karena
waktu itu juga blog www.teguhhidayat.com
ini belum ada, demikian pula blog-blog saham lainnya belum ada, dan tidak ada
seorangpun yang bikin buku atau seminar tentang saham. Mau googling ‘cara
berinvestasi saham’ juga gak bisa, karena Google itu sendiri baru ada tahun
1998. Udah gitu sekuritas waktu itu masih dikit banget, jadi mau buka rekening
aja susah. Pendek kata, untuk sekarang ini seorang investor newbie paling-paling hanya butuh waktu 1
– 2 tahun dihitung dari pertama kali membuka rekening, untuk kemudian cukup
paham soal apa itu PER, apa itu PBV dan seterusnya, asalkan dia mau meluangkan
waktu saja untuk baca-baca (di ponsel juga bisa). Tapi bagi senior-senior kita seperti
Pak Lo Kheng Hong atau Pak Joeliardi, mereka mungkin butuh waktu lebih lama
lagi untuk belajar, karena semuanya harus
serba otodidak, tanpa adanya guru ataupun mentor. Dan untuk melakukan
transaksi saham itu sendiri juga sangat ribet karena harus pake telepon, atau
kita beneran datang ke kantor sekuritas/trading floor di BEI, karena waktu itu
belum ada OLT. Yup, jadi sangat berbeda dengan sekarang dimana anda bisa menganalisis,
membeli, dan menjual saham kapanpun dan dimanapun, bahkan dari tempat tidur atau
kamar mandi juga bisa, asalkan ada sinyal internet.
Dan tidak hanya berinvestasi di saham, namun dalam bekerja untuk memperoleh
penghasilan, sekarang ini juga jauh lebih mudah dan lebih praktis dibanding
dulu, asalkan kita mau berusaha saja.
Saat ini lowongan pekerjaan ada banyak di internet, atau anda bisa pake LinkedIn,
jadi kita gak perlu lagi baca Koran Kompas hari Sabtu untuk cari lowongan, dan
proses rekrutmen-nya juga jauh lebih simpel karena sudah serba email. Demikian
pula kalau anda punya usaha kecil-kecilan, maka untuk promosinya sekarang
sangat mudah karena ada Instagram. Kalau anda masih kuliah, maka jika penulis jaman
kuliah dulu harus panas-panasan buka
lapak terpal beneran untuk jualan DVD bajakan di trotoar kampus, maka
mahasiswa sekarang bisa jualan di bukalapak.com atau tokopedia.com dari kamar
kosnya yang nyaman sambil nyeruput matcha
latte. What, anda gak suka dagang? Ya sudah, di rumah ada motor kan? Anda
bisa jadi supir Gojek atau Grab. Gak mau juga?? Kalo gitu buka website-website yang
menawarkan pekerjaan freelance (misalnya www.fiverr.com),
dan silahkan pilih job yang anda
sukai, atau bahkan yang sesuai hobi anda. Yup, karena sekarang ini bahkan ada
juga pekerjaan sebagai gamer profesional!
(penulis sendiri seorang gamer, yang
menghabiskan 2 – 3 jam setiap hari main Xbox).
Jadi balik lagi ke pertanyaan diatas, bagaimana caranya agar kita bisa
sukses secara finansial dan menjadi seorang investor sejati? Maka jawabannya pertama-tama
kerja biasa dulu, kumpulin tabungan, terus kerja lebih keras agar gaji naik,
atau kalau bisa buka buka usaha kecil-kecilan atau freelance agar tabungannya lebih banyak lagi, dan barulah kalau ada
surplus cash bisa mulai invest di saham. Sudah tentu, itu semua tetap butuh
kerja keras, tapi ingat bahwa dibanding dulu, sekarang ini segala sesuatunya lebih mudah. Yup, kita sekarang tidak perlu lagi
seperti kakek nenek kita di tahun 1960-an dulu, yang harus berjalan kaki sekian
kilometer setiap hari untuk sekolah atau bekerja, atau panas-panasan di ladang setiap
hari, tapi tetep aja mereka cuma bisa makan nasi pake kecap (karena di tahun 60an itu Indonesia memang lagi krisis). Namun meski kita
sekarang ini bekerja lebih santai, tapi dengan bantuan teknologi maka kita bisa
tetap menghasilkan lebih banyak, termasuk dari saham. Nama-nama seperti Nadiem Makarim, William Tanuwijaya, juga tidak akan sesukses sekarang kalau bukan karena
teknologi dan internet. Seperti kata Warren Buffett, orang Amerika hari ini
jauh lebih sejahtera dibanding orang Amerika 100 tahun yang lalu, dan itu bukan
karena generasi sekarang bekerja lebih keras atau otak mereka lebih cerdas,
melainkan karena mereka bekerja lebih
efisien baik dalam hal waktu, pikiran, dan tenaga, salah satunya karena
adanya teknologi. Dan penulis bisa katakan bahwa hal yang sama juga berlaku di Indonesia: Kita saat ini seharusnya bisa jauh lebih sejahtera dibanding orangtua atau kakek nenek kita dulu, dan itu bukan karena kita pintar atau apa, tapi karena sekarang ini kesempatannya ada jauh lebih banyak.
Okay Pak Teguh, lalu apa hubungannya ini dengan generasi milenial
seperti judul artikel ini diatas? Sebelum itu kita sepakati dulu, apa yang
dimaksud milenial disini, dan ‘milenial’ versi penulis adalah anda-anda semua
yang membaca artikel ini, termasuk penulis sendiri, yang dalam kehidupan sehari-harinya
tidak bisa lagi terlepas dari internet dan teknologi. Hanya memang dalam artian yang lebih sempit, generasi milenial adalah 'anak tahun 90-an', atau lebih muda lagi.
Dan kalau anda baca-baca banyak tulisan tentang ‘generasi milenial’,
maka ada kesan bahwa generasi ini hidupnya susah, misalnya mereka kesulitan
beli rumah karena harga rumah itu sendiri naik terus. Kaum milenial ini juga
dikenal pemalas (karena memang hidupnya serba mudah dan praktis itu tadi), tiap
hari cuma baca berita dan rumor di medsos, hingga boros pengeluaran (karena mau beli
apa-apa tinggal buka Tokopedia, atau Amazon). Yup, jadi memang kemajuan
teknologi tidak selalu memberikan manfaat positif bagi semua orang, karena itu
akan tetap tergantung dari bagaimana
kita memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut.
Jadi balik lagi ke soal saham: Dengan adanya kemajuan teknologi, maka
segala sesuatunya sekarang ini jadi lebih mudah dan praktis, dimana berbelanja dan menghabiskan uang di Tokopedia
dll, atau ngobrol ngalor ngidul di medsos dan Grup Whatsapp, adalah sama mudahnya dengan berinvestasi, dalam
hal ini di saham, dan juga sama mudahnya
dengan berspekulasi, misalnya di judi bola yang sekarang ini ada banyak
banget (jadi gak perlu jauh-jauh ke Genting, Macau, atau Las Vegas). Tinggal
anda pilih sendiri, mau jadi tukang belanja, tukang gosip, spekulan, atau seorang
investor??
Dan kalau anda ingin mapan secara
finansial, dimana ini tentunya merupakan keinginan semua orang, maka sudah tentu,
anda harus menjadi investor. Karena dengan bekerja kita memang memperoleh sejumlah
penghasilan, tapi hanya dengan berinvestasi-lah, entah itu di saham atau
lainnya, maka kita akan bisa mengakumulasi
tabungan dan kekayaan, yang nilainya akan berlipat ganda seiring waktu
karena faktor bunga majemuk, bahkan
meski modal awalnya sangat kecil. Kemudian ingat sekali lagi bahwa dibanding jaman
dulu, maka sekarang ini untuk berinvestasi jauh lebih praktis dan mudah, tinggal
kita-nya mau baca-baca atau nggak. Thus, jika kita sebagai generasi milenial
tidak berinvestasi dan alhasil kemudian tidak pernah menjadi mapan secara
finansial, then it would be a shame, karena
kita sudah diberikan begitu banyak kemudahan yang tidak dimiliki oleh orang tua
atau kakek nenek kita dulu, yang bahkan memungkinkan kita untuk menjadi seorang
millionaire, tapi tidak kita
manfaatkan. Actually penulis berpikir bahwa seandainya generasi muda di Indonesia sekarang ini semuanya berinvestasi (tentunya dengan cara-cara yang benar, jadi bukannya malah trading/spekulasi gak jelas), maka dalam 10 - 20 tahun yang akan datang Indonesia akan jadi negara maju dengan penduduk yang rata-rata mapan secara finansial, dan dengan demikian generasi berikutnya, yakni anak-cucu kita nanti, akan mengalami jaman yang lebih praktis lagi. Mudah-mudahan!
Untuk minggu depan, jangan khawatir, kita tetap akan bahas satu saham wonderful company yang bisa dijadikan
sebagai legacy stock.
Jadwal
Kelas Value Investing, Basic & Advanced,
Sabtu & Minggu, Amaris Hotel Thamrin City Jakarta, 23 - 24 Maret
2019. Info selengkapnya baca
disini. Hingga Senin, 18 Maret, masih tersedia 5 seat lagi untuk kelas hari Sabtu, dan 7 seat untuk kelas hari Minggu.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
ditunggu pak yg ini
Tapi masalahnya generasi sekarang maunya instan.
Jarang menemukan yang pekerja keras.
Untuk anak muda jaman sekarang saya rasa tidak perlu menunggu bekerja dan mempunyai penghasilan lebih terlebih dahulu baru mulai berinvestasi. Investasi di pasar modal baiknya dimulai dari saat kuliah, awali saja dengan Rp50.000-Rp100.000 setiap bulan untuk membentuk kebiasaan berinvestasi. Jika kebiasaan itu sudah terbentuk otomatis nominal investasi setiap bulannya akan meningkat sesudah nanti bekerja.
Memulai investasi sejak awal juga sangat banyak manfaatnya. 10 tahun lalu, di tahun 2009 harga saham BBRI Rp765, ULTJ Rp150, MYOR Rp143 (data dari yahoo finance. Seandainya kita punya di harga tersebut dan kita keep sampai hari ini, besaran deviden yang dibagikan sekarang yieldnya jadi sekitar 10%.